Tuhan Jijik dengan Kepalsuan (Pesan Gembala, 13 Maret 2022)

TUHAN JIJIK DENGAN KEPALSUAN

Yesaya 1:13 Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan.

Banyak orang percaya berpikir bahwa ibadah-ibadah yang mereka lakukan sudah pasti disukai Tuhan. Tidak sedikit pula orang-orang percaya merasa bahwa persembahan-persembahan yang mereka berikan kepada Tuhan sudah pasti berkenan. Pada kenyataannya, apa yang dilakukan oleh orang percaya kepada Tuhan ternyata tidak semuanya menyukakan hati Tuhan.

Ibadah-ibadah yang dilakukan orang-orang Israel di Yehuda pada waktu itu berlangsung dengan tampak baik. Korban-korban bakaran senantiasa dilakukan oleh umat tanpa pernah terlewatkan. Berbagai perayaan dan pertemuan ibadah senantiasa dilakukan secara meriah. Namun Tuhan melalui nabi Yesaya menyatakan bahwa Ia sama sekali tidak menyukainya. Bahkan Tuhan tanpa segan-segan mengatakan bahwa ada rasa jijik dan muak melihat perayaan bangsa Israel yang dilakukan, namun tanpa kesungguhan itu. Hal itu dikarenakan ibadah mereka hanya sekadar aktivitas agama yang di dalamnya tidak ada ketulusan dan rasa hormat kepada Tuhan.

Memang betul, ibadah yang tanpa disertai ketulusan hati akhirnya menjadi ibadah yang kosong, yaitu ibadah yang sekedar memenuhi kewajiban ritual beragama semata-mata atau ibadah yang dilakukan atas dasar perintah pemimpin. Ibadah seperti ini tidak memberikan dampak yang baik pada siapapun. Kenyataan ini yang marak terjadi di Yehuda pada waktu itu. Perbuatan bangsa Yehuda ini sampai membuat Yesaya membandingkannya dengan penduduk kota Sodom dan Gomora yang dimurkai Tuhan.

Apa yang disampaikan Yesaya kepada bangsa Yehuda memang keras dan menyakitkan. Hal itu dilakukan untuk menegur dan mengingatkan mereka yang melakukannya dengan tujuan agar mereka menyadari bahwa apa yang mereka lakukan tidak disukai Tuhan. Memang tidak ada alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kesungguhan seseorang datang kepada Tuhan. Namun yang pasti, ibadah berkaitan dengan ketulusan hati. Dan hal itu akan berdampak pada pembaruan hidup seseorang di mata Tuhan.

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Seringkali kita tidak menyadari bahwa ibadah atau pelayanan yang kita lakukan kepada Tuhan kita anggap sudah pasti menyenangkan hati Tuhan. Belajar pada teguran Tuhan yang disampaikan nabi Yesaya kepada bangsa Yehuda di masa lampau ternyata Tuhan sangat memerhatikan ketulusan dan kesungguhan hati umat-Nya ketika datang mendekat kepada-Nya. Apakah datang dengan hati yang tulus dan rindu akan Tuhan ataukah datang karena sekedar menjalani rutinitas atau sekedar memenuhi kewajiban agama. Apakah datang untuk memuliakan Tuhan dengan hati yang percaya bahwa Dia dahsyat dan luar biasa ataukah datang dengan hati yang ragu akan Dia atau bahkan sama sekali tidak memedulikan keberadaan-Nya sama sekali.

Melalui pesan-Nya kali ini Tuhan mengungkapkan isi hati-Nya bahwa Tuhan merindukan ketulusan hati umat-Nya. Tuhan mau kita kembali memeriksa hati kita masing-masing. Kepalsuan hanya akan membuat Tuhan merasa jijik dengan segala yang ditunjukkan oleh siapapun umat-Nya.

Beberapa prinsip yang harus kita pahami berkaitan dengan pesan Tuhan ini, agar senantiasa menjadi umat yang berkenan kepada-Nya, di antaranya adalah:

(1). Hati yang taat lebih baik daripada sekedar persembahan kepada Tuhan

Yesaya 1:13 Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan.

Dari banyaknya persembahan yang diberikan oleh umat-Nya, ternyata Tuhan juga tidak selamanya berkenan dengan persembahan-persembahan tersebut. Persembahan seperti apakah itu? Ternyata bukan bentuk persembahannya, namun hidup dan sikap hati si pemberi persembahanlah yang menjadi fokusnya Tuhan. Tuhan sudah sering memeringatkan umat-Nya untuk menjaga hidup dan sikap hatinya sebelum memberikan persembahan. “Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.” (Pengkotbah 4:17).

Jadi meskipun kita memberikan persembahan kepada Tuhan dengan selalu memberi yang terbaik dan berkorban bagi Tuhan dengan apa yang bisa kita perbuat dan dengan apa yang kita miliki, namun jika itu semua tidak dilandasi dengan hidup yang benar maka hasilnya adalah sesuatu yang tidak menyukakan Tuhan. Bahkan tak jarang, ada juga seseorang yang memberikan persembahan untuk menutupi keburukan atau membayar dosa yang selama ini dilakukannya. Bukankah hal itu sama saja dengan menyuap Tuhan? Tuhan menganggap “suap” ini sebagai bentuk kekejiannya. Untuk itu perhatikanlah sikap hati kita dalam memberi dan juga perbuatan-perbuatan kita. Tuhan tidak bisa kita suap dengan persembahan kita sementara kita masih saja hidup dalam ketidaktaatan atau bahkan berkompromi dengan dosa.

(2). Hati yang percaya akan kebesaran Tuhan daripada sekedar ungkapan yang indah disertai kebimbangan

Yesaya 1:19 Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu.

Gereja tanpa disadari telah dijadikan sebagai pusat pencucian dosa dan tempat pesugihan melalui doa, pujian, dan persembahan yang melimpah. Ini kejahatan rohani yang serius. Tuhan tidak tertarik dengan segudang kegiatan kerohanian umat apabila dilakukan dengan motivasi yang salah. Dia memandang jauh ke dalam hati, ke dalam kehidupan manusia. Tuhan merindukan ibadah yang sejati, bukan sekedar ritual keagamaan. Dia menetapkan standar yang berkualitas dalam beribadah. Ibadah adalah persembahan yang hidup, kudus dan berkenan (Roma 12:1). Kata ‘hidup’ menunjukkan pribadi-pribadi yang seharusnya mati namun telah “dihidupkan” oleh kematian Kristus.

Pengertian ini otomatis menjelaskan perbedaannya dengan yang disebut ‘mati’, yaitu orang-orang di dalam dosa.
Orang-orang yang telah ditebus atau “orang-orang yang hidup” ini orientasinya terarah kepada pribadi Tuhan yang telah menebusnya. Sebaliknya, orang-orang yang masih didalam dosa orientasinya selalu diri sendiri. Semua tentang dirinya, jasanya, dan membuat ibadah adalah pemuasan keinginannya. Rindu mendapat berkat limpah, tanpa pernah mengamati jalan hidupnya yang belum berkenan. Ingin mengalami sesuatu yang luar biasa dari Tuhan, tapi tak pernah hidup berserah penuh kepada-Nya. Tuhan mau orientasi kita sebagai umat yang telah ditebus adalah tentang kebesaran dan kedahsyatan-Nya, bukan tentang kekuatiranku.

Mari jemaat Tuhan, biarlah ungkapan isi hati Tuhan ini disadari bukan semata-mata Tuhan menegur umat-Nya, namun Tuhan rindu umat-Nya mengalami sesuatu yang dahsyat dalam hidup dalam kebenaran-Nya.

Tuhan Yesus memberkati!

Tuhan Jijik dengan Kepalsuan (Pesan Gembala, 13 Maret 2022)

| Warta Jemaat |
About The Author
-