MILIKI HATI YANG BERSYUKUR
Lukas 17:15-16 (15) Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, (16) lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria.
Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem, Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa, datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan sambil meninggikan suaranya mereka berseru: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!”
Kita tahu bahwa kusta merupakan penyakit kulit yang bersifat sangat menular. Biasanya, penularannya terjadi melalui kontak fisik. Dan, pada zaman itu, kusta merupakan penyakit kulit yang dianggap sulit untuk disembuhkan.
Menariknya, Yesus ternyata tidak langsung melakukan tindakan penyembuhan seperti yang biasa dilakukan-Nya, tapi Ia justru memandang mereka dan malah menyuruh mereka untuk pergi dan memerlihatkan diri mereka kepada imam-imam. Mengapa harus pergi menghadap imam? Perlu diketahui bahwa zaman itu pekerjaan mendiagnosa sakit dan penyakit menjadi ranahnya para imam. Imamlah yang bertanggung jawab untuk meneliti dan menilai apakah seorang kusta sudah sembuh dan boleh kembali ke masyarakat atau tidak (Im. 14:2).
Kesepuluh orang kusta itu, meskipun agak terheran-heran dengan perintah Yesus yang aneh ini, namun mereka menurutinya. Sambil mungkin bertanya-tanya dalam hati mereka pergi kepada imam seperti yang dikatakan Yesus. Mereka belum tahu, datang menghadap imam tepatnya untuk tujuan apa. Ternyata yang luar biasa di tengah perjalanan mereka mendapati diri mereka mengalami kesembuhan. Kita bisa bayangkan betapa gembiranya hati mereka. Dari kesemua reaksi gembira kesepuluh orang kusta tersebut akibat kesembuhan yang mereka alami, Alkitab mencatat, bahwa ada satu orang yang kembali kepada Yesus untuk mengucap syukur. Datang sujud tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucapkan syukur. Yang sembilan lainnya entah kemana, tidak ada yang kembali.
Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” Yesus menekankan hal ini dengan kalimat tanya yang tegas menanyakan dimana keberadaan yang sembilan orang lainnya yang juga telah mengalami jamahan kuasa Tuhan. Bukankah selayaknya kesembilan orang tadi juga datang kepada-Nya untuk mengucap syukur.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Tuhan mau kita menjadi orang-orang yang tahu berterima kasih atau tepatnya memiliki hati yang tahu bersyukur (grateful heart). Bukannya sekedar Tuhan membutuhkan perkataan ucapan terimakasih kita, meskipun itu tidak salah, namun Ia menghendaki bahwa semuanya itu benar-benar lahir dari hati yang tahu berterimakasih. Mungkin kita datang pada Tuhan dengan suara yang pas-pasan ketika memuji Tuhan atau dengan kondisi yang kurang baik, namun pastikan di dalam hati kita penuh dengan rasa syukur atas penyertaan Tuhan atau atas apapun yang Tuhan telah dan sedang perbuat dalam hidup kita.
Tuhan senang apabila kita hadir karena ingin memuliakan Tuhan atas perbuatan kasih Tuhan atas kita. Itu yang Tuhan kehendaki. Dibandingkan orang percaya datang kepada Tuhan dengan hati yang kesal, hati yang terpaksa atau hati yang bersungut-sungut, atau hati yang tidak puas atas apapun keadaan yang dialami. Tuhan sangat tahu kondisi hati setiap kita. Sama seperti Yesus tahu kondisi hati orang Samaria yang dikisahkan tadi.
Namun Tuhan bukan hanya senang atas sikap hati orang Samaria yang mau datang kembali sambil mengucap syukur kepada-Nya. Ia juga memertanyakan bagaimana dengan yang kesembilan orang lainnya yang juga telah mengalami kesembuhan. “Mana yang kesembilan orang itu katanya?” Kesembilan orang ini bisa berbicara tentang orang-orang percaya masa sekarang yang telah mengalami sesuatu dari Tuhan, namun entah kemana, atau mungkin hadir namun tidak dengan hati yang bersyukur. Padahal setiap orang percaya dalam Kristus pasti pernah mengalami sesuatu yang luar biasa dari Tuhan. Dan bukan hanya pernah, namun sedang mengalami kebaikan Tuhan di saat mungkin kondisi sedang tidak baik-baik saja.
Beberapa prinsip tentang hati yang bersyukur yang perlu kita pahami berkaitan dengan pesan Tuhan ini, agar lewat hati yang bersyukur ini kita bisa mengalami hal-hal luar biasa selanjutnya dalam hidup kita. Beberapa di antaranya adalah:
(1). Hati yang bersyukur itu adalah “kunci akses” untuk membuka pintu-pintu kemenangan lainnya
Lukas 17:15 Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring,…
Orang Samaria tadi bisa saja melakukan hal yang sama dengan orang Yahudi yang sembilan lainnya, yaitu sama-sama pergi entah kemana dan tidak pernah balik lagi kepada Yesus, karena masing-masing sudah mengalami kesembuhan dari kustanya. Namun hati yang ingin berterima kasih pada pribadi yang telah menyembuhkan telah menggerakkan dirinya untuk datang kembali kepada Yesus. Dan dampak dari tindakannya yang kembali datang dan memuliakan Tuhan dengan hati yang bersyukur telah membuat dirinya mengalami keselamatan dan kesembuhan (Your faith has healed and save you) dan dirinya dilengkapi secara lebih menyeluruh (God has made you whole).
Kunci pembeda antara sembilan orang dengan yang satu orang Samaria tersebut adalah bahwa orang Samaria memiliki hati yang tahu berterimakasih. Itu yang menggerakkan dirinya untuk mau datang kembali kepada Yesus sambil sujud tersungkur di kaki Yesus. Dan, tiba-tiba Yesus memberikan bonus tambahan untuk lebih melengkapi kehidupannya. Luar biasa bukan?
Dan Tuhan pun hari ini memiliki prinsip yang sama, bahwa sudah selayaknyalah kita sebagai orang percaya yang telah mengalami banyak hal dari Tuhan untuk memiliki sikap hati yang tahu berterimakasih dengan datang dan memuliakan Dia. Dan ternyata tindakan datang dengan hati yang tulus penuh dengan ucapan syukur itu merupakan “pintu akses” (pintu pembuka utama atau gerbang awal) untuk seseorang masuk mengalami pintu-pintu kemenangan lainnya dari Tuhan seperti yang dialami oleh orang Samaria di atas.
(2). Hati yang mengucap syukur adalah “rel penjaga” untuk tetap berada di lintasan atau jalur-Nya Tuhan.
Lukas 17:14-15 (14b) … Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. (15) Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring,
Apa yang dapat membuat kereta api dapat membawa penumpang dari satu tempat ke tempat yang lain (dari kota ke kota) adalah karena kereta api itu tetap berada di atas relnya. Lewat gambaran ini, kita dapat memahami bahwa hati yang bersyukur akan membuat seorang percaya dapat tetap berada di “rel-Nya” Tuhan, seperti orang Samaria yang dengan hati yang ingin mengucapkan terimakasihnya, ia melangkah mencari dan mendatangi Yesus. Sebaliknya, begitu orang percaya tidak lagi memiliki hati yang bersyukur, seperti sembilan orang lainnya, maka mulailah terjadi pergeseran “rel,” seperti langkah yang dilakukan oleh sembilan orang tersebut yang entah pergi melangkah kemana.
Orang yang tidak memiliki hati yang bersyukur akan melihat sesuatu yang berada di luar Tuhan menjadi lebih menarik. Akan memandang dunia dan cara yang dilakukan dunia menjadi lebih indah. Dan kemudian, dengan mudahnya Tuhan diganti oleh hal yang lain.
Waktu hidup seseorang tidak lagi mengucap syukur kepada Tuhan, maka ia mulai membanding-bandingkan hidupnya dengan orang lain. Status, jabatan, kepemilikan, dan lain-lain semua dibandingkan dengan orang lain. Dan kemudian ia mulai melihat dirinya sendiri dan mulai merasa kasihan. “Mengapa hidupku jadi seperti ini yah?” Namun berbeda ketika hati seseorang penuh dengan ucapan syukur, segala tawaran dosa atau dunia menjadi tidak menarik lagi. Bahkan kita dapat memosisikan hidup kita untuk tidak mudah jatuh dalam dosa karena ada hati yang bersyukur selalu kepada Tuhan.
Mari jemaat Tuhan, seringkali kita memandang hal mengucap syukur sebagai sesuatu yang biasa. Boleh dilakukan, atau kadang apabila teringat baru dilakukan, itupun hanya sekedar lip service. Seringkali dianggap hanya sekedar tindakan tata-krama semata-mata. Namun kita boleh semakin dibukakan melalui pesan Tuhan ini, bahwa ada sesuatu yang luar biasa di balik ucapan syukur yang sungguh-sungguh keluar dari hati yang tulus. Mengucap syukur bukan sekedar perkataan, namun bersamaan dengan suatu tindakan nyata yang memuliakan Tuhan melalui hidup kita.
Selamat membuka pintu akses!
Tuhan Yesus memberkati!