JANGAN MELEMAHKAN HATI ORANG
Bilangan 32:2-7 (7) Mengapa kamu hendak membuat enggan hati orang Israel untuk menyeberang ke negeri yang diberikan TUHAN kepada mereka?
Merasa telah memiliki ternak yang banyak dan melihat tanah Yaezer dan Gilead, yaitu tanah yang terletak di sebelah timur sungai Yordan, begitu subur dan baik untuk peternakan, maka kaum Ruben dan Gad memiliki keinginan untuk tinggal di tanah tersebut, padahal perjalanan menuju Tanah Perjanjian tinggal sedikit lagi. Maka mereka datang menghadap Musa, imam, dan para pemimpin Israel memohon agar mereka diijinkan untuk tinggal di tanah tersebut dan tidak usah menyeberang sungai Yordan.
Tentu saja Musa sempat gusar terhadap bani Gad dan bani Ruben dengan mengatakan bahwa bukankah tujuan perjalanan bangsa Israel adalah hingga masuk ke Tanah Perjanjian. Tanah Yaezer dan Gilead bukanlah wilayah tanah yang dijanjikan Tuhan. Masih ada sungai Yordan yang harus mereka seberangi dulu, lalu barulah mereka menginjakkan kaki ke Tanah Perjanjian. Itupun mereka harus berperang terlebih dahulu melawan penduduk Kanaan. Lalu mengapa mereka ingin begitu saja merubah tujuan perjalanan mereka. Hal ini dapat membuat enggan hati orang Israel lainnya untuk menyeberang ke negeri yang diberikan Tuhan kepada mereka.
Musa di situ lalu mengingatkan bani Gad dan bani Ruben akan peristiwa serupa yang pernah terjadi di awal perjalanan bangsa Israel, bahwa akibat laporan 10 pengintai yang mengatakan bahwa negeri yang akan mereka masuki adalah negeri yang tidak baik untuk dimasuki, sehingga akibatnya telah membuat enggan angkatan pendahulu mereka yang akhirnya dimurkai Tuhan sehingga mereka harus tewas di padang gurun.
Musa hanya bisa menasehatkan saja. Pilihan ada di tangan mereka. Mereka lupa mengapa Tuhan membawa mereka keluar dari perbudakan Mesir, karena Tuhan punya visi, yaitu membawa mereka semua masuk ke Tanah Perjanjian. Jadi perkara masuk Tanah Perjanjian adalah tujuan-nya Tuhan atau Visi Tuhan, bukan visi Musa. Dan mereka telah menolaknya. Membuat enggan bangsa Israel lainnya untuk masuk ke Tanah Perjanjian akan membuat diri mereka berurusan dengan Tuhan yang empunya visi. Belum apa-apa ada tambahan dari setengah suku Manasye yang turut enggan memasuki Tanah Perjanjian.
Betapa kita melihat di sini, bahwa belum apa-apa sudah ada suku yang terbelah dua, yaitu suku Manasye. Mereka sebetulnya adalah suku yang kuat karena berasal dari keturunan Yusuf. Artinya, apa yang dilakukan oleh bani Gad dan Ruben telah sanggup membuat satu suku yang kuat terbelah. Setengah dari suku Manasye ikut suku Gad dan Ruben, dan setengahnya lagi ikut rombongan inti bangsa Israel menyeberang sungai Yordan. Artinya, daya tarik dari hal ‘membuat enggan’ orang lain itu begitu kuat.
Di dalam bahasa aslinya kata ‘membuat enggan’ adalah noo, yang artinya to discourage atau membuat lemah, membuat seseorang kehilangan semangat dalam melakukan sesuatu atau mencapai sesuatu. Kehilangan keberanian, yang tadinya semangat jadi enggan hati atau kehilangan semangat, yang tadinya bergairah jadi kehilangan gairah. Dan kita tahu siapa pakar dalam membuat seseorang menjadi enggan hati, si iblis bukan?
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Tuhan mau kita menjadi orang percaya yang senantiasa memberikan semangat dan inspirasi kepada banyak orang, dan bukan sebaliknya. Tuhan tidak mau kita menjadi orang percaya yang menyurutkan semangat orang lain (‘orang lain’ ini bisa siapa saja, bisa anggota keluarga, pasangan, teman-teman, bawahan, atasan dan lain-lain). Ingat, yang dimaksud dengan ‘menyurutkan semangat’ atau ‘membuat enggan’ itu bukan hanya sekedar ucapan kata-kata yang melemahkan, namun juga keputusan-keputusan yang diambil. Semua ini akhirnya akan nampak melalui gaya hidup yang tidak mengobarkan atau tidak menyemangati orang lain untuk melakukan apa yang Tuhan ingin kita lakukan.
Keputusan yang dilakukan bani Gad dan bani Ruben mungkin tidak ada niat untuk menyurutkan semangat suku Israel lainnya. Keputusan yang mereka lakukan semata-mata adalah untuk kenyamanan diri mereka sendiri. Mereka punya ternak yang banyak, dan di wilayah Yaezer dan Gilead adalah wilayah yang baik utk peternakan. Namun mereka tidak menyadari dampak yang ditimbulkan dari tindakan mereka tersebut telah membuat enggan hati bangsa Israel lainnya untuk memasuki tanah perjanjian.
Seringkali kita tidak menyadari bahwa keberadaan kita sebagai orang percaya itu sangat diperhatikan, apapun posisi kita. Entahkah sebagai pemimpin di keluarga, di komunitas, di departemen, atau dimanapun wilayah dimana kita menyatakan keberadaan diri kita sebagai orang percaya. Apabila kita tidak dalam keadaan yang terus bernyala-nyala bagi Tuhan tanpa disadari kita telah membuat enggan hati banyak orang untuk berjalan ke tujuan Tuhan.
Kalau begitu, apa yang harus kita miliki agar menjadi orang percaya yang tidak membuat ‘enggan hati’ orang lain?
(1). Jadilah orang percaya yang memiliki self-motivation.
Bilangan 32:11-12 kecuali Kaleb bin Yefune, orang Kenas itu, dan Yosua bin Nun, sebab keduanya mengikut TUHAN dengan sepenuh hatinya. (AMP. : … for they have followed the Lord completely.’)
Self motivated person adalah orang yang tidak perlu didorong-dorong atau harus disemangati terus. Umumnya orang jangankan memotivasi orang lain, diri sendiripun sulit untuk dimotivasi. Ingat, perjalanan kita tidak selalu rata dan mulus. Jalan bisa berbatu-batu, curam, dan berkelok-kelok. Dan kadang keberadaan kita tidak selalu beramai-ramai. Ada kalanya kita berjalan dalam kesendirian. Siapa yang dapat memotivasi diri selain pribadi kita sendiri yang melakukannya.
Yosua dan Kaleb adalah dua orang yang “dimusuhi” hampir seluruh bangsa Israel yang enggan pergi memasuki Tanah Perjanjian akibat terpengaruh oleh laporan 10 pengintai yang menciutkan hati. Namun Tuhan memuji ketetapan hati yang mereka miliki. Tuhan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang mengiring Tuhan completely. Orang-orang percaya yang tahu kemana harus melangkah, yang tidak usah lagi didorong-dorong. Mereka tahu bahwa mereka harus menyelesaikan seluruh rangkaian perjalanan sampai ke tujuan akhir, yaitu tanah Perjanjian. Jadi apapun yang terjadi di tengah perjalanan atau sebesar apapun raksasa Enak di Tanah Perjanjian nanti tidak akan pernah membuat mereka gentar. Di hati mereka sudah terpatri bahwa ada visi Tuhan dimana Tuhan berjanji akan membawa mereka masuk Tanah Perjanjian. Titik!
Berbeda dengan bani Gad dan Ruben ketika melihat tanah Yaezer dan Gilead begitu subur, lupalah mereka dengan segala janji Tuhan yang akan membawa mereka masuk Tanah Perjanjian. Tanah Yaezer dan Gilead itu tepat di sebelah timur sungai Yordan dan Tanah Perjanjian tepat di sebelah baratnya. Artinya, bicara soal jarak, sudah tinggal selangkah lagi. Namun bicara soal temptation atau hati yang tergoda, motivasi mereka tiba-tiba berubah.
(2). Jadilah orang percaya yang tidak puas hanya sampai di perbatasan
Bilangan 32:5-6 (5) Lagi kata mereka: “Jika kami mendapat kasihmu, biarlah negeri ini diberikan kepada hamba-hambamu ini sebagai milik; janganlah kami harus pindah ke seberang sungai Yordan.”(6) Jawab Musa kepada bani Gad dan bani Ruben itu: “Masakan saudara-saudaramu pergi berperang dan kamu tinggal di sini?
Suku Ruben, Gad dan setengah suku Manasye akhirnya tetap memutuskan untuk berdiam diluar tanah perjanjian walaupun sudah diperingati Musa akan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Mereka bersikukuh untuk tetap tinggal di luar Tanah Perjanjian, meski akhirnya ada deal yang disepakati. Suku Ruben, Gad dan Manasye memutuskan untuk tetap ikut menyeberang membantu suku-suku lain untuk berperang merebut wilayah. Apabila wilayah di Kanaan sudah direbut, maka mereka akan kembali ke tanah Yaezer dan Gilead.
Walaupun keputusan itu akhirnya diizinkan oleh Musa. Dari penggalian pasal dan ayat tidak diketemukan peran nyata 2,5 suku-suku ini dalam kehidupan bangsa Israel secara keseluruhan. Wilayah serta nama-nama mereka pun hilang begitu saja dalam kehidupan bangsa Israel. Bahkan wilayah mereka sejak zaman itu sudah didominasi oleh bangsa lain. Alkitab mencatat bahwa ada diketemukan sisa-sisa suku Gad yang tinggal di wilayah yang bernama Gadara, dimana Yesus dan murid-murid-Nya sengaja datang ke sana untuk menyelamatkan suku tersebut. Tragis sekali bukan? Suku yang seharusnya menduduki negeri yang berlimpah susu dan madu, menguasai wilayah di tanah Perjanjian, akhirnya menjadi suku yang harus dilepaskan dan dilayani.
Semua itu diawali dengan kata “hampir”. Mereka cukup puas dengan hampir masuk ke Tanah Perjanjian. Hampir menginjakkan kaki di Tanah yang dijanjikan Tuhan. Ingat, Tuhan membebaskan mereka dari Mesir untuk membawa mereka masuk ke Tanah Perjanjian, bukan untuk hampir masuk. Oleh sebab itu, hati-hatilah, jangan puas dengan kata ‘hampir’. Hampir mencapai garis akhir, hampir penuh Roh Kudus, hampir bertekun, hampir menang, dan “hampir-hampir” lainnya.
Mari jemaat Tuhan, kita sudah bisa menjawab pertanyaan ini, mana yang akan lebih memotivasi hidup banyak orang: orang-orang yang ‘hampir’ ataukah orang-orang yang tahu ke tujuan mana ia harus melangkah? Orang-orang yang ‘hampir’ akhirnya yang seringkali membuat enggan hati banyak orang, karena tidak pernah membuktikan pencapaian apa-apa di dalam Kristus. Sebaliknya, orang-orang yang tahu kemana ia harus terus melangkah hingga mencapai tujuan Tuhan adalah orang-orang yang disadari atau tidak disadari telah menarik gairah banyak orang untuk turut melakukan apa yang ia lakukan.
Tuhan Yesus memberkati!