JADILAH ORANG PERCAYA YANG BERMENTALITASKAN RAJAWALI
Yesaya 40:31 tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.
Kita baru saja mendengar ilustrasi tentang telur burung rajawali yang secara tidak sengaja telah dierami oleh seekor induk ayam, maka singkat cerita, menetaslah telur burung rajawali, dan keluarlah seekor anak burung rajawali dengan ukuran yang lebih besar. Oleh karena si anak burung rajawali tersebut dibesarkan oleh seekor induk ayam dan tumbuh bersama-sama anak-anak ayam lainnya, maka ia memercayai bahwa dirinya tidak lain adalah seekor anak ayam. Setiap hari ia hanya makan biji-bijian dan pakan ternak ayam. Suatu hari ia melihat seekor burung rajawali terbang jauh di atasnya, dan ia berpikir alangkah gagahnya burung rajawali tersebut, berharap ia akan bisa terbang seperti rajawali, hanya sayangnya ia tidak dapat berbuat banyak karena ia hanyalah seekor ayam biasa.
Mentalitas yang dimiliki oleh anak burung rajawali itu adalah “mentalitas ayam,” sekalipun ia benar-benar seekor anak burung rajawali yang sebenarnya mampu untuk melakukan apa yang seharusnya seekor burung rajawali lakukan. Sayangnya, ia merasa dirinya hanyalah seekor anak ayam, yang tidak bisa melakukan apa-apa selain berjalan di atas tanah seperti layaknya seekor ayam.
Sebelum pesan “Menjadi Orang Percaya Yang Bermentalitaskan Rajawali” dijabarkan lebih lanjut, mari pahami terlebih dahulu definisi dari mentalitas itu sendiri. Secara sederhana, mentalitas adalah sikap, kebiasaan, atau respon yang muncul ketika seseorang menanggapi suatu situasi sesuai dengan nilai atau cara berpikir yang ia hidupi.
“Mentalitas seperti anak ayam” ini pernah dialami bangsa Israel ketika mereka dibuang ke pembuangan Babel. Mental mereka benar-benar hancur. Mereka yang tadinya merasa bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan yang disayang Tuhan, tiba-tiba menjadi umat yang lemah dan tidak berdaya ketika diangkut ke pembuangan Babel, meskipun semuanya itu terjadi atas seijin Tuhan. Ayat-ayat yang tertulis di bagian awal Yesaya 40 ini sedang menggambarkan kondisi orang-orang Yahudi di pembuangan yang sedang dalam keadaan tertekan, kondisinya amat memrihatinkan. Mereka merasa diri mereka begitu hina, diperlakukan tidak lebih dari pada budak, sehingga merekapun memercayai bahwa diri mereka memang benar adalah budak.
Mereka sama sekali tidak menikmati kebebasan seperti hari-hari sebelumnya. Pada satu sisi, mereka membutuhkan dorongan, penghiburan dan kepastian. Namun di sisi yang lain mereka tidak melihat adanya titik terang. Karena beban hidup yang demikian tidak mudah, maka mulailah suara keputusasaan terdengar. Sayup-sayup terdengar keraguan akan kuasa Tuhan, seolah-olah Tuhan tidak tahu situasi sulit mereka.
Apakah betul Tuhan tidak mengetahui kondisi umat-Nya? Oo tidak, Tuhan sangat mengetahui situasi umat-Nya. Itulah kebenaran pertama yang perlu diketahui umat Tuhan. Tuhan sungguh-sungguh tahu kondisi umat-Nya, tahu apa saja yang menimpa mereka. Melalui Yesaya, Tuhan menyatakan siapa diri-Nya bahwa Ia adalah Tuhan yang dahsyat yang tidak pernah lelah dan lesu. Tuhan yang tahu situasi umat-Nya, dan yang tidak melupakan umat-Nya sama sekali seperti anggapan mereka. Bahkan Tuhan sedang memersiapkan upaya pembebasan bagi mereka.
Meyakinkan bangsa Israel bahwa mereka memiliki Tuhan yang hebat adalah satu perkara yang ingin Tuhan sampaikan, namun apabila mereka tetap merasa bahwa mereka bukan lagi umat kesayangan Tuhan, merasa diri kecil dan lemah itu perkara yang lain lagi. Itu perkara mentalitas! Karena Tuhan tidak pernah mengatakan bahwa mereka umat yang kecil dan lemah. Hanya diri mereka sendiri yang merasa kecil dan lemah, sehingga akibatnya tindakan dan respon yang mereka lakukan pun adalah tindakan-tindakan yang kecil dan tidak berarti.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Kalau anda perhatikan, pesan Tuhan lagi-lagi berbicara soal identitas. Tuhan melalui pesan-Nya ini memeringatkan setiap kita untuk mengecek mentalitas yang kita hidupi saat ini. Nilai apa yang sedang kita hidupi saat ini. Apakah kita ini adalah orang percaya yang “bermentalitaskan ayam” atau orang percaya yang “bermentalitaskan rajawali”? Apakah ada beda di antara keduanya? Jelas ada. Beda cara memandang diri, maka akan beda pula hasilnya. Beda cara menghidupi nilai kehidupan selama ini, akan beda pula respon dan tindakan yang akan kita lakukan. Dan otomatis akan beda pula hasilnya.
Beberapa prinsip tentang burung rajawali yang perlu kita pahami berkaitan dengan pesan Tuhan ini, agar senantiasa memiliki kekuatan yang baru di dalam Tuhan, di antaranya adalah:
(1). Rajawali selalu mengejar ketinggian
Yes. 40:31 tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.
Rajawali apabila kita perhatikan, dia berbeda dengan burung-burung yang lebih kecil yang terbang dengan mengepak-ngepakan sayapnya dengan cepat. Rajawali terbang selalu menantikan datangnya angin terlebih dahulu. Ia akan memanfaatkan kekuatan angin yang akan mendorong dirinya naik ke atas, sehingga ia cukup membentangkan sayapnya sesekali lalu dorongan angin itu yang akan membawa ia naik ke atas. Ia akan menikmati ketinggian di atas sana sendirian. Burung rajawali adalah burung yang tidak suka bergerombol beserta kawanan burung-burung lain atau bahkan dengan sesama jenisnya. Dia lebih memilih untuk meninggalkan kerumunan untuk terbang sendiri di ketinggian.
Ini mengingatkan akan Musa yang meninggalkan bangsa Israel dengan segala permasalahannya di perkemahan untuk naik ke gunung Tuhan, menyendiri bersama Tuhan di puncak gunung. Untuk tujuan apa Musa naik? Untuk berjumpa dengan Tuhan, mendengarkan apa yang akan Tuhan sampaikan untuk kemudian ia berikan kepada umat Israel di bawah sana. Musa kemudian turun ke bawah dengan membawa hukum Tuhan dan apa yang harus ia dan bangsa Israel lakukan selanjutnya.
Apakah naik ke gunung Tuhan membuat Musa lelah? Secara fisik mungkin, namun hal ini yang justru membuat Musa semakin kuat. Banyak hal yang ia alami di atas sana bersama Tuhan. Alkitab mencatat bahwa muka Musa menjadi bercahaya ketika ia turun dari gunung. Cara pandang Musa di dalam memandang segala sesuatu menjadi berbeda. Mengapa? Ketika kita spend waktu bersama Tuhan, cara pandang kita terhadap sesuatu seharusnya menjadi berbeda. Apabila kita terbiasa naik ke “ketinggian”, kita akan terbiasa melihat dengan cara yang benar.
(2). Rajawali berani untuk melakukan perubahan demi masa depannya
Yes. 40:31 tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.
Seruan Tuhan melalui nabi Yesaya ini sebetulnya mengajak bangsa Israel untuk berani mengambil langkah yang belum pernah mereka lakukan, yaitu datang dan menjadi satu dengan Tuhan. Mereka sebelumnya tidak pernah mengalami Tuhan secara pribadi. Kita tidak akan dapat menjadi satu dengan Tuhan apabila tidak sepakat dengan perkataan-Nya, tidak setuju dengan tuntunan-Nya. Karena kata ‘menanti-nantikan Tuhan’ itu memiliki makna bind together, yaitu datang dan setuju dengan Tuhan. Mungkin hal datang dan bersekutu dengan Tuhan bukanlah kebiasaan kita, duduk diam di hadirat-Nya bukan sesuatu yang kita gemari, namun mari kita belajar untuk berani mengubah kebiasaan lama kita dengan kebiasaan baru.
Rajawali memiliki cara yang menarik untuk memperpanjang usianya. Para pakar menggunakan istilah rebirth (kelahiran kembali). Rajawali di usia 40 tahun harus membuat keputusan yang menyakitkan: mati atau mengalami kelahiran kembali yang menyakitkan, apabila ia berani melakukannya maka usianya bisa diperpanjang 30 tahun lagi. Namun rajawali harus berani memecahkan paruhnya yang lama dan mencabut cakarnya serta bulu-bulunya sehingga dapat tumbuh yang baru. Seluruh proses ini membutuhkan waktu sekitar 5 bulan. Intinya adalah, apabila ia tidak berani membayar harga (dalam membuang bagian lama dari dirinya yang mana adalah sangat menyakitkan), maka ia tidak akan pernah mengalami perubahan apa-apa bagi dirinya.
Tidak sedikit orang menginginkan perubahan terjadi dalam hidupnya, namun enggan melakukan pengorbanan dengan berani melakukan perombakan dalam dirinya. Untuk dapat keluar dari masa kritis dan kemudian bertumbuh, kita harus berani menjalani perubahan. Untuk mengalami pengenalan akan Tuhan, kita tidak bisa sekedar hanya berkata ingin, namun tidak melakukan tindakan apa-apa. Rajawali demi untuk dapat bertahan dan tumbuh, ia rela untuk membuang bagian-bagian lama yang sudah usang dari dirinya.
Mari jemaat Tuhan, melalui pesan-Nya ini, lagi-lagi Tuhan sedang bicara tentang identitas benar yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya. Pertegas keberadaan kita. Menghidupi nilai yang salah atau tidak tepat akan membuat kita menjalani kebiasaan yang sama, sikap dan respon yang sama dengan nilai yang kita hidupi. Itulah yang dinamakan mentalitas. Hidupi nilai yang benar, sadari bahwa setiap kita adalah orang percaya yang bermentalitaskan Rajawali. Sehingga apapun yang kita hadapi, kita tetap berlari dan tidak menjadi lesu, berjalan dan tidak menjadi lelah.
Tuhan Yesus memberkati!