Lukas 14:31 Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang?
Ayat di atas merupakan bagian dari suatu perikop ayat 25 – 33 yang sedang berbicara tentang “harga kemuridan/cost of discipleship”. Di tengah kerumunan orang banyak yang berduyun-duyun mengikuti-Nya, Yesus mengajarkan bahwa barangsiapa ingin mengikuti Dia dan menjadi murid-Nya harus memutuskan terlebih dahulu apakah ia sudah siap untuk membayar harganya. Harga kemuridan yang sejati adalah berani mengorbankan semua hubungan dan kepemilikan, yaitu segala sesuatu yang kita miliki, termasuk harta benda, waktu, keluarga, kehidupan, cita-cita, rencana dan kepentingan pribadi kita sendiri (ay. 33). Yesus tidak bermaksud menantang orang-orang untuk membuang atau menyerahkan semua yang mereka miliki, tetapi segala yang mereka miliki harus dipersembahkan bagi kemuliaan Kristus.
Kepada orang-orang yang mengikuti-Nya itu Yesus memberikan beberapa contoh yang dapat mereka gunakan sebagai bahan pertimbangan sebelum mereka mengambil keputusan dalam mengiring Yesus. Ay. 26 merupakan contoh prioritas hubungan dalam keluarga yang mungkin dialami ketika seseorang memilih Yesus dalam hidupnya. Ay. 28-30 berbicara tentang menghitung anggaran terlebih dulu sebelum mendirikan menara. Ay. 31-32 berbicara tentang pertimbangan yang harus dibuat sebelum berperang melawan musuh yang jumlahnya lebih besar. Yesus tidak mau orang-orang mengiring Dia hanya karena sekedar terpukau dengan mujizat-mujizat-Nya ataupun semata-mata karena berkat-berkat yang mungkin mereka dapatkan ketika mereka mengetahui bahwa Yesus adalah sumber segala sesuatu. Yesus ingin mereka menyadari dan memahami bahwa ada tantangan yang mungkin dihadapi saat mengiring Dia. Ada resiko, ada aniaya, bahkan ada hal-hal berharga yang harus rela mereka korbankan.
Yesus tidak mau orang-orang mengiring dan melayani Dia seperti “membeli kucing dalam karung”, artinya, jangan sampai tidak tahu persis “barang” yang akan mereka beli. Tidak tahu persis siapa Pribadi yang mereka ikuti. Yesus tidak pernah menjanjikan bahwa hari akan selalu sejuk dan nyaman saat mengikuti Dia, mungkin ada hari-hari panas terik yang menyengat seperti ketika murid-murid mengikuti Yesus ke daerah Samaria. Mungkin juga ada hujan badai yang menerpa perahu hingga hampir tenggelam seperti saat murid-murid sedang menyeberang di danau Galilea.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan di minggu ini, yaitu agar kita mengenal lebih lagi siapa Pribadi yang kita ikuti dengan belajar memiliki sikap hati yang cakap untuk:
(1). Membuat pertimbangan
Mat. 1:20 Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.
Tuhan mengajarkan kita untuk tidak menjadi orang yang sembarangan dalam segala hal, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Selama beberapa waktu lalu Tuhan pernah mengajarkan kita untuk menjadi orang yang cakap dalam mengambil keputusan yang benar, karena memang ada begitu banyak keputusan yang harus kita ambil setiap hari, termasuk keputusan untuk mengiring dan melayani Tuhan. Sebelum memutuskan segala sesuatu, Tuhan mau kita terlebih dahulu membuat pertimbangan, sehingga tidak ada kata penyesalan atas keputusan yang diambil itu di kemudian hari. Dalam hal keputusan untuk mengiring dan melayani Tuhan, Yesus memberikan ilustrasi seperti orang yang hendak membangun menara. Hendaknya orang itu menghitung terlebih dahulu apakah ia memiliki dana yang dibutuhkan supaya jangan sampai hanya cukup untuk tahap peletakan dasarnya saja dan kemudian orang-orang akan mengejeknya karena ia hanya bisa memulainya, tetapi tidak dapat menyelesaikannya.
Ketika Yusuf mengetahui bahwa Maria telah mengandung, padahal mereka belum pernah bersetubuh. Maka demi untuk tidak membahayakan dan mencemarkan nama Maria di muka umum, Yusuf mempertimbangkan apakah ia harus menceraikan atau tetap bersama Maria. Namun ketika malaikat Tuhan nampak kepadanya dan memberitahukan bahwa anak yang dikandung Maria adalah dari Roh Kudus, maka Yusuf dengan penuh keberanian mengambil keputusan untuk menjadikan Maria sebagai isterinya dengan segala resiko yang mungkin terjadi.
(2). Memahami waktu
Pengkotbah 11:4 Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai.
Yusuf bukanlah seorang yang gegabah di dalam mengambil keputusan. Ia tidak serta merta menceraikan Maria tunangannya ketika mendapati Maria telah mengandung, dan ia pun bukan seorang pahlawan nekad yang begitu saja menikahi Maria demi cintanya kepada tunangannya itu. Namun dalam ketulusan hatinya ia mempertimbangkan segala sesuatunya terlebih dahulu sampai Tuhan memberikan pernyataan lewat malaikat sorgawi bahwa Maria adalah seorang yang dipercayakan Allah Bapa untuk mengemban tugas mulia, yaitu mengandung bayi Yesus. Ketika Yusuf selesai mempertimbangkan dan memperoleh jawaban Tuhan, maka tanpa menunda-nunda waktu lagi ia langsung bertindak seperti yang Tuhan nyatakan, karena ia menyadari bahwa itulah waktu-Nya (kairos) Tuhan.
Tidak salah memang kalau kita harus membuat pertimbangan sebelum mengambil keputusan, namun ada orang yang terus menerus menimbang-nimbang, tetapi tidak pernah mengambil keputusan apa-apa. Pengkotbah mengatakan, orang yang ragu-ragu seperti itu tidak akan pernah menabur apalagi menuai. Banyak orang yang dijamah oleh Yesus namun sedikit yang akhirnya mengiring-Nya dengan berbagai pertimbangan, namun ketika Bartimeus menyadari bahwa yang telah mencelikkan matanya adalah Yesus Sang Mesias Anak Daud, ia mengambil keputusan saat itu juga untuk mengikuti ke mana Yesus pergi.
(3). Mengikat komitmen
1 Raj. 19:21 Lalu berbaliklah ia dari pada Elia, ia mengambil pasangan lembu itu, menyembelihnya dan memasak dagingnya dengan bajak lembu itu sebagai kayu api; ia memberikan daging itu kepada orang-orangnya, kemudian makanlah mereka. Sesudah itu bersiaplah ia, lalu mengikuti Elia dan menjadi pelayannya.
Setelah Elia melemparkan jubahnya kepada Elisa, dan Elisa merasakan bahwa nabi yang telah memakaikan jubah kepadanya adalah utusan Tuhan, karena dia mengalami jamahan kuasa Tuhan yang dilepaskan Elia kepadanya, maka dengan segera ia memohon pamit kepada kedua orang tuanya, lalu pergilah Elisa mengiring Elia. Nampaknya kejadian tersebut berlangsung demikian singkat, sehingga ada yang meragukan kesungguhan hati Elisa dalam mengikuti Elia sebagai seorang nabi Tuhan. Tetapi bila kita perhatikan lebih teliti apa yang dilakukan Elisa sebelum pergi, bagaimana ia menyembelih lembu-lembunya serta membakar bajaknya menjadi kayu api, kita akan mengetahui bahwa apa yang dilakukan Elisa membuktikan bahwa sekali iring Tuhan, pantang ia mundur sedikitpun dan tidak akan kembali ke kehidupannya yang lama. Artinya, inilah komitmen yang dibuat Elisa di hadapan Tuhan. Ia sudah mempertimbangkannya masak-masak dengan segala resiko yang mungkin harus dihadapinya, namun ia tidak gentar, karena ia tahu persis kepada siapa ia akan mengabdikan dirinya.
Umat Tuhan, mari kita belajar melalui pesan Tuhan ini. Tuhan tidak mau kita menjadi orang-orang yang sembarangan mengambil keputusan, tetapi pertimbangkanlah segala sesuatu di hadirat-Nya. Ketika jawaban diperoleh, segeralah bertindak dalam tuntunan dan waktu Tuhan. Ikatlah komitmen dengan Tuhan untuk tetap setia mengiring dan melayani Tuhan di manapun Tuhan tempatkan kita.
Tuhan Yesus memberkati!