Yesaya 55:9 Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.
Latar belakang perikop ini sebetulnya berbicara tentang perkataan Tuhan melalui nabi Yesaya kepada bangsa Israel yang telah meninggalkan Allah dan kebenaran-Nya sehingga dibuang ke Babel. Di tengah masa kekeringan yang mereka alami selama di pembuangan, mereka memperoleh kemurahan Tuhan untuk diundang kembali masuk ke hadirat Allah, menikmati persekutuan dan berkat-berkat-Nya. Pada masa-masa jauh dari Allah, ada begitu banyak hal yang mereka coba pikirkan dan rancangkan bagi hidup dan masa depan mereka, menurut apa yang baik pada pemandangan mereka sendiri. Dan ketika itulah Allah berkata bahwa sesungguhnya rancangan Tuhan bukanlah rancangan manusia dan jalan Tuhan bukanlah jalan manusia. Bahkan Tuhan menegaskan bahwa sedemikan jauhnya perbedaan antara jalan Tuhan dengan jalan manusia, hingga Tuhan mengibaratkan jauhnya perbedaan itu seperti tingginya langit dari bumi. Namun kasih karunia Allah yang begitu besar menggerakkan Tuhan untuk mengundang bangsa Israel mendekat kembali kepada-Nya.
Pernyataan Tuhan ini tidak berarti bahwa Ia adalah Allah yang begitu jauh hingga Ia tidak bisa dimengerti dan dijangkau sama sekali oleh manusia. Ada teolog yang mengatakan bahwa betapa berbedanya manusia dengan Allah, sehingga sangat tidak mungkin bagi manusia untuk bisa menyelidiki dan mengenal Allah. Namun kita juga diingatkan bahwa kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dan lebih jauh lagi, sebagai orang-orang yang telah ditebus melalui kematian Yesus di atas kayu salib, antara kita dengan Allah ada keterhubungan dan keselarasan.
Tetapi ayat yang mengatakan bahwa seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan Tuhan dari jalan kita di atas adalah sungguh benar adanya. Meskipun kita sudah diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dan meskipun kita adalah ciptaan yang baru di dalam Kristus, jalan manusia tetaplah jalan manusia dan jalan manusia itu sangat berbeda dengan jalan Tuhan. Itulah sebabnya, kita tidak perlu terkejut ketika Tuhan melakukan sesuatu yang sama sekali kita tidak mengerti. Bahkan kita akan semakin menemui kesulitan apabila kita mencoba berkonfrontasi dengan Tuhan mengenai ketidakmengertian kita terhadap jalan-Nya.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita memasuki penghujung 2013 ini. Berbedanya jalan Tuhan dari jalan manusia, bukan berarti kita membiarkan hal itu berjalan begitu saja, dimana kita tetap bersikeras dengan jalan kita, dan membiarkan Tuhan dengan jalan-Nya. Karena kita tahu bahwa jalan Tuhan adalah yang terbaik, jalan Tuhan adalah jalan kemenangan, dan jalan Tuhan adalah jalan kehidupan. Perbedaan yang terjadi antara jalan Tuhan dengan jalan kita, seringkali diartikan oleh kita, pihak manusia, sebagai kesalahan Tuhan yang tidak mau mengerti jalan kita. Padahal sebaliknya, perbedaan yang terjadi adalah kesempatan untuk mau menyelaraskan jalan kita dengan jalan Tuhan.
Apa yang seharusnya kita lakukan ketika menyadari bahwa jalan manusia berbeda dengan jalan Tuhan?
(1). Naik ke tempat kudus-Nya Tuhan
Maz. 73:17 sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka.
Asaf, seorang pemazmur, sempat mengalami ketidakmengertian dalam hidupnya ketika memerhatikan tingkah laku dan kemujuran orang fasik. Meskipun mereka menjalani hidup yang tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan dan jalan dengan berkalungkan kecongkakan dan kekerasan, namun mujur dan gemuk tubuh mereka. Mereka tidak mengalami kesusahan hidup, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain. Awalnya Asaf merasa diperlakukan tidak adil oleh Tuhan, mengingat bagaimana ia berjuang untuk hidup benar seperti yang telah ia jalani selama itu. Bahkan sedikit lagi, ia hampir-hampir saja meninggalkan jalan Tuhan karena demikian cemburunya terhadap orang-orang fasik tersebut.
Asaf sempat merasa bahwa jalan yang ia lakukan adalah suatu kesia-siaan. Pada saat ia mempertahankan hati untuk tetap bersih di hadapan Tuhan, hidup dengan tangan yang selalu terbasuh, namun justru kesialanlah yang ia peroleh. Seperti orang terkena tulah layaknya. Ia sama sekali tidak mengerti dengan cara Tuhan bertindak. Ia merasa jalan Tuhanlah yang salah, dan jalannyalah yang lebih benar. Namun di tengah kebingungannya, Asaf memutuskan untuk tidak menjauh dari jalan Tuhan. Ia mencoba masuk lebih dalam lagi ke tempat kudus-Nya Tuhan, dan mencari jawaban pada Sumber yang benar. Dan apa yang terjadi? Di hadirat Tuhan Asaf menemukan jawabannya. Ia menjadi mengerti, untuk tujuan apa ia harus menjalani sesuatu yang awalnya ia pikir sangat tidak adil tersebut. Semua itu tidak lain adalah cara Tuhan mendewasakan dirinya dan mengajar ia untuk melihat segala sesuatu dengan “kacamata”-Nya Tuhan, dan bukan dengan pengertiannya sendiri.
(2). Memilih untuk setuju dengan jalan Tuhan
Luk. 1:38 Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
Bagi banyak orang, didatangi malaikat adalah suatu pengalaman yang menegangkan sekaligus menyenangkan, karena Tuhan selalu datang dengan kabar sukacita-Nya dari Sorga. Namun bagi Maria, kedatangan malaikat Gabriel membawa pesan Tuhan yang sama sekali di luar dugaannya, yaitu bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Kabar itu bahkan dapat dianggap sebuah “malapetaka”, karena bagi seorang perawan yang belum menikah dan kedapatan hamil, maka dilempari batu sampai mati adalah hukumannya.
Jangankan untuk mencoba mengerti bagaimana cara kerja kuasa Roh Kudus yang akan turun atasnya dan mengandung bagi-Nya seorang bayi kudus, membayangkan akibatnya saja pun Maria tidak berani. Baginya ini merupakan suatu beban yang terlalu berat yang harus ia pikul. Ia sama sekali tidak mengerti jalan Tuhan yang sedang dijalaninya. Sangat dipahami bila ia ingin protes kepada Tuhan, dan meminta agar tugas berat ini dialihkan saja kepada orang lain yang lebih sanggup dari padanya.
Namun Maria segera menyadari bahwa ia adalah seorang hamba Tuhan. Bukan suatu kebetulan kalau ia yang dipilih Tuhan untuk memikul tugas yang mulia ini. Kalau pun ia tidak sanggup membayangkan resiko yang akan terjadi, ia percaya bahwa kuasa Tuhanlah yang akan bekerja atas dirinya, meskipun ia tidak mengetahui bagaimana cara Tuhan bekerja. Dengan sikap dewasa dan lapang hati ia mempersilakan Tuhan berkarya, meskipun itu bukan jalan yang ia pilih. Ia hanya bisa berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
Mari umat Tuhan, mungkin hari-hari ini kita sedang menjalani sesuatu yang tidak kita mengerti dalam pengiringan kita kepada Tuhan. Ada jalan yang mungkin bertentangan dengan keinginan kita, namun kita tahu itu jalan Tuhan dimana kita tetap harus menghadapinya. Tempatkanlah diri kita secara benar, sebagaimana Maria menempatkan dirinya di hadapan Tuhan, yaitu sebagai seorang hamba Tuhan. Sikap tersebut akan membuat kita berlapang hati untuk siap dipimpin oleh Tuhan. Dan camkanlah baik-baik bahwa seorang hamba Tuhan selalu memiliki akses untuk datang dan masuk ke tempat kudus-Nya Tuhan. Mari kita datang mendekat kepada-Nya.
Tuhan Yesus memberkati!