1 Tawarikh 12:32 Dari bani Isakhar orang-orang yang mempunyai pengertian tentang saat-saat yang baik, sehingga mereka mengetahui apa yang harus diperbuat orang Israel: dua ratus orang kepala dengan segala saudara sesukunya yang di bawah perintah mereka.
Ayat di atas merupakan catatan mengenai suatu masa di mana kepemimpinan Saul sebagai raja atas Israel sudah berakhir. Saul mati akibat ketidaksetiaannya kepada Tuhan, dan Tuhan bermaksud memilih Daud dan mengangkatnya menjadi raja menggantikan Saul, sebagaimana yang telah Ia janjikan. Sebetulnya, jauh sebelum peristiwa ini terjadi, seandainya mau mengikuti kehendak dirinya sendiri, Daud telah mempunyai banyak kesempatan untuk menjadi raja atas Israel. Kelengahan-kelengahan maupun pelanggaran-pelanggaran Saul merupakan suatu celah yang menjadi keuntungan yang memungkinkan Daud untuk bisa segera naik tahta menjadi raja. Namun Daud menyadari bahwa hal itu bukan berasal dari kehendak dan waktu-Nya Tuhan, melainkan kehendak dan waktunya sendiri. Daud tahu bahwa ia telah diurapi untuk menjadi raja suatu hari kelak, tetapi ia memilih untuk menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan. Bahkan ketika mendengar bahwa Saul telah mati, Daud memilih untuk tetap diam dan tidak mau mendahului Tuhan.
Kemudian datanglah pasukan bersenjata dari berbagai suku untuk bergabung dan mengabdikan diri mereka kepada Daud. Suku demi suku datang dengan segenap orang-orang bersenjatanya dan menyatakan kesetiaan mereka kepada Daud. Dari kedua belas suku yang datang bergabung, ada satu suku yang datang bukan hanya dengan sejumlah orang yang cakap untuk memimpin dan berperang saja, tetapi juga merupakan orang-orang yang memiliki pengertian akan waktu, yaitu suku Isakhar, alangkah luar biasanya! Suku Isakhar bahkan bukan hanya sekedar memiliki “pengetahuan” tentang waktu, lebih luar biasa lagi karena mereka juga tahu waktu-Nya Tuhan, kapan waktunya umat Tuhan harus bergerak, tahu ke arah mana Tuhan sedang bergerak dan bagaimana mengikuti langkah-Nya. Pada saat bangsa Israel mengalami kekosongan jabatan seorang raja, maka suku Isakharlah yang datang kepada Daud dan menyatakan bahwa inilah waktu Tuhan bagi Daud untuk menerima tampuk kepemimpinan sebagai raja.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita, bahwa hari-hari ini diperlukan umat-umat Tuhan yang memiliki pengertian tentang waktu, sehingga tahu apa yang sedang Tuhan kerjakan dan ke arah mana Tuhan mau kita mengikuti-Nya. Pada umumnya, seringkali umat Tuhan bergerak terlalu cepat mengikuti kehendak diri sendiri, mendahului waktu Tuhan, atau justru bergerak terlalu lambat, sehingga melewatkan momen penting yang sebetulnya Tuhan sediakan bagi umat-Nya. Lebih parah lagi ada juga umat Tuhan yang tidak bergerak sama sekali.
Suatu kali, Yesus pernah menangisi Yerusalem ketika Ia sedang melihat kota itu dari dekat. Ia menangis karena prihatin atas penduduknya yang tidak menyadari akan waktu lawatan Tuhan atas kota itu. Mereka tidak peduli akan Mesias yang begitu mereka nanti-nantikan, yang sesungguhnya sudah ada di antara mereka, dan telah menawarkan jalan keselamatan. Bukan saja tidak mengenali, mereka bahkan tidak segan-segan menyalibkan Sang Mesias di atas kayu salib.
Mari kita belajar memahami tentang waktu-Nya Tuhan dalam hidup kita lebih baik lagi.
(1). Memahami bahwa Tuhan bergerak dengan waktu dan cara-Nya sendiri
Yoh. 2:4 Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.”
Ketika Maria, ibu Yesus, mengetahui bahwa tuan rumah dalam pesta perkawinan di Kana kehabisan air anggur, maka ia segera memberitahukan Yesus dengan harapan Anaknya itu segera melakukan sesuatu mujizat. Namun Yesus ternyata tidak segera melakukan tindakan apapun. Ia hanya berkata bahwa waktu-Nya belum tiba. Maria yang tahu persis siapakah Yesus segera memaklumi bahwa Yesus memang bergerak bukan dengan waktu manusia, melainkan sesuai dengan waktu Kerajaan Sorga. Seringkali kita memaksa Tuhan untuk bergerak dengan waktu dan cara kita sendiri, dan ketika Tuhan belum melakukan sesuatu seperti yang kita mau, maka dengan mudah kita menjadi kecewa.
Ketika Maria mengetahui bahwa waktu Yesus belum tiba, maka yang ia lakukan adalah menyuruh para pelayan mengikuti Yesus dan melakukan apa yang Yesus perintahkan. Ketika Yesus melihat ada tempayan, maka diperintahkan-Nyalah para pelayan itu untuk mengisinya dengan air. Setelah seluruh tempayan terisi air, maka salah seorang pelayan disuruh Yesus untuk mencedok dan membawanya kepada pemimpin pesta. Saat itulah air biasa telah berubah menjadi anggur terbaik yang pernah ada. Kita tidak tahu kapan Yesus merubah air menjadi anggur, namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana sikap kita dalam menantikan waktu Tuhan, yaitu mengikuti langkah Yesus dan lakukan apa yang Ia perintahkan kepada kita, dan lihat apa yang selanjutnya terjadi.
(2). Memahami bahwa apa yang Ia janjikan pasti digenapi
Bil. 23:19 Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?
Penyebab tidak digenapinya janji Tuhan dalam kehidupan seseorang bukanlah karena Tuhan tidak menepati apa yang Ia janjikan, namun mungkin karena orang itu sudah tidak lagi menaruh kepercayaannya kepada Tuhan maupun kepada janji-janji-Nya. Sebagian orang merasa terlalu lelah saat menantikan penggenapan janji Tuhan, sebagian lain lebih memilih mengambil jalan pintas untuk menerima janji itu dengan caranya sendiri.
Setelah kebangkitan Yesus dari kematian, Ia berjumpa dengan banyak murid dan berulang kali berbicara mengenai Kerajaan Allah. Menjelang kenaikan-Nya ke Sorga, Ia memerintahkan murid-murid untuk tinggal di Yerusalem, menantikan janji Bapa, yaitu janji akan diperlengkapinya murid-murid dengan kuasa Roh Kudus. Maka berkumpullah mereka di atas kamar loteng, berdoa, bersehati, dan bersepakat hingga akhirnya dipenuhi dengan Roh Kudus di hari Pentakosta. Hal yang menarik dari kisah ini adalah kesehatian untuk terus bertekun menantikan apa yang Tuhan janjikan. Awalnya Alkitab mencatat ada sekitar lima ratus murid yang Yesus jumpai setelah kebangkitan-Nya, namun hanya seratus dua puluh orang saja yang akhirnya mengalami penggenapan janji Tuhan di hari Pentakosta. Ke manakah murid-murid yang lainnya? Mungkin ada murid-murid yang mulai menjadi lelah, ada yang meragukan apa yang dijanjikan Tuhan, mungkin juga ada yang fokusnya mulai beralih kepada hal yang lain, dan sebagainya.
Umat Tuhan, meskipun kita saat ini hidup di dalam suatu dimensi waktu dunia yang sedang berjalan dengan teratur, dimana ada jam-jam yang kita lalui, hari berganti hari hingga bertambahnya usia kita tahun demi tahun. Namun ingatlah bahwa juga ada waktu Tuhan yang sedang berjalan, dan waktu Tuhan inilah yang mengatur dan menentukan terjadinya penggenapan demi penggenapan dari apa yang Ia janjikan, termasuk hari kedatangan-Nya yang kedua kali. Seringkali kita mencoba mengatur dan menentukan penggenapan janji Tuhan dengan menggunakan waktu kita sendiri, namun melalui pesan ini Tuhan mau kita menjadi orang-orang seperti suku Isakhar yang memiliki pemahaman dan pengertian tentang waktu-Nya Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati!