Matius 27: 50- 51 (50) Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya. (51) Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah,
Suatu peristiwa yang sangat dramatis terjadi ketika Yesus berseru dengan suara yang nyaring di atas kayu salib kepada Bapa di Sorga sambil menyerahkan nyawa-Nya yang kemudian diikuti terbelahnya tabir Bait Suci menjadi dua dari atas sampai ke bawah. Terbelahnya tabir Bait Suci tersebut bukanlah sekedar pertunjukkan atau “konsekuensi fisik”, akibat kematian Sang Juruselamat untuk menebus dosa seluruh umat manusia yang menimbulkan efek gempa bumi semata-mata. Sesungguhnya, terbelahnya tabir Bait Suci tersebut mengandung makna ilahi yang sangat mendalam.
Dosa yang dilakukan manusia telah membuat hubungannya dengan Allah menjadi terputus dimana manusia tidak bisa lagi berhubungan secara langsung dengan Allah. Hanya orang-orang tertentu yang telah dikuduskan saja, semisal imam besar yang mewakili umat Tuhan, yang dapat menjalin hubungan dengan Allah Bapa dan masuk ke ruang Mahakudus di Bait Suci yang dibatasi oleh sebuah tabir pemisah berupa tirai. Itupun dilaksanakan hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Namun Yesus telah mengubah semua itu. Kematian-Nya di atas kayu salib telah “menyingkirkan” semua pembatas tersebut, sehingga kita sebagai umat yang telah ditebus oleh kuasa Darah Yesus dapat masuk ke ruang tahta Allah dengan penuh keberanian.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ini. Kalau Yesus saja mau mengorbankan nyawa-Nya untuk mati di atas kayu salib demi untuk memulihkan hubungan antara manusia yang telah jatuh ke dalam dosa dengan Diri-Nya sendiri, lalu bagaimana dengan kita? Tuhan ingin setiap kita, sebagai umat-umat yang telah dimerdekakan lewat kematian-Nya, juga mau menyingkirkan segala tabir pembatas apapun yang dapat menghalangi pengenalan manusia kepada Kristus Yesus.
Kalau kita memerhatikan pesan demi pesan yang Tuhan berikan di Tahun Kerelaan Memberitakan Injil Damai Sejahtera ini, maka sebenarnya sebelum kita benar-benar menjadi berkat bagi keluarga dan bangsa, pertama-tama Tuhan mau setiap kita memiliki dasar berpijak dan bertindak yang benar terlebih dahulu (ingat pesan Tuhan minggu lalu), yang kemudian diikuti oleh kerelaan untuk mau menyingkirkan segala bentuk batas pemisah yang akan menghalangi pengenalan orang-orang akan Yesus.
Batas-batas pemisah yang harus disingkirkan itu tidak berbentuk tabir atau kain seperti di Bait Suci pada waktu itu yang mudah terlihat dengan mata jasmani yang tinggal dirobek begitu saja. Batas pemisah itu berupa, antara lain:
(1). Prinsip agamawi
Matius 6: 10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
Keberadaan Yesus di bumi bukanlah untuk memperkenalkan sebuah agama baru di dunia ini, melainkan menawarkan keselamatan kekal bagi barangsiapa yang percaya kepada-Nya. Bahkan orang-orang Farisi dan Saduki yang terkenal dengan prinsip-prinsip agamawinya sekalipun tidak luput dari kecaman Yesus. Mereka hanya bisa mencela dan mengomentari orang lain dari ‘kaca mata’ kitab mereka, tanpa melakukan sendiri apa yang tertulis dalam kitab tersebut. Batas-batas pemisah inilah yang harus disingkirkan.
Prinsip agama adalah manusia mencari Tuhan yang ada nun jauh di Sorga tanpa pernah mendapatkannya. Agama mengajarkan perbuatan baik supaya mendapat pahala dengan harapan bisa masuk Sorga kelak. Namun Yesus, Allah yang turun ke dunia itu, mengajarkan orang-orang percaya yang sudah mengalami karya penebusan Diri-Nya di atas kayu salib agar menjadi orang-orang yang menghadirkan Kerajaan Allah di bumi, bergerak dengan kuasa Roh Allah dan menjadi dampak yang dapat dirasakan oleh dunia. Salah satu penghalang bagi orang-orang untuk menerima keselamatan dari Allah adalah karena banyak orang percaya yang hanya menawarkan agama saja, bukan keselamatan kekal.
Ingatkah akan apa yang dilakukan Yesus bersama murid-murid-Nya ketika itu? Yesus yang diurapi Allah dengan kuat kuasa berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Bapa menyertai Dia. Dan yang terpenting adalah bahwa orang-orang bukan sekedar disembuhkan dari sakitnya, melainkan juga menerima keselamatan.
(2). Prinsip pencapaian dunia
Yosua 24: 15B Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!”
Dalam hal mencapai prestasi, prinsip dunia menekankan untuk bergerak secepatnya, dan melangkah sejauh-jauhnya. Pada bidang-bidang tertentu mungkin saja prinsip ini dapat diberlakukan. Sebagai misal, dalam mengejar kepandaian, prinsip dunia menekankan untuk mengejar ilmu setinggi-tingginya dan sebanyak-banyaknya, yang mana hal tersebut adalah sah-sah saja. Namun ternyata semua prinsip itu tidak berlaku mutlak, kalau melihat apa yang terjadi di zaman Yosua. Bayangkan, pada waktu itu satu bangsa mengenal dan menyembah satu Allah yang sama, yaitu Allah Israel. Sungguh suatu pencapaian yang luar biasa, bukan?
Kunci keberhasilan Yosua memenangkan satu bangsa untuk menyembah kepada Allah yang sama ternyata dimulai dari keputusan seorang kepala keluarga untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan, bersama isteri dan anak-anaknya, membangun mezbah dan melayani Tuhan bersama-sama. Keputusan Yosua ini dapat dikategorikan berbahaya dan di luar kelaziman, mengingat pada zaman itu ada tekanan hukum mengenai perbedaan status yang mencolok antara pria dan wanita. Namun, Yosua berani menyingkirkan tabir pemisah tersebut dengan mengambil keputusan untuk membangun hubungan dengan Tuhan bersama isteri dan anak-anaknya. Dan hasilnya, terjadilah impartasi yang luar biasa atas bangsa itu, yang dimulai dari keluarga Yosua.
Mari umat Tuhan, masih ada begitu banyak tabir pemisah lainnya yang harus kita singkirkan guna mengembalikan seluruh prinsip-prinsip yang berlaku saat ini kepada prinsip kebenaran firman Tuhan, sehingga apa yang menjadi penghalang untuk memberitakan Kabar Baik kepada banyak bangsa yang ada selama ini dapat diruntuhkan.
Tuhan Yesus memberkati!