Kepalsuan Menghalangi Pengenalan (Pesan Gembala, 9 Februari 2020)

Yohanes 1:45-51 (47) Kata Filipus kepadanya: “Mari dan lihatlah!” Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” 

Pada waktu itu, di dalam praktek pergaulan hidup, orang Israel mahir sekali mempergunakan segala tipu daya muslihat untuk mengakali hukum Tuhan itu. Mereka mahir sekali dalam memutarbalikkan fakta. Yang benar bisa mereka katakan tidak benar dan yang tidak benar bisa mereka katakan benar. Dan untuk hal itu mereka berani mengangkat sumpah untuk memperkuat legitimasi mereka atas kebohongan mereka. 

Bahkan para pedagang yang ada di bait suci sekalipun berani bersumpah demi sorga bahwa dagangan mereka dapat dipercaya harganya. Maka terjadilah pembohongan yang sangat salah. Mereka berani mengatasnamakan sorga, atau bahkan demi nama Tuhan sendiri. Semua itu dilakukan dengan tujuan agar membuat orang lain menjadi percaya demi untuk keuntungan diri pribadi semata-mata. 

Bagaimana dengan dunia kerohanian masa kini, apakah ada produk palsu di dalamnya? Ternyata ada. Salah satu istilah kepalsuan di dalam kerohanian seringkali digunakan kata munafik. Munafik memiliki arti orang yang perkataannya berbeda dengan isi hatinya, apa yang diucapkan tidak sesuai dengan perbuatannya. Munafik dalam arti kata lain penuh kepalsuan, seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang Farisi di zaman tersebut. Mereka sangat ahli dalam hal kitab suci mereka, tetapi sayang tidak selaras dengan perbuatannya. 

Hidup dalam kepalsuan adalah tanda bahwa seseorang tidak sungguh-sungguh bertobat dan tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan. Karena tidak ingin kehilangan pamor atau reputasinya, maka orang dengan segala upaya berusaha menutup-nutupi segala kebobrokannya dengan menampilkan hidup yang seolah-olah rohani dengan tujuan agar dipuji, dihormati dan dihargai orang lain. 

Namun yang luar biasa, ketika suatu hari Yesus berjumpa dengan Natanael yang diperkenalkan oleh Filipus kepada-Nya, Ia melihatnya sebagai seorang yang berbeda dengan rata-rata kebanyakan orang pada waktu itu. Ada kejujuran dan ketulusan hati pada diri Natanael. Itulah sebabnya, Yesus mengatakan pada Natanael bahwa ia adalah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalam dirinya. 

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ini. Ketulusan hati dan kejujuran adalah sesuatu yang mahal hari-hari ini. Banyak orang memilih untuk tidak menampilkan diri apa adanya dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa dengan tujuan agar lebih dihargai oleh sesama. Bahkan terhadap Tuhan sekalipun tidak sedikit orang percaya yang menutup-nutupi dirinya. Tuhan tidak menghendaki hal itu. Bukan saja menjadi sesuatu yang tidak berkenan, namun hal itu akan menghalangi seseorang ke dalam pengenalan akan Tuhan. Tuhan sedang mengajak kita semua untuk mengalami diri-Nya lebih dalam lagi. 

Beberapa hal yang harus kita miliki agar mengalami Tuhan, di antaranya adalah: 

(1). Miliki kerinduan untuk mendapatkan jawaban, jangan pura-pura mengerti. 

Yoh. 1:46 Kata Natanael kepadanya: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” 

Pengalaman Filipus berjumpa dengan Yesus membuat ia rindu memerkenalkan Natanael kepada-Nya. Disitu Filipus  mengatakan bahwa ia telah menemukan seorang pribadi bernama Yesus, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret. Mendengar kata Yesus (Yun. Yeshua atau Yehoshua: Tuhan sang Penyelamat) seperti yang disebut oleh Musa di kitab Taurat, Natanael paham. Bahwa hal dahsyat pasti diberitakan dari pribadi yang dahsyat pula. 

Namun ketika Filipus berkata bahwa sang Juruselamat itu anak Yusuf dari Nazaret, Natanael menjadi heran. Ia bertanya, apakah mungkin sesuatu yang baik datang dari Nazaret. Nazaret adalah kota kecil yang sangat tidak penting sama sekali. Dalam hal ini, respon Natanael sangat masuk akal, ia seorang yang memelajari firman Tuhan. Dan memang benar, Nazaret tidak pernah disebutkan sama sekali di kitab Perjanjian Lama. Namun Natanael tidak terpaku begitu saja, ia lantas mencari tahu apakah benar dari sebuah tempat yang tidak diperhitungkan lahir sesuatu yang baik. Sejauh mana rasa keingintahuan kita akan mengenal dan mengalami Yesus? 

(2). Miliki kerendahkan hati untuk mau mengalami Tuhan, jangan jaga image. 

Yoh. 1:47a Kata Filipus kepadanya: “Mari dan lihatlah!”… 

Setelah Natanael berkata: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?”, Filipus tidak ingin berdebat dan ia tidak pula menjadi tersinggung. Kita bisa belajar dari sikap tenang Filipus. Ia tidak bicara banyak, ia hanya berkata: “Mari dan lihatlah (Eng. to experience).” Disini Filipus meneguhkan iman Natanael yang sedang diliputi keragu-raguan dengan mengajaknya untuk tidak memercayai perkataannya begitu saja, tetapi harus bertemu langsung dengan Yesus dan mengalami-Nya sendiri. 

Natanael berharap, untuk membuktikan bahwa apakah benar Yesus adalah Pribadi dahsyat yang datang dari Nazaret yang kecil, ia sudah membayangkan bahwa ia akan bertanya dengan sejumlah pertanyaan apakah benar Yesus adalah Mesias seperti yang diceritakan Filipus. Namun, alih-alih Natanael bertanya ini dan itu, yang terjadi adalah Yesus sudah terlebih dahulu menyatakan sesuatu pada diri Natanael, bahwa sebelum Filipus mengajak Natanael kepada-Nya, Ia telah melihat Natanael di bawah pohon ara. Bukannya Natanael yang “melihat” Yesus, namun Yesus yang “melihat” Natanael terlebih dahulu. Dan sungguh pertemuan dengan Yesus benar-benar sebuah pengalaman Natanael yang luar biasa. 

Mari jemaat Tuhan, ketika kita mendengar bahwa ada Pribadi yang dahsyat rindu untuk bertemu dengan kita anak-anak-Nya. Ia mengundang kita agar mengalami sebuah pengalaman pribadi yang belum pernah kita alami. Apakah kita akan menyambut-Nya dengan ketulusan hati, ataukah kita bersikap seolah-olah tidak memerlukannya? 

Tuhan Yesus memberkati! 

Kepalsuan Menghalangi Pengenalan (Pesan Gembala, 9 Februari 2020)

| Warta Jemaat |
About The Author
-