Hati-hati dengan Hati yang  Menipu

HATI-HATI DENGAN HATI YANG MENIPU

Yeremia 17:9-10 (9) Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?

Yeremia, seorang nabi Tuhan yang ditempatkan di Israel Selatan atau Yehuda, menyaksikan sendiri bagaimana kehidupan iman dan perilaku keseharian umat Tuhan yang jauh dari kehendak-Nya. Hukuman dinubuatkan bagi mereka tentang kehancuran bangsa akibat dosa. Yeremia menjadi yakin bahwa Tuhan akan menjatuhkan hukuman atas Yehuda sehingga Yehuda akan mengalami kerugian yang hebat akibat perbuatan mereka sendiri.

Walaupun nubuat sudah disampaikan, dengan harapan Yehuda bertobat, namun kenyataannya justru mereka berpaling dari Tuhan dan berharap kepada Mesir untuk melindungi mereka dari gangguan
bangsa lain. Mereka lebih mengandalkan manusia dari pada mengandalkan Tuhan. Yeremia menyampaikan firman Tuhan dengan tegas dan jelas, bahwa tiap orang yang mengandalkan manusia akan dikutuki Tuhan. Mengandalkan manusia itu adalah ketika seseorang menjadikan diri sendiri sebagai pusat pertimbangan.

Kebalikan dengan kondisi mereka yang dikutuki Tuhan, Yeremia kemudian memberikan paparan bahwa mereka yang mengandalkan Tuhan akan diberkati. Apa yang dimaksud dengan mengandalkan Tuhan? Yaitu mereka yang menjalin kedekatan yang kuat dengan Tuhan dan sangat bergantung dan berharap pada-Nya. Apapun yang direncanakan ataupun yang dilakukan, Tuhan dilibatkan.

Namun sayangnya, meskipun sudah demikian gamblang dan jelas perbandingan yang disampaikan Yeremia terhadap bangsa Yehuda tentang apa yang dimaksud dengan mengandalkan manusia dan mengandalkan Tuhan dengan segala konsekuensinya, tetap saja mereka melakukan apa yang mereka pandang baik menurut hati mereka sendiri. Mereka melakukan apa yang jahat di mata Tuhan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Itulah sebabnya Yeremia menyimpulkan bahwa betapa liciknya hati manusia itu, bahkan lebih licik dari segala sesuatu.

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Seringkali manusia terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa iblislah yang menjadi penyebab atas segala sesuatu yang buruk yang mereka alami. Memang, tidaklah salah apabila mengatakan bahwa iblis adalah sosok yang menginginkan manusia mengalami kegagalan dan kejatuhan. Namun jangan lupa, bahwa seringkali manusia tidak menyadari bahwa ada wilayah di dalam dirinya, seperti yang dikatakan Yeremia, yaitu hati yang licik yang bisa menipu si manusia itu sendiri. Ia merasa apa yang dilakukan adalah benar padahal tidak.

Kelicikan hati yang tidak disadari ini yang seringkali membuat tidak sedikit orang percaya “tertipu” di dalam membuat berbagai
keputusan, berjalan di luar kehendak Tuhan, melakukan apa yang dipandang baik oleh dirinya sendiri, merasa mendengar suara Tuhan, dan lain-lain. Hal ini pula yang disampaikan oleh Yeremia sebagai peringatan bahwa betapa liciknya hati manusia itu, bahkan lebih licik dari pada segala sesuatu. Tuhan melalui pesan-Nya, menghendaki setiap orang percaya merestorasi hatinya. Bersiap-siaplah untuk ditunjukkan jalan oleh Tuhan.

Beberapa hal yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan pesan Tuhan ini agar hati kita tetap terpelihara dengan baik, di antaranya adalah dengan:

(1). Pastikan Tuhan satu-satunya yang bertahta di hati

Yer. 17:12-13 Takhta kemuliaan, luhur dari sejak semula, tempat bait kudus kita! Ya pengharapan Israel, TUHAN,…

Ada banyak orang yang mengira bahwa dengan menjadi orang percaya, maka otomatis hatinya ikut percaya, padahal pada
kenyataannya tidaklah demikian. Meski sudah menerima Yesus, bukan berarti bahwa hati akan seratus persen aman. Idealnya memang seperti itu, sebab dengan menerima Yesus kita sudah menjadi ciptaan baru, dengan hati yang baru, bebas dari kontaminasi-kontaminasi buruk di masa lalu. Namun demikian, ada banyak orang yang kemudian terlena dan terjebak kembali kepada hal-hal buruk.

Bisa saja iblis yang menguasai hati orang itu baik sadar atau tidak, atau mungkin pula diri sendiri yang menjadi raja di dalam hatinya. Tidak menyediakan tempat bagi Tuhan bertahta di hati, dan jika itu yang terjadi maka orang percaya pun sedang terseret ke dalam bahaya yang berujung kehilangan banyak hal dari Tuhan. Mana yang lebih menggambarkan situasi hati kita hari-hari ini? Anggaplah diri kita seperti sebuah lembaga kerajaan, maka siapa yang memimpin akan sangat menentukan perjalanan hidup kita. Kita harus menentukan siapa yang menjadi pemimpin atau raja di dalamnya.

(2). Pastikan segala bentuk noda di hati disingkirkan

Yer. 17:14 Sembuhkanlah aku, ya TUHAN, maka aku akan sembuh; selamatkanlah aku, maka aku akan selamat, sebab Engkaulah kepujianku!

Saat kita kecewa dengan orang lain dan membiarkan rasa sakit berkecamuk, kepahitan dan kebencian akan mulai memenuhi hati kita. Rasa benci yang mulai tumbuh dari dalam hati kita akan menimbulkan tindakan yang sangat berbahaya, mulai dari menilai seseorang secara salah dan bahkan mendorong kita untuk melakukan tindakan-tindakan yang lebih jauh lagi. Dalam kamus Webster disebutkan bahwa ‘benci’ adalah memiliki ketidaksukaan yang kuat. Rasa tidak suka atau benci ini hanya akan membuat kita kehilangan belas kasihan untuk mengampuni bahkan tanpa sadar mulai mencemarkan hati kita, sedangkan kita tahu bahwa hati adalah pusat kehidupan kita.

Tuhan sama sekali tidak merancangkan kita untuk hidup dalam sifat-sifat negatif seperti benci, dendam, kecewa, kemarahan, dan sebagainya. Dia merancangkan kita untuk hidup dalam kasih-Nya yang dipenuhi dengan segala hal-hal yang baik. Kita butuh berpikir seperti Tuhan berpikir, memandang seperti Tuhan memandang. Dia tidak pernah sakit hati, malahan selalu menawarkan pengampunan kepada kita seperti yang Dia lakukan atas kita.

Mari jemaat Tuhan, saat kita menyadari bahwa kehidupan kita terpancar memalui kondisi hati dan ketajaman akan menangkap tuntunan Tuhan dipengaruhi dari hati yang bersih, maka apapun kecemaran yang mengotorinya segera ambil langkah untuk membersihkannya, mintalah pada Tuhan untuk menyembuhkannya.

Tuhan Yesus memberkati!

Hati-hati dengan Hati yang Menipu

| Warta Jemaat |
About The Author
-