Keluaran 4:1-17 (1) Lalu sahut Musa: “Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?” 

Bukan hanya satu atau dua kali Musa meragukan dirinya sendiri ketika Allah suatu hari mengutusnya pergi ke Mesir untuk menghadap Firaun guna memohon pembebasan bagi bangsa Israel dari perbudakan. Sebenarnya hal wajar bagi orang biasa untuk berkata demikian, mengingat siapakah yang sanggup melakukan tugas yang demikian besar dari Tuhan. Namun sebaliknya, sangatlah aneh apabila yang berkata seperti itu adalah seseorang yang dikenal memiliki Allah yang demikian luar biasa, seperti Musa, dan demikian pula halnya dengan setiap kita.

Respon Musa atas perintah ini tidak serta merta menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang kurang percaya kepada kuasa Tuhan. Pokok permasalahan sebenarnya adalah bahwa pada awalnya Musa lebih melihat kepada keterbatasannya sendiri daripada kuasa Tuhan. Dari beberapa pertanyaan yang ia ajukan kepada Allah, kita dapat menyimpulkan bahwa Musa sangat tidak percaya akan kemampuan dirinya sendiri. Ia tidak percaya bahwa orang-orang di Mesir akan mendengar perkataannya (Ay. 1), ia juga merasa tidak pandai bicara, karena dari dahulu ia merasa dirinya adalah seorang yang berat lidah atau kurang fasih dalam berkata-kata (Ay. 10). Terakhir, Musa  merasa bahwa Tuhan telah memercayakan tugas besar itu kepada orang yang salah, sehingga ia minta agar Tuhan mengutus orang lain yang dia anggap lebih mampu dari dirinya (Ay. 13). Penolakan dan ketidakpercayaan Musa kepada penyertaan Tuhan inilah yang kemudian membuat Tuhan murka.

Pada dasarnya Tuhan tidak mengutus seseorang berdasarkan kemampuan dan kapabilitas yang ada pada orang tersebut, karena sesungguhnya Tuhan tahu persis keterbatasan yang ada pada setiap manusia. Tidak ada manusia yang sanggup dan mampu melaksanakan segala sesuatu kalau bukan Tuhan sendiri yang memampukannya. Tuhan hanya mengutus kepada siapa Ia hendak mengutus berdasarkan kemurahan-Nya semata-mata dan juga atas kesediaan orang-orang yang telah Ia pilih. Kesediaan di sini berarti bahwa orang yang dipilih-Nya itu siap untuk dilibatkan dan mengambil bagian dalam rencana besar-Nya.

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ke-empat bulan Januari 2015 ini. Tuhan memandang kita seperti Musa yang merasa tidak sanggup untuk melaksanakan tugas besar yang Tuhan percayakan di Tahun Kerelaan Memberitakan Injil Damai Sejahtera ini. Penyebabnya adalah karena kita seringkali lebih melihat kepada keterbatasan yang ada pada diri kita sendiri, dibanding kuasa Tuhan yang dahsyat yang pasti akan menyertai kita. Bahkan lebih parahnya lagi adalah kita seolah-olah minta Tuhan mengutus orang lain yang kita pikir lebih mampu daripada kita.

Apa yang Tuhan mau kita lakukan dalam menanggapi pesan-Nya ini? Perhatikan beberapa hal ini:
(1). Tuhan menyuruh kita pergi melangkah sekarang
Kel. 4:12  Oleh sebab itu, pergilah, …

Tidak ada kata yang lebih tegas yang dapat Tuhan katakan kepada kita umat-Nya ketika Tuhan memercayakan tugas yang besar ini, selain kata “pergilah!” Inilah yang Tuhan perintahkan kepada Musa setelah Ia mendengar segala alasan yang ia ajukan ke hadapan Tuhan ketika ia diperintahkan untuk pergi ke Mesir. Bukankah kata ini pula yang Tuhan Yesus ucapkan kepada murid-murid-Nya menjelang kenaikan-Nya ke Sorga lewat sebuah amanat yang dikenal dengan “Amanat Agung” (Mat 28:18-20). Pertanyaannya, apakah kita juga akan memberikan respons yang sama seperti ketika Musa pertama kali diperintahkan Tuhan, yaitu merasa diri tidak mampu dan meminta Tuhan mengutus orang lain saja atau sebaliknya, langsung bertindak dan melangkah?

Tuhan sangat menghargai ketaatan Abraham ketika suatu hari ia diperintahkan Tuhan untuk pergi keluar dari negerinya, dari sanak saudaranya, dan dari rumah bapanya di negeri Ur Kasdim ke tempat yang bahkan belum Tuhan katakan secara spesifik. Tanpa berlama-lama dan tanpa melihat keterbatasan yang ada pada dirinya, Abraham langsung meresponi titah Tuhan dengan melangkah pergi keluar dari rumah bapanya bahkan keluar dari negerinya.

(2). Tuhan akan menyertai lidah kita
Kel. 4:12 Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu …

Salah satu keberatan yang diajukan Musa adalah bahwa sekalipun ia melakukan apa yang Tuhan perintahkan, yaitu pergi ke Mesir untuk menghadap Firaun, ia merasa tidak tahu harus berkata apa dan tidak tahu harus menjawab apa. Itulah sebabnya, berulang kali Musa bertanya kepada Tuhan mengenai berbagai pertanyaan yang mungkin akan diajukan orang-orang di sana, semisal siapakah nama Allahnya, apa yang harus dikatakan kalau mereka tidak mau percaya, bagaimana ini dan itu, dan seterusnya. Dalam keterbatasannya untuk berkata-kata Tuhan menjamin bahwa Ia akan menyertai lidah Musa. Kata-Nya pula, bukankah Ia yang  membuat lidah manusia, dan bukankah Ia juga yang membuat orang buta melihat dan bisu berkata-kata.

Ingatkah ketika Petrus dan Yohanes diperhadapkan kepada sidang mahkamah agama setelah mereka menyembuhkan seorang lumpuh di depan pintu gerbang Bait Allah? Mereka menjawab seluruh pertanyaan para imam dengan jawaban-jawaban yang sangat mencengangkan, sehingga para imam tidak dapat bertanya lebih lanjut kepada mereka. Hal itu terjadi ketika Tuhan menaruhkan perkataan-Nya ke dalam lidah bibir mereka melalui Roh Kudus-Nya seperti yang Ia janjikan sebelumnya. Dan hal yang sama pula akan Tuhan lakukan kepada kita di masa sekarang.

(3). Tuhan akan mengajarkan segala sesuatu 
Kel. 4:12  Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan.”

Tidak perlu diragukan lagi kalau kita memiliki Tuhan Yesus, Sang Guru yang terbaik. Betapa dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan-Nya, bahkan tidak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan tidak terselami jalan-jalan-Nya. Dia Guru yang sangat cakap di dalam mengajarkan segala sesuatu kepada umat-Nya. Kepada yang satu, Ia ajarkan sesuatu hal, dan kepada yang satunya lagi Ia mengajarkan hal yang lainnya sesuai dengan kecakapan dan kapasitasnya. Namun, satu hal yang perlu kita sadari, Ia tidak akan memaksakan Diri-Nya untuk mengajarkan kita “pelajaran” kedua, ketiga, atau keempat sebelum kita bersedia mengambil langkah yang pertama.

Artinya, sebelum Musa bertindak melangkah pergi ke Mesir, maka Tuhan tidak akan mengajarkan apapun yang harus dikatakan dan dilakukan sampai ia berhadapan muka langsung dengan Firaun. Sebelum tulah pertama terjadi, Tuhan tidak akan mengajarkan hal-hal yang harus dilakukan Musa pada tulah kedua dan selanjutnya. Banyak hal yang Tuhan mau ajarkan kepada kita, namun tidak banyak yang mau Ia bukakan sebelum kita mengambil langkah “kesatu”.

Mari umat Tuhan, jangan fokuskan pandangan mata kita kepada segala keterbatasan kita sebagai seorang manusia, tetapi fokuskan pandangan mata kita kepada Tuhan Yesus yang tidak terbatas, dan yang selalu siap menyertai dan mengajarkan segala sesuatu kepada kita. Kita dipilih bukan karena kemampuan kita tetapi karena kemurahan dan kasih karunia-Nya. Jangan sia-siakan itu semua.

Tuhan Yesus memberkati!

 

25 Januari 2015 – Berjalan di Atas Keterbatasan (Walking Beyond Limitation)

| Warta Jemaat | 0 Comments
About The Author
-

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.