TUHAN SEDANG MENGIRIMKAN BERKAT-NYA
Lukas 5:6-7 (6) Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. (7) Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.
Pada suatu hari Yesus sedang berada di pantai danau Genesaret, seperti biasa, orang banyak datang mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman. Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayan waktu itu sedang turun untuk membasuh jalanya. Yesus lalu naik ke dalam salah satu perahu, yaitu perahunya Simon, dan kemudian menyuruh ia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai.
Lalu duduklah Yesus dan mengajar orang banyak dari atas perahu. Setelah selesai mengajar, Ia berkata kepada Simon agar ia menolakkan perahunya ke tempat yang dalam dan dari sana Yesus menyuruhnya untuk menebarkan jalanya untuk menangkap ikan. Simon lalu menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa,…”
Apabila Yesus hanya sekedar memerintahkan Simon menolakkan perahunya ke tempat yang dalam, bagi Simon tidak menjadi masalah. Namun apabila kemudian disuruhnya ia untuk menebar jala, ini yang kurang dapat ia terima oleh Simon. Karena bagi Simon apa yang sudah ia lakukan semalaman pergi menangkap ikan dan tidak mendapatkan apa-apa itu sudah cukup bukti bahwa memang keadaan pada waktu itu sedang sulit untuk mendapatkan ikan.
Namun luar biasanya Simon, di tengah pemahaman nalar seorang nelayan berpengalaman dengan segala teori yang ia miliki tentang hal menangkap ikan, dengan pemahaman “seorang Simon” yang sedang berhadapan dengan Yesus sang Rabbi yang baru selesai mengajar, di dalam hatinya telah terjadi proses “timbang menimbang.” Mau memercayai yang mana? Memercayai pemahaman teori umum tentang hal menangkap ikan atau memercayai kebenaran yang berasal dari Yesus.
Mungkin yang ada di benak Simon saat itu sama dengan apa yang ada di benak kebanyakan orang saat ini. Mau memegang pendapat umum tentang “teori iklim ekonomi” bangsa yang saat ini sedang tidak baik-baik saja atau mau memegang perkataan atau pesan yang keluar dari mulut Yesus. Dan luar biasanya, ternyata Simon lebih memilih untuk memercayai perkataan Yesus: …tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.”
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Bahwa di luar segala pemahaman keadaan yang terjadi Tuhan sanggup memelihara hidup umat-Nya. Bahkan dikatakan melalui pesan-Nya ini bahwa “Ia sedang mengirimkan berkat-Nya” kepada kita. Seperti apa bentuknya, kita tidak tahu. Seperti apa cara Ia mendatangkannya, kita juga tidak tahu. Bagian kita adalah memilih mana yang mau kita hidupi. Apakah mau memilih teori tentang keadaan bangsa yang sedang tidak baik-baik saja dimana orang-orang sedang mengalami hal yang tidak mudah atau memilih untuk memercayai kuasa perkataan Tuhan yang tidak mudah dicerna dengan akal pikiran manusia secara umum, namun pasti.
Seperti yang dikatakan firman Tuhan, bahwa kita percaya bukan selalu karena melihat, namun karena iman. Maksudnya, percayanya kita jangan selalu berdasarkan melulu apa kata mata jasmani atau pemikiran umum manusia semata-mata, namun ingat bahwa kita pun harus percaya dan hidup berdasarkan apa yang mata jasmani tidak bisa lihat, yaitu melalui iman percaya. 2 Korintus 5:7 “Sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat.”
Kita sudah belajar ada mujizat yang typenya “terjadi seketika,” dan ada type mujizat yang berbentuk suatu “rangkaian proses.” Hal yang sama, perbuatan Tuhan yang luar biasa pun ada dua macam. Ada yang bisa terlihat nyata oleh mata jasmani dan ada yang tidak bisa terlihat oleh mata jasmani, namun Tuhan tetap bekerja di keduanya dengan dahsyat.
Beberapa hal yang harus kita pahami berkaitan dengan pesan Tuhan ini agar apa yang Tuhan katakan tentang pemeliharaannya atas hidup kita adalah sesuatu yang pasti, di antaranya adalah:
(1). Tetap memercayai kuasa perkataan Tuhan yang mampu bekerja di luar akal pemikiran manusia (prinsip membangun iman)
Lukas 5:8 Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.”
Simon Petrus seringkali dikenal sebagai sosok yang kerap tergesa-gesa dalam bertindak, baru berpikir dan menyesal kemudian. Namun berdasarkan peristiwa yang terjadi di atas perahu bersama Yesus, Simon ternyata memiliki pertimbangan yang baik dalam mengambil keputusan. Simon memilih untuk memercayai dan melakukan apa yang Yesus katakan.
Simon juga menunjukkan penyesalan dan rasa berdosa bahwa ia sempat meragukan perkataan Yesus yang di bagian awal menyuruhnya untuk melemparkan jalanya ke tempat yang dalam, dimana ia mencoba berargumen dan meyakinkan Yesus bahwa perintah menjala ikan adalah hal yang sia-sia untuk dilakukan mengingat ia bersama rekan nelayan lainnya sudah mencoba melakukannya dan gagal.
Bagaimana dengan kita sebagai orang percaya?Jangan sampai kita menjadi orang percaya yang kerap meragukan atau menyepelekan perkataan Tuhan atau janji Tuhan lalu mencoba berargumen (meskipun mungkin hanya diucapkan di dalam hati) bahwa mustahil janji Tuhan akan tergenapi mengingat kondisi bangsa saat ini sedang dalam keadaan sulit, dan menganggap ketidakpercayaan kita bukan sesuatu yang salah di hadapan Tuhan. Sedangkan modal awal untuk umat Tuhan mengalami penggenapan janji Tuhan adalah sepakat dan percaya dengan apa yang Tuhan katakan.
(2). Tetap memersiapkan wadah untuk mengantisipasi penggenapan janji Tuhan (prinsip memperluas kapasitas).
Lukas 5:6-7 (6) Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. (7) Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.
Mari pikirkan baik-baik, seandainya Simon sudah bertolak ke tempat yang dalam dan siap untuk menangkap ikan, namun ia tidak membawa jala di dalam perahunya, maka apapun yang Yesus sudah ucapkan tentu menjadi sia-sia bukan? Apapun yang Tuhan janjikan kepada kita, apabila kita tidak memersiapkan wadahnya, semua berkat yang Tuhan sediakan tentu akan menjadi sia-sia.
Namun bersyukur, bahwa Simon tidak lupa membawa jala ke dalam perahunya, bahkan ia membawa jala yang utuh dan terawat dengan baik. Karena ternyata adalah kebiasaan para nelayan di sana (dan nelayan di berbagai tempat) apabila mereka selesai pulang dari menangkap ikan di laut selalu mereka akan membasuh dan membereskannya kalau-kalau ada bagian dari jala yang rusak. Mereka lakukan itu semua agar pada tangkapan ikan selanjutnya jala dalam keadaan selalu siap.
Hal yang sama Tuhan mau kita juga melakukannya, yaitu memersiapkan “jala yang baik” sebagai wadah agar pada saat Tuhan “mengirimkan berkat-Nya kita memiliki “jala” atau wadah yang baik siap untuk menampungnya. Oleh sebab itu, jangan biarkan ada “jala-jala” koyak yang tidak kita bereskan. “Jala” berbicara tentang bagian-bagian dari kehidupan manusia rohani kita yang harus terpelihara dengan baik yang menjadi sarana terhubungnya kita sebagai orang percaya dengan Tuhan. Ini yang disebut “hukum perluasan kapasitas.”
Mari umat Tuhan, kita ingat hari ini Tuhan telah menyampaikan pesan-Nya sekaligus janji-Nya kepada kita. Bahwa ada berkat yang Ia sedang kirimkan. Dan janji-Nya itu adalah sesuatu yang pasti. Namun diterima atau tidaknya berkat itu adalah tanggung jawab kita sebagai umat penerima janji Tuhan. Tuhan sudah memberikan Kuncinya kepada kita. Apakah kita mau mempercayainya dan mau mempersiapkan wadahnya, Itu semua tergantung pada keputusan kita selanjutnya.
Tuhan Yesus memberkati!