SIAP DALAM SEGALA KEADAAN
Ayub 2:10 Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.
Adalah mudah untuk mengucap syukur ketika kita berada dalam keadaan yang selalu baik dan normal. Namun mengarungi lautan kehidupan di dunia ini tidak selalu mulus dan tenang, kadang ada riak-riak kecil, deburan ombak, hembusan angin, bahkan gelombang yang besar dan ganas. Ketika keadaan tiba-tiba berbalik 180 derajat, sakit-penyakit, penderitaan, kerugian dan sebagainya, sikap apa yang kita akan naikkan? Masih bisakah kita menaikkan ucapan syukur dengan kadar yang sama kepada Tuhan?
Seringkali tanpa disadari banyak orang percaya menuntut Tuhan untuk melakukan apa yang dikehendakinya, sehingga ketika terjadi sesuatu dalam kehidupan tidak seperti yang diinginkannya biasanya menjadi kecewa kepada Tuhan. Iman mulai menjadi goyah, pengiringan kepada Tuhan terasa hambar dan sebagainya. Kemudian mulailah mereka-reka jalan sendiri yang menurut pemikiran diri sendiri baik, padahal belum tentu baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan.
Suatu peristiwa buruk yang terjadi bukanlah pemberian Tuhan, namun Ia mengizinkan hal itu dapat menimpa orang percaya dengan tujuan agar orang percaya lebih mengenal kuasa-Nya. Iman menjadi teruji ketika menghadapi dan melewati kondisi yang buruk itu. Reaksi dan respon orang percaya terhadap sebuah tragedi memerlihatkan seberapa besar pengenalan umat Tuhan kepada Tuhannya.
Belajar dari Ayub, yang meskipun harus mengalami ujian berat masih bisa menyikapinya dengan pikiran yang positif. “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” (Ayub 1:21). Ayub belajar menerima keadaan yang ia harus alami, karena Tuhan tahu yang terbaik baginya. Meskipun tetap tidak mudah bagi Ayub untuk menjalaninya. Ayub memandang peristiwa yang dialaminya dengan cara yang benar. Ia tidak pernah memersalahkan Tuhan, sebab ia tahu Tuhan tidak pernah salah.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ini. Seiring dengan perjalanan pengiringan kita kepada Tuhan. Tuhan mau kita bertumbuh menjadi orang percaya yang semakin dewasa. Dewasa bukan hanya sekedar di dalam pengetahuan akan kebenaran, namun dewasa karena memiliki iman yang teruji akibat mempraktekkan kebenaran di dalam sebuah kenyataan yang sulit.
Memang agak mengejutkan ketika ayat yang mendasari pesan Tuhan ini diambil dari kehidupan Ayub. Namun Tuhan ingin kita menghadapi kenyataan bahwa saatnya kita perlu belajar dari tokoh bernama Ayub ini. Meskipun sangat tidak mudah membayangkan ujian yang harus dijalani Ayub, namun respon pertama yang ditunjukkan Ayub adalah berani menerima kondisi apapun kalau itu diijinkan Tuhan terjadi atas dirinya. Bagi Ayub alangkah egoisnya ia apabila hanya mau menerima yang enak-enak dari Tuhan dan menolak hal yang buruk. Ayub mengalami Tuhan melalui masalahnya.
Beberapa hal yang harus kita perhatikan berkaitan dengan pesan Tuhan ini agar menang di dalam keadaan apapun, di antaranya adalah:
(1). Memahami makna persekutuan yang sesungguhnya
Ayub 2:10 Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” …
Siapapun yang menyaksikan penyakit kulit yang diderita Ayub pastilah terenyuh dan tidak tega. Bayangkan, garukan yang dilakukan Ayub dengan menggunakan tangannya terhadap kulit tubuhnya sudah tidak berguna lagi, sampai ia harus menggunakan beling untuk menggaruknya. Namun fokus perhatian yang tadinya tertuju pada kulit Ayub, tiba-tiba teralihkan kepada tokoh yang tiba-tiba muncul, yaitu isteri Ayub. Seorang yang tidak merasakan apa yang diderita Ayub. Ia muncul dan memersalahkan ketekunan Ayub kepada Tuhan. Seolah-olah ia mengatakan bahwa seperti itukah hasil ketekunannya kepada Tuhan selama itu.
Ternyata Ayub mendapati bahwa orang terdekat yang diharapkan selalu ada untuknya ternyata tidak mengerti dan mendukung derita dan pergumulan yang dihadapinya. Bahkan isteri Ayub tidak segan-segan menyuruh Ayub untuk mengutuki Allahnya lalu mengakhiri hidupnya. Ayub tidak menyangka bahwa pasangan yang selama ini mendampinginya malah menjadi pribadi yang mencoba menggoyahkan pertahanan imannya, dan itu dialami pada saat masa kesulitan terjadi. Hubungan dan pengenalan kita yang sesungguhnya kepada Tuhan akan terlihat bukan pada saat keadaan aman, namun pada saat masalah datang. Dan itu terlihat dari sikap isteri Ayub.
(2). Memahami makna kemenangan yang sesungguhnya
Ayub 2:10 … Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.
Butuh perjalanan yang tidak pendek bagi Ayub hingga akhirnya kita dapat melihat di akhir kitab Ayub (Pasal 42) bagaimana
hidup Ayub dipulihkan secara luar biasa oleh Tuhan. Tuhan memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya yang dahulu hilang. Luar biasa bukan? Bukankah hal ini yang juga didambakan oleh semua orang percaya, hidup yang mengalami pemulihan. Kembalinya segala sesuatu dari apa pun yang pernah hilang sebelumnya. Dan kebanyakan orang menganggap hal ini sebagai sebuah kemenangan.
Namun mari kita belajar memahami makna kemenangan yang sesungguhnya. Terlalu naif apabila orang percaya menganggap kemenangan hanyalah sebatas kembalinya kondisi seseorang kepada keadaan semula atau kepada keadaan yang lebih baik dari semula. Misalnya: sakit disembuhkan, kerugian menjadi keuntungan, kehilangan menjadi mendapatkan kembali, dan sebagainya. Hal ini perlu dijelaskan, karena banyak orang percaya yang menganggap bahwa kemenangan adalah tentang sebatas perubahan keadaan. Dan ketika hal itu terjadi, orang mengklaimnya sebagai kemenangan. Benarkah itu yang disebut sebagai kemenangan? Ingat, kemenangan baru disebut kemenangan ketika ada pihak yang mengalami kekalahan. Perubahan keadaan atau pemulihan hanyalah dipahami sebagai konsekuensi dari kemenangan yang dimaksud.
Mari jemaat Tuhan, tidak ada seorang pun yang mau mengalami seperti yang Ayub alami. Namun melalui kisah Ayub ini Tuhan ingin kita menjadi pribadi yang dewasa di dalam memandang sebuah problema. Musuh ingin menjatuhkan kita melalui problema, namun sebaliknya, Tuhan ingin kita mengenal-Nya dan bertumbuh melalui problema. Itulah kemenangan yang sesungguhnya.
Tuhan Yesus memberkati!