MENGHADAP TIDAK DENGAN TANGAN HAMPA (BERSYUKUR ATAS BERKAT TUHAN)
Ulangan 16:16-17 (16) Tiga kali setahun setiap orang laki-laki di antaramu harus menghadap hadirat TUHAN, Allahmu, ke tempat yang akan dipilih-Nya, yakni pada hari raya Roti Tidak Beragi, pada hari raya Tujuh Minggu dan pada hari raya Pondok Daun. Janganlah ia menghadap hadirat TUHAN dengan tangan hampa,
Kitab Ulangan ini berisi perkataan Musa ketika orang Israel berkemah di sisi timur sungai Yordan, siap memasuki tanah Kanaan. Banyak hal tentunya yang disampaikan Musa ketika itu. Mulai dari komitmen ulang akan perjanjian antara Tuhan dengan bangsa Israel hingga berbagai peraturan untuk membekali bangsa Israel menjelang memasuki Tanah Perjanjian yang tidak lama lagi. Ketika penjelasan Musa tiba di bagian hari-hari raya utama yang wajib diikuti oleh bangsa Israel, ada satu kalimat larangan yang ditekankan Musa bagi bangsa Israel ketika hendak menghadap hadirat TUHAN, yaitu agar tidak menghadap hadirat Tuhan dengan tangan hampa.
Peraturan ini sebetulnya bukanlah hal baru bagi bangsa Israel, karena sudah menjadi kebiasaan para imam Lewi yang selalu datang memersembahkan korban terlebih dahulu ketika hendak masuk menghadap hadirat Tuhan. Ditambah umat Israel yang juga terbiasa untuk membawa berbagai binatang yang ditetapkan untuk dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban. Dalam hal Musa mengingatkan tentang hari raya utama yang wajib diikuti oleh umat Tuhan, secara khusus ia mengingatkan tentang pentingnya umat Tuhan datang menghadap Tuhan tidak dengan tangan kosong.
Tujuan semua itu adalah untuk mengajarkan bangsa Israel agar menjadi umat yang tahu mengucap syukur kepada Tuhan atas apa yang telah Tuhan perbuat atas umat-Nya itu. Ingat bagaimana dahulu umat Israel telah keluar dari Mesir dalam kondisi perbudakan berat dengan tergesa-gesa. Dalam ketergesa-gesaan itu, mereka dapat menyaksikan pertolongan Tuhan yang ajaib ditengah ketidakberdayaan mereka. Sekarang kondisi mereka mulai aman dan nyaman. Tuhan memerintahkan mereka untuk merayakan peristiwa keluaran itu sebagai Paskah. Mereka harus menyembelih kambing domba sebagai lambang pengorbanan darah yang menebus mereka.
Mereka harus makan roti “penderitaan,” yaitu roti yang tidak beragi selama tujuh hari untuk mengingatkan mereka akan peristiwa keluarnya mereka dari Mesir. Selama enam hari mereka tidak boleh bekerja, tetapi pada hari ketujuh mereka berkumpul bagi Tuhan. Mereka juga merayakan hari Raya Tujuh Minggu dengan bersukaria dengan semua orang di tempatnya. Tujuannya, untuk mengingat bahwa mereka dahulu budak di Mesir. Yang ketiga, mereka merayakan hari raya Pondok Daun selama tujuh hari bersama semua orang di tempatnya. Perayaan itu bertujuan agar mereka dapat bersukaria dengan sungguh-sungguh. Dalam ketiga hari raya itu, setiap orang laki-laki tiga kali setahun menghadap hadirat Tuhan dengan membawa persembahan sesuai berkat yang diterimanya.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Tanpa disadari, tidak sedikit umat Tuhan yang hari-hari ini datang kepada Tuhan dengan serangkaian “list” permohonan agar Tuhan melakukan sesuatu atas dirinya, atas segala kesusahan yang dialami dan atas kondisi pandemi global yang terjadi. Memang, tidaklah salah apabila orang percaya datang kepada Tuhan dengan serangkaian permohonan, mengingat Tuhan yang kita sembah adalah memang Tuhan yang berkuasa atas segala hal yang terjadi. Namun satu hal yang seringkali dilupakan adalah sikap hati orang percaya yang datang kepada Tuhan dengan penuh kerinduan ingin sungguh-sungguh memberikan sesuatu yang bernilai kepada Tuhan. Bukan saja sekedar berupa luapan hati yang penuh dengan ucapan syukur atas kebaikan Tuhan selama ini dalam hidupnya, namun juga datang dengan tangan yang rindu memersembahkan sesuatu kepada Tuhan. Sebuah cara Tuhan di dalam memberkati umat-Nya.
Untuk lebih jelasnya lagi, yang dimaksud dengan datang tidak dengan tangan yang hampa, di antaranya adalah:
(1). Datang kepada Tuhan dengan sikap hati yang benar
Ul. 16:14 Haruslah engkau bersukaria pada hari rayamu itu, engkau ini dan anakmu laki-laki serta anakmu perempuan, hambamu laki-laki dan hambamu perempuan, dan orang Lewi, orang asing, anak yatim dan janda yang di dalam tempatmu.
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa ada tiga buah perayaan tahunan yang menjadi sarana peringatan perjanjian Tuhan dengan Israel. Yang pertama adalah perayaan Paskah, yaitu ketika Tuhan membawa umat Israel keluar dari tanah Mesir. Hal ini berhubungan dengan perjamuan makan yang dilakukan Yesus bersama para murid. Maka malam teng terjadi adalah makan malam Paskah. Yang kedua adalah hari raya Tujuh Minggu setelah Paskah, yang di masa kemudian dinamakan Pentakosta. Lalu perayaan yang ketiga adalah peryaan Pondok Daun, ini merupakan peringatan akan perjalanan bangsa Israel di padang gurun ketika keluar dari Mesir, juga sekaligus hari pengucapan syukur atas hasil panen. Di dalam perayaan ini orang-orang akan mengantar persembahan kepada Tuhan sebagai tanda ucapan syukur.
Hal penting yang harus jadi pusat perhatian umat Tuhan adalah sikap hati di dalam memberi. “Haruslah engkau bersukacita pada hari rayamu itu (ayat 14).” Tuhan menghendaki kita umat-Nya untuk bersukacita dalam memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Jangan menganggap sebagai kewajiban yang mendukakan, melainkan sebuah kesempatan untuk memberi dan bergembira. Sikap hati yang bersyukur bahwa kita bisa memberi kembali kepada Tuhan setelah sekian lama hanya bisa meminta dan menerima. Kadang kita tidak menyadari bahwa Tuhan telah memberikan kepada kita jauh lebih banyak dari yang dapat kita sadari. Bahkan banyak orang percaya yang merasa Tuhan belum melakukan apa-apa sesuai keinginannya.
(2). Datang dan memberi yang terbaik bagi Tuhan
Ulangan 16:17 tetapi masing-masing dengan sekedar persembahan, sesuai dengan berkat yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu.”
Persembahan yang dimaksud disini adalah persembahan sukarela dimana kita sendiri yang menentukan besaran yang akan kita persembahkan. Persembahan sukarela tidak akan disebut “sukarela” apabila kita tidak punya pilihan lain atau karena itu merupakan suatu kewajiban yang disertai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan. Meskipun itu dikatakan persembahan sukarela, namun kita perlu memahami bahwa ternyata ada panduan di dalam memberikannya. Melalui ayat di atas, ternyata besaran pemberian adalah berdasarkan berkat yang diberikan Tuhan kepada kita.
Tuhan memberikan berkat yang berbeda kepada kita berdasarkan kesanggupan kita, karena itu pemberian kita pun seharusnya berbeda. Tingkat rasa syukur seseorang berbeda satu dengan yang lain berbeda, karena itu tingkat kerelaan seseorang pun berbeda. Pastikan bahwa pemberian kita berdasarkan pertimbangan seberapa banyak berkat yang Tuhan telah berikan kepada kita, berapa banyak yang Ia akan berikan lebih lagi kepada kita, dan berapa banyak pemberian yang telah Ia janjikan kepada kita. Dengan memahami hal ini, maka kita akan menikmati pemberian yang akan kita berikan kepada Tuhan dengan begitu murah hati dan penuh dengan sukacita.
Mari jemaat Tuhan, jika minggu lalu kita diingatkan bahwa ketidakpercayaan kita akan perkataan Tuhan dapat menutup pintu berkat bagi diri kita sendiri, maka pesan Tuhan kali ini mengajarkan kita tentang berapa banyak yang Tuhan akan berikan kepada kita apabila kita menghidupi apa yang Tuhan ajarkan ini. Selamat memberi bagi Tuhan!
Tuhan Yesus memberkati!