KUASA ATAS INTIMIDASI
1 Samuel 17:8-11 (10) Pula kata orang Filistin itu: “Aku menantang hari ini barisan Israel; berikanlah kepadaku seorang, supaya kami berperang seorang lawan seorang.” (11) Ketika Saul dan segenap orang Israel mendengar perkataan orang Filistin itu, maka cemaslah hati mereka dan sangat ketakutan.
Kitab 1 Samuel 17:1-11 ini dibuka dengan sebuah situasi dimana bangsa Israel dan bangsa Filistin masing-masing sedang mengatur barisan perangnya di ujung bukit seberang menyeberang bersiap-siap untuk berhadapan satu dengan lainnya. Dari pihak Filistin kemudian tampillah seorang yang bernama Goliat. Bukan saja ia digambarkan sebagai seorang yang tinggi besar, namun juga seorang yang mengenakan seluruh perlengkapan senjata perang.
Ia berdiri dan berseru kepada barisan pasukan Israel lalu menantang agar pihak Israel memberikan seorang kepadanya untuk bertempur satu lawan satu, dimana pihak yang kalah harus menjadi hamba dari yang mengalahkan. Kontan saja, ketika Saul dan segenap orang Israel mendengar perkataan Goliat, maka cemaslah hati mereka dan sangat ketakutan.
Ketakutan yang dialami bangsa Israel ini sebenarnya tidak perlu terjadi, mengapa? Bukankah kedua belah pihak baik Filistin dan Israel sudah sama-sama bersiap untuk berperang? Yang satu memersiapkan pasukan di sebelah sini dan satunya di sana. Masing-masing pihak sudah mengukur kekuatannya terlebih dahulu. Kalau memang pasukan Filistin yakin dapat mengalahkan pasukan Israel, mengapakah mereka tidak maju saja bersama Goliat lebih dulu menyerang? Yang dilakukan ternyata hanyalah
mengintimidasi bangsa Israel setiap hari, selama 40 hari. Dan hasilnya sungguh efektif. Mendengar ancaman Goliat, larilah pasukan Israel dengan ketakutan (ayat 24).
Inilah yang dinamakan “perang urat syaraf.” Pasukan Filistin sadar bahwa mereka tidak sanggup menghadapi barisan Israel, namun yang bisa mereka lakukan adalah mengintimidasinya dengan harapan pihak Israel menjadi ketakutan dan lemah. Dan strategi ini ternyata sangatlah efektif.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ini. Hari-hari ini banyak orang, termasuk orang percaya, diperhadapkan dengan berbagai tantangan yang tidak mudah melanda di dalam berbagai lini kehidupan. Bukan saja situasi pandemi yang membuat seolah-olah hari-hari ke depan seperti tidak ada kepastian, melainkan juga tantangan-tantangan kehidupan lain yang datang menghadang. Ketika menghadapi semua itu, datanglah intimidasi si musuh yang mencoba mengatakan bahwa tidak mungkin kita dapat menang atas semuanya itu. Akibatnya, tidak sedikit orang percaya menjadi takut dan tidak berdaya.
Hal inilah yang seringkali digunakan pihak musuh untuk melemahkan kekuatan orang percaya. Seperti bangsa Filistin yang sadar bahwa mereka sebenarnya tidak dapat mengalahkan bangsa Israel, namun mereka dapat menjadikan pihak Israel lemah melalui intimidasi seperti yang dilakukan Goliat. Iblis sadar bahwa ia sudah tidak memiliki “sengat” lagi, kuasanya sudah ditaklukkan melalui kematian Yesus di kayu salib. Namun satu hal yang masih dapat ia lakukan adalah mengintimidasi dan memerdaya orang percaya.
Beberapa hal yang harus kita perhatikan berkaitan dengan pesan Tuhan ini agar mampu mengatasi intimidasi musuh, di antaranya adalah:
(1). Jangan membiarkan kerohanian kita “beristirahat” barang sejenak.
1 Sam. 17:34-35 Tetapi Daud berkata kepada Saul: “Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, …
Dunia saat ini sedang mengalami “krisis kerohanian” yang disebabkan oleh umat Tuhan sendiri. Ada istilah “istirahat” rohani, yaitu kurangnya vitalitas dalam sikap hidup orang-orang percaya yang mengarah pada keadaan suam-suam kuku akibat keadaan situasi sekeliling yang juga sedang tidak dapat terlalu diharapkan ataupun pergumulan yang tidak kunjung mengalami kemajuan.
Kehidupan “istirahat” dari orang percaya ini memberikan kepada dunia kekristenan saksi bisu dan dampak yang lemah bagi sekeliling. Hal ini mudah menjadi sasaran empuk bagi si musuh untuk mengintimidasi orang percaya.
Namun berbeda dengan Daud, tidak ada hari dimana ia dapat beristirahat sejenak untuk tidak terhubung dengan Tuhan. Bagi Daud, setiap hari adalah hari dimana ia sangat membutuhkan keterhubungannya dengan Tuhan. Tugasnya sebagai gembala bagi kambing dombanya yang tidak terlalu banyak dipandangnya sebagai tanggung jawab besar yang dipercayakan kepadanya. Tidak satu pun dari binatang gembalaannya yang boleh diterkam binatang buas. Itulah sebabnya, kata “biasa” pada kalimat di atas
menunjukkan bukan hanya sekedar tugas rutin, namun juga menunjukkan kebutuhannya akan relasi dengan Tuhan setiap hari. Inilah yang membuat Daud tidak mudah diintimidasi oleh siapa pun.
(2). Jangan membiarkan orang lain yang menentukan identitas kita.
1 Sam. 17:43 Orang Filistin itu berkata kepada Daud: “Anjingkah aku, maka engkau mendatangi aku dengan tongkat?” Lalu demi para allahnya orang Filistin itu mengutuki Daud.
Tentunya tidak ada seorang pun yang ingin diremehkan atau direndahkan oleh siapapun. Memang, rasanya harga diri serasa diinjak-injak ketika direndahkan atau dihina sedemikian rupa. Memang hal itu mungkin terasa menyakitkan, namun alangkah bodohnya apabila kita menyetujuinya lalu hidup dalam kekecewaan dan sakit hati. Ingat, hujatan dan cemoohan itu akan selalu ada, tetapi dari situ kita bisa bercermin tentang siapa diri kita sesungguhnya. Apakah Identitas kita begitu mudah ditentukan oleh orang lain, ataukah kita menyadari siapa diri kita di hadapan Tuhan?
Apabila kita perhatikan apa yang diucapkan Goliat terhadap Daud ketika mereka berhadapan muka, itu merupakan sebuah hinaan yang sungguh merendahkan harga diri seseorang. Namun bagi Daud hal tersebut bukanlah sebuah masalah baginya. Ia tidak menanggapi ataupun memercayainya, karena ia tahu siapa dirinya di hadapan Tuhan dan apa yang Tuhan telah rancangkan baginya. Bukankah belum lama nabi Samuel datang ke rumah ayahnya untuk mengurapi Daud sebagai raja bagi bangsa Israel kelak? Bagi orang yang tidak tahu siapa dirinya, intimidasi merupakan sebuah hinaan yang menjatuhkan. Namun bagi orang yang memiliki tujuan Tuhan di hidupnya, intimidasi merupakan kesempatan untuk ia membuktikan ada Tuhan yang dahsyat menopang hidupnya.
Oleh sebab itu, mari jemaat Tuhan, janganlah kita menjadi orang yang mudah diintimidasi oleh apapun dan siapapun. Intimidasi bukan hanya akan menghalangi banyak orang percaya dari apa yang Tuhan telah rancangkan bagi hidupnya, intimidasi juga akan melumpuhkannya dari berbagai peluang besar. Selamat menaklukkan intimidasi!
Tuhan Yesus memberkati!