Jangan Biarkan Musuh Merebut Wilayah Teritorialmu! (Pesan Gembala, 3 Agustus 2025)

JANGAN BIARKAN MUSUH MEREBUT WILAYAH TERITORIALMU!

Hakim-hakim 11:23-24 (23)  Maka sekarang TUHAN, Allah Israel, telah merebut milik orang Amori, bagi Israel, umat-Nya. Apakah engkau hendak memiliki pula tanah mereka itu? (24) Bukankah engkau akan memiliki apa yang diberi oleh Kamos, allahmu? Demikianlah kami memiliki segala yang direbut bagi kami oleh TUHAN, Allah kami.

Peristiwa di atas dimulai ketika waktu itu bani Amon menyatakan perang melawan orang Israel. Tua-tua dari suku Gilead kemudian mendatangi Yefta, meminta untuk memimpin mereka. Setelah Yefta memastikan kesungguhan hati para tua-tua tersebut, maka segera Yefta mengutus utusan kepada raja bani Amon.

Utusan tersebut bertanya kepada raja bani Amon apa alasan ia mendatangi dan hendak memerangi negerinya. Raja bani Amon kemudian berkata (ayat 13), bahwa orang Israel ketika berjalan keluar dari Mesir, telah merampas tanahnya, dari sungai Arnon sampai ke sungai Yabok dan sampai ke sungai Yordan. Maka sekarang, raja bani Amon meminta Israel untuk mengembalikan semua wilayah yang dimaksud.

Pihak Yefta memberikan jawaban bahwa orang Israel tidak pernah merampas baik tanah orang Moab atau tanah bani Amon. Ia menjelaskan bahwa pada waktu bangsa Israel hendak masuk tanah Kanaan, justru mereka meminta ijin kepada raja negeri Edom untuk melintas wilayahnya tetapi ditolak, lalu meminta ijin kepada raja negeri Moab untuk melintas,  juga ditolak.

Sehingga akhirnya bangsa Israel memutar melalui padang gurun mengelilingi tanah Edom, mengelilingi tanah Moab, lalu berkemah di tepi sungai Arnon. Sungai Arnon itu adalah batas daerah Moab dengan Amori. Lalu Israel meminta ijin kepada Sihon, raja orang Amori, untuk melewati wilayahnya untuk sampai ke negeri Kanaan yang dituju. Namun Sihon ini bukannya memberi ijin, ia lalu mengumpulkan pasukan dan diperanginyalah orang Israel. Tetapi Tuhan justru menyerahkan negeri Amori tersebut ke tangan Israel. Wilayah inilah yang selanjutnya diklaim oleh raja bani Amon sebagai miliknya.

Yefta sebagai pemimpin umat Israel, dengan tegas mengatakan bahwa wilayah yang telah mereka duduki sekian lama tersebut bukan hasil pemberian bani Amon. Semua negeri tetangga seperti Edom, Moab, Amori telah menolak umat Israel ketika sebenarnya Israel hanya ingin “numpang lewat” saja, tetapi malah digempur. Namun bersyukur, Tuhan justru menyerahkan wilayah Amori untuk mereka diami.

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Berdasarkan kisah di Hakim-hakim 11:23-24 yang telah menjadi dasar dari pesan Tuhan bagi kita ini, Tuhan mau kita memahami bahwa kepada kita telah diberikan oleh Tuhan “wilayah-wilayah” untuk kita diami. Di “wilayah-wilayah” yang Tuhan telah berikan itu, Tuhan mau kita bertanggung jawab untuk mengelolanya dengan baik, menghadirkan Kerajaan Sorga (“Datanglah Kerajaan-Mu di bumi seperti di Sorga”) juga untuk memerluasnya. Artinya, menghadirkan kehidupan dengan nilai-nilai Kerajaan Sorga di tempat dimanapun Tuhan percayakan entahkah itu keluarga, rumah tangga, pelayanan, pekerjaan, usaha, lingkungan.

Hanya sayangnya, di beberapa wilayah kehidupan umat Tuhan, jangankan menghadirkan Kerajaan Sorga, malah sepertinya telah membiarkan pihak musuh (kerajaan gelap) merebut dan menduduki wilayah teritorial yang telah dipercayakan. Ingat, ini sama seperti apa yang diinginkan oleh raja bani Amon yang dulu berusaha masuk dan merebut wilayah yang telah diduduki oleh umat Israel.

Mereka tiba-tiba mengklaim bahwa wilayah Gilead (dahulunya wilayah Amori yang telah diberikan Tuhan) adalah wilayah milik bani Amon, dan mereka berusaha merebutnya. Bersyukur untuk Yefta yang berhasil bertindak tegas dan memertahankannya dengan berkata: “Apa pun yang sudah diberikan Tuhan, Allah kami, kepada kami, akan tetap kami miliki!”

Bagian kita sekarang adalah melakukan inventarisasi, adakah dari “wilayah-wilayah” yang telah Tuhan percayakan kedalam kehidupan kita yang ternyata telah “direbut” atau “dikuasai” wilayah teritorialnya oleh si kerajaan gelap atau si musuh. Jangan terburu-buru berkata tidak ada. Mari cek definisi dari Kerajaan Sorga terlebih dahulu.

Roma 14:17 Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.

1 Korintus 4:20 Sebab Kerajaan Allah bukan terdiri dari perkataan, tetapi dari kuasa.

Artinya, pastikan di wilayah yang Tuhan telah percayakan kepada kita selama ini, bukan hanya asal ada makanan dan minuman lalu merasa cukup, namun apakah ada kualitas hidup kerohanian yang ditandai oleh adanya kebenaran Tuhan yang ditegakkan, adanya nilai-nilai Kerajaan Sorga yang dihidupi, adanya sukacita oleh kehadiran Tuhan, dan adanya nama Yesus yang dimuliakan. Ini berbicara tentang terjadinya transformasi kehidupan yang menghasilkan kualitas hidup yang berbeda dari orang-orang percaya di dalamnya. Ada manifestasi kuasa Tuhan di tengah-tengahnya.

Sehingga, dampak dari kehadiran Tuhan tersebut menghasilkan, pertama adanya kemerdekaan dalam Kristus pada orang-orang di dalamnya (tidak ada orang-orang yang terikat atau terbelenggu di dalamnya). Lakukan pengecekan, apakah ada anggota keluarga yang terikat dan terbelenggu di dalamnya oleh apapun juga. Seperti misalnya keterikatan akan gadget, rokok (vape, dan sejenisnya), games-games, chatting yang tidak berkesudahan, keterikatan dengan pekerjaan, sinetron, drakor, dracin, atau terbelenggu oleh si gelap sehingga enggan beribadah, enggan mencari Tuhan, terbelenggu oleh hasrat hubungan badan di luar kebiasaan normal, pemuasan seksual pribadi, keinginan dengan sesama jenis, dan sebagainya.

Kedua, adanya hubungan-hubungan yang pulih, dan adanya kesatuan hati untuk menghadirkan Kerajaan Sorga atau menjadi perwakilan Sorga bersama anggota keluarga di bumi.

Oleh sebab itu, apa yang harus kita lakukan agar di wilayah manapun yang Tuhan percayakan ada Kerajaan Sorga sungguh-sungguh hadir dan memerintah, sehingga wilayah dimana kita berada mengalami dampak yang luar biasa, bahkan wilayah sekitar turut mengalami dampak Kerajaan Sorga:

(1). Menjadi orang percaya yang cepat mengenali dan mengambil langkah tegas ketika menyadari apa yang akan dilakukan pihak musuh

Hakim-hakim 11:5-6 (5) Dan ketika bani Amon itu berperang melawan orang Israel, pergilah para tua-tua Gilead menjemput Yefta dari tanah Tob. (6) Kata mereka kepada Yefta: “Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang melawan bani Amon.”

Hal baik yang dimiliki oleh penduduk wilayah Gilead adalah segera mengambil langkah perlawanan ketika mengetahui rencana bani Amon hendak masuk dan menduduki wilayah mereka. Namun jangan terburu-buru mengatakan bahwa melakukan perlawanan adalah langkah terbaik yang dilakukan penduduk Gilead. Ada hal penting yang mendahuluinya yaitu cepat menyadari ketika ada sesuatu yang akan dilakukan pihak musuh.

Tanpa kepekaan yang dimiliki penduduk Gilead untuk cepat menyadari bahwa ada sesuatu yang akan dilakukan pihak bani Amon, maka tidak akan pernah ada perlawanan terhadap pihak bani Amon tersebut. Di titik inilah pentingnya kita orang percaya memiliki ketajaman akan apa yang akan dilakukan oleh pihak musuh.

Jangan sampai, dikarenakan tidak pekanya orang percaya, musuh yang sudah masuk dan bercokol lama di dalam wilayah kita saja masih dianggap bukan suatu ancaman. Jangankan melakukan perlawanan, musuh bahkan sudah dianggap seperti teman yang hidup bersama. Ingat akan pesan Tuhan bulan Juli tentang “Keadilan menjadi tali pengukur dan kebenaran menjadi tali sipat” (Yesaya 28:17). Apabila patokan yang digunakan orang percaya bukan patokan Tuhan, maka sulit untuk mengenali apa yang sedang dilakukan si musuh di tengah kehidupan orang percaya.

(2). Menjadi orang percaya yang sadar akan kemampuan dirinya dan mengambil langkah untuk menyusun kekuatan

Hakim-hakim 11:5-6 (5) Dan ketika bani Amon itu berperang melawan orang Israel, pergilah para tua-tua Gilead menjemput Yefta dari tanah Tob. (6) Kata mereka kepada Yefta: “Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang melawan bani Amon.”

Setelah tua-tua Gilead menyadari bahwa harus dilakukan perlawanan terhadap musuh yang mencoba masuk, mereka juga tidak gegabah untuk langsung bertindak. Mereka mengukur kekuatan mereka, apakah dengan kekuatan yang ada mereka sanggup untuk menghadapi musuh begitu saja, atau perlu terlebih dulu mengangkat seseorang yang mampu memegang komando kepemimpinan untuk langkah perlawanan yang harus mereka ambil.

Lalu mereka sepakat mendatangi Yefta, memohon agar Yefta mau mau menjadi pemimpin atas mereka. Mereka paham akan prinsip penting di dalam peperangan, yaitu adanya seorang pemimpin yang memiliki hikmat dan kapabilitas untuk bertindak dan menyusun strategi. Namun di luar semua itu, Tuhanlah yang sebetulnya telah memilih dan memampukan Yefta.

Kembali kepada prinsip di Alkitab, apabila Tuhan hendak melakukan suatu kegerakan besar di antara umat-Nya, apa yang pertama-tama Ia bangkitkan terlebih dahulu? Dari PL sampai PB, selalu Ia membangkitkan seorang pemimpin terlebih dahulu. Hal yang sama, apabila Tuhan rindu melakukan kegerakan di tengah rumah-rumah tangga umat-Nya, maka Ia akan membangkitakan para pemimpin-pemimpinnya terlebih dahulu. Orang-orangnya sudah ada, yang diperlukan adalah memiliki keinginan untuk menangkapnya dan bertindak.

Mari jemaat Tuhan, tangkap kembali tujuan Tuhan memilih dan menyelamatkan kita. Bukankah Ia ingin kita menjadi representasi Kerajaan Sorga di bumi? Oleh sebab itu, ambillah garis tegas antara prinsip Kerajaan Sorga dan prinsip kerajaan gelap. Tidak ada wilayah yang disebut dengan wilayah “abu-abu.” Seberapapun ukuran wilayah yang telah Tuhan percayakan ke daam hidup kita, pertahankan itu. Hidupi prinsip yang sama yang dipegang oleh Yefta: “Apa pun yang sudah diberikan Tuhan, Allah kami, kepada kami, akan tetap kami miliki!” Amin.

Tuhan Yesus memberkati!

Jangan Biarkan Musuh Merebut Wilayah Teritorialmu! (Pesan Gembala, 3 Agustus 2025)

| Warta Jemaat |
About The Author
-