HIKMAT DALAM MENIMBANG SEGALA SESUATU
1 Raja-Raja 3:7-15 (9) Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?”
Sepeninggal raja Daud, ayahnya, Salomo diwariskan tahta raja atas kerajaan Israel yang besar untuk meneruskannya. Berbagai nasehat diberikan Daud kepada Salomo sebelum ia berpulang agar penerusnya itu melakukan berbagai hal termasuk kewajibannya dengan setia terhadap Tuhan. Tidak mudah memang bagi Salomo yang pada waktu itu masih sangat muda dan belum berpengalaman untuk memimpin sebuah bangsa. Berbagai keputusan dan kebijakan harus ia ambil, dan bukan hanya sekedar keputusan dan kebijakan yang baik, namun juga harus selaras dengan kehendak Tuhan. Belum lagi ditambah, seorang raja juga harus turut menangani masalah-masalah yang dialami rakyat.
Oleh sebab itu, Salomo suatu hari pergi ke Gibeon untuk mempersembahkan korban bagi Tuhan. Pada waktu itu memang belum ada didirikan tempat atau rumah secara khusus untuk nama Tuhan. Gibeon adalah bukit pengorbanan yang paling besar. Di atas mezbah itulah korban bakaran kepada Tuhan dipersembahkan Salomo. Di sanalah kemudian Tuhan menampakkan diri-Nya kepada Salomo melalui mimpi, dan berkata kepadanya apa yang hendak Salomo minta yang Tuhan akan berikan kepadanya.
Salomo yang merasa diri kurang sanggup dan kurang mampu memimpin, mengingat ia masih kurang berpengalaman, maka ia meminta kepada Tuhan hikmat atau hati yang faham untuk menimbang perkara untuk dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, karena ia merasa itulah hal terpenting yang perlu ia miliki sebagai seorang pemimpin dari umat Tuhan yang besar itu. Lalu ternyata adalah baik di mata Tuhan bahwa Salomo meminta hal yang demikian.
Ini bukanlah kebiasaan raja-raja pada umumnya yang di awal pemerintahan mereka lebih memilih untuk meminta kekayaan, umur panjang, menaikkan pajak, mengejar nyawa para musuh atau pengejaran-pengejaran lainnya. Salomo lebih memilih untuk meminta hikmat dari Tuhan. Maka dikabulkan Tuhanlah permohonan Salomo tersebut. Tuhan memberikan kepadanya hati yang penuh hikmat dan pengertian, sehingga dikatakan sebelum Salomo dan sesudahnya tidak ada seorang raja yang seperti Salomo dalam hal tersebut.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ini. Banyak orang percaya yang harus menanggung “harga yang cukup mahal” akibat dari langkah-langkah yang diambil dalam hidupnya tidak didahului dengan pertimbangan-pertimbangan yang tepat sebelumnya. Tuhan melihat masih banyak orang percaya yang perlu memiliki hikmat atau hati yang faham di dalam membuat berbagai pertimbangan di dalam keseharian hidupnya. Pertimbangan ini termasuk di dalam pengambilan keputusan, di dalam memilih, termasuk juga di dalam bertindak dan berkata-kata. Seringkali kesemua hal ini dilakukan atas dasar apa yang baik menurut pertimbangan manusia, bukan apa yang baik dalam pandangan Tuhan.
Permintaan Salomo kepada Tuhan akan hikmat ini seharusnya menjadi permintaan setiap kita orang percaya kepada Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita diperhadapkan dengan berbagai macam persoalan. Kita memerlukan hati yang bijak untuk memulai dan menyelesaikannya. Rumah tangga yang tidak dibangun dengan dasar hikmat Tuhan, akan menjadi rumah tangga yang rawan konflik. Melakukan pekerjaan, pelayanan, pergaulan atau apapun tanpa disertai hikmat Tuhan hanya akan berpotensi terjadinya masalah.
Beberapa hal yang perlu kita lakukan berkaitan dengan pesan Tuhan ini agar kita bertambah-tambah di dalam hikmat dari Tuhan, di antaranya adalah:
(1). Memahami betapa pentingnya hikmat Tuhan, maka kita datang memintanya dengan kesungguhan hati.
1 Raj. 3:10-11 (10) Lalu adalah baik di mata Tuhan bahwa Salomo meminta hal yang demikian. (11) Jadi berfirmanlah Allah kepadanya: “Oleh karena engkau telah meminta hal yang demikian dan tidak meminta umur panjang atau kekayaan atau nyawa musuhmu, melainkan pengertian untuk memutuskan hukum,…
Apabila ada komoditas yang dinilai sangat berharga pada waktu itu, maka biasanya itu adalah emas, perak dan permata. Bahkan sampai hari ini komoditas tersebut dipandang sebagai sesuatu yang sangat berharga. Namun Salomo mampu melihat apa yang lebih bernilai dari pada itu semua, yaitu hikmat Tuhan. Namun sayangnya, sesuatu yang mahal dari Tuhan itu seringkali tidak terlihat bernilai di dalam pandangan mata orang-orang percaya pada umumnya, sehingga akhirnya pengejaran orang-orang umumnya lebih kepada pengejaran akan “emas, perak dan permata.”
Setiap orang yang merasa tidak memerlukan hikmat adalah orang bodoh. Mengapa? Karena ia tidak tahu betapa berharganya hikmat itu. Ia tidak menyadari bahwa untuk melakukan apapun manusia memerlukan hikmat Tuhan. Itulah sebabnya Salomo sangat berkenan di mata Tuhan ketika ia datang untuk meminta hikmat dari Tuhan. Hal yang sama, apabila kita pun memahami betapa bernilainya hikmat itu, maka pasti akan datang kepada-Nya untuk meminta hikmat. Namun pengertian “meminta” (Ibr. Sha’al) itu bukan sekedar mulut mengucapkan permintaan, namun mencari, mendekat dan memohon karena memahami betapa pentingnya sesuatu yang diminta itu.
(2). Memahami bahwa hikmat Tuhan itu butuh “wadah,” maka mari persiapkan dan pelihara wadah itu dengan baik.
1 Raj. 3:14 Dan jika engkau hidup menurut jalan yang Kutunjukkan dan tetap mengikuti segala ketetapan dan perintah-Ku, sama seperti ayahmu Daud, maka Aku akan memperpanjang umurmu.
Ketika seseorang mendapatkan sebuah barang yang berharga, seperti misalnya perhiasan, maka biasanya ia akan menempatkan benda itu ke dalam sebuah wadah. Dan wadah tersebut tentunya bukanlah wadah yang sembarangan. Wadah yang digunakan adalah wadah yang sepadan dengan isi benda yang akan ditempatkannya. Dalam hal ini tentunya sebuah kotak perhiasan. Demikian pula hikmat yang dari Tuhan, sesuatu yang begitu bernilai tentunya kita tidak akan menyimpannya di dalam “wadah” yang sembarangan. Wadah tersebut adalah hati kita.
Tuhan menyukai Salomo di awal pemerintahannya, karena sikap rendah hatinya. Sebagai seorang anak raja yang berkuasa seperti Daud, Salomo bisa saja bertindak sekehendak hatinya. Namun tidaklah demikian, karena Salomo mau mendengarkan nasihat Daud ayahnya bahwa betapa pentingnya hidup berkenan di hadapan Tuhan, maka datanglah ia kepada Tuhan memohon hati yang faham untuk menimbang, yaitu hikmat dari Tuhan. Dan selama seseorang memiliki “wadah” hati yang berkenan kepada Tuhan, maka selama itulah hikmat Tuhan memerintah di dalam dirinya. Dan sebaliknya, apabila seseorang tidak hidup menurut jalan yang Tuhan tunjukkan, maka hikmat Tuhan tidak lagi tinggal tetap.
Mari jemaat Tuhan, melalui pesan-Nya ini, Tuhan sedang membuka kesempatan untuk kita datang kepada-Nya lebih lagi untuk memohon hikmat Tuhan. Seberapa kita menganggap hikmat Tuhan adalah sesuatu yang bernilai tinggi, maka hal itu akan terlihat kepada seberapa serius pengejaran kita akan memeroleh hikmat Tuhan tersebut dan memeliharanya. Selamat mendapatkan hikmat!
Tuhan Yesus memberkati!