Berikan Maaf (Lepaskan Pengampunan) (Pesan Gembala, 10 Agustus 2025)

BERIKAN MAAF (LEPASKAN PENGAMPUNAN)

Matius 18:21-22 (21)  Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” (22) Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Hal mengampuni atau memaafkan orang yang telah melakukan kesalahan itu ternyata bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Tidak sedikit orang percaya, meskipun paham bahwa sebagai orang percaya harus mengampuni, namun ternyata masih merasa enggan atau belum bisa untuk melakukannya. Beberapa penyebabnya adalah karena masih mengingat dan membayangkan perbuatan yang dilakukan atau perkataan yang diucapkan oleh orang yang telah melukainya

Mau mencoba menghukum si pelaku dengan berpikir bahwa apabila diampuni, maka ia akan melakukan kembali perbuatannya. Merasa bahwa biarlah si pelaku turut menderita juga seperti apa yang dialami oleh dirinya. Atau mengharapkan agar si pelaku akan mengalami ganjaran atas apa yang telah dilakukannya.

Akhirnya kalaupun seseorang mengatakan bahwa ia telah mengampuni, itu cuma hanya sekedar lip service di bibir saja, sedangkan hati mungkin masih belum mengatakan hal yang sama. Namun pertama-tama mari lihat dulu apa yang dilakukan oleh Yesus terhadap orang-orang yang telah menangkap, menyiksa, dan menyalibkan-Nya. Ini bukan soal Yesus pasti lebih mudah melakukannya, namun soal memahami prinsip penting dalam melakukan pengampunan.

Ketika Yesus tergantung di kayu salib, disiksa oleh orang-orang yang memang berniat sekali untuk membunuhnya, setelah sebelumnya dihadirkan saksi-saksi dusta, orang-orang berkumpul sambil menertawakan penderitaan-Nya, Yesus justru mengucapkan: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34).

Tak seorang pun di sana yang bersedih, menyesal, atau menunjukkan raut muka kasihan. Bahkan saat Ia mengucapkan kalimat pengampunan itu, orang banyak malah tertawa, mengejek, bersorak, dan mencemooh-Nya. Orang-orang yang lewat menghina-Nya. Mereka mengejek-Nya. “Jika Engkau Raja Israel, turunlah dari salib dan selamatkan diri-Mu sendiri.” Namun Ia berkata kepada Bapa sorgawi, agar mengampuni orang-orang tersebut. Kalimat tersebut telah menggugurkan semua alasan siapapun yang mengatakan belum bisa mengampuni tersebut.

Bukankah pengampunan seperti ini yang sebetulnya harus kita lakukan apabila kita mengatakan bahwa kita ini adalah pengikut Kristus? Tetapi mengapa pada bagian ini justru tidak sedikit orang percaya gagal untuk bisa melakukannya? Dari mulut mengatakan sudah mengampuninya, tetapi begitu mengingat si pelaku, muncullah kembali sakitnya atau teringat kembali tentang apa yang orang tersebut lakukan.

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Tuhan tidak mau kita menjadi orang-orang percaya yang masih menyimpan segala beban, belenggu, keterikatan yang tidak semestinya kita pikul. Ada perkara besar dan penting sebetulnya sedang menanti kita di depan. Tuhan ingin setiap kita memerolehnya. Menyimpan kesalahan orang lain adalah sama dengan kita sedang menutup banyak pintu penting bagi diri kita.

Melalui pesan-Nya ini juga Tuhan mau meluruskan prinsip-prinsip yang salah yang selama ini orang percaya pahami mengenai pengampunan atau pemberian maaf ini. Bahwa seringkali pemberian maaf itu selalu dikaitkan dengan perasaan, padahal itu adalah perintah yang harus kita lakukan. Pemberian maaf itu hanya akan menguntungkan si pelaku, padahal justru akan menguntungkan kita. Pemberikan maaf adalah tindakan untuk menghukum si pelaku, padahal enggan memaafkan sesungguhnya sedang menghukum diri kita. Pemberian maaf dianggapnya adalah tentang keberanian menyampaikan perkataan maaf, padahal keberanian untuk memulihkan hati yang luka.

Oeh sebab itu, apa yang harus kita lakukan agar kita dapat melepaskan pengampunan yang Tuhan kehendaki (prinsip apa yang perlu kita miliki). Beberapa di antaranya adalah:

(1). Mengampuni adalah tentang berjalan maju ke depan meninggalkan kehidupan lama

Matius 18:21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?”

Pertanyaan ini sebetulnya menandakan si penanya belum sungguh-sungguh memiliki niat untuk mengampuni. Masih ada kandungan niatan antara mau mengampuni, tetapi sebetulnya juga tidak terlalu mampu untuk melakukannya. Apalagi ketika membayangkan sekiranya saudaranya itu akan mengulangi perbuatannya, maka mestikah mengampuninya lagi.

Pengampunan pada hakikatnya adalah keputusan yang dibuat dari dalam diri kita untuk menolak hidup di masa lalu. Ini adalah pilihan sadar untuk melepaskan orang lain dari perbuatan mereka terhadap kita agar kita dapat terbebas. Pengampunan tidak menyangkal rasa sakit atau mengubah masa lalu, tetapi memutus siklus kepahitan yang mengikat kita pada luka-luka masa lalu. Pengampunan akan membuat kita melepaskan diri dari ikatan, lalu kemudian melanjutkan hidup atau move on.

Siapa sesungguhnya yang mau terus hidup menengok ke belakang, melihat dan terpaku terus akan masa lalu? Sedangkan iring Tuhan itu sifatnya progressive, semakin naik, semakin maju menapaki masa depan yang penuh harapan. Semua orang percaya tentu ingin sekali semakin naik dan maju, namun apabila separuh kaki (atau kedua kaki) masih terbelenggu dengan masa lalu gara-gara tidak mau mengampuni, ini menjadi suatu kerugian yang besar.

(2). Mengampuni adalah bukan membebaskan orang lain, tetapi tentang membebaskan diri kita

Mat 18:22 Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Tujuh puluh kali tujuh kali bukanlah jumlah yang sedikit. Ketika kita hidup di dunia yang penuh dengan kejahatan, itu berarti akan banyak sekali dosa yang orang akan lakukan, akan banyak sekali rasa sakit dan kecewa yang ditimbulkan, dan itu berarti akan banyak sekali pengampunan yang harus siap dilepaskan. Artinya, hal pengampunan adalah tentang pintu maaf yang harus selalu tersedia di hati orang percaya.

Kemudian Yesus bercerita tentang seorang pria yang berhutang sangat besar di hadapan raja. Ia tidak mampu untuk membayarnya. Namun, luar biasanya raja membebaskan ia dari seluruh hutangnya. Tak lama kemudian, pria yang telah diampuni hutangnya bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang kecil kepadanya. Ketika orang itu tidak dapat membayar, ia memenjarakannya. Orang yang telah diampuni hutangnya kemudian oleh raja diserahkan kepada algojo-algojo (Eng. torturers), para penyiksa yang siap menyedot setiap jengkal kebahagiaan dari hidup orang tersebut.

Ini berbicara tentang kita sebagai orang-orang yang telah diampuni dosanya oleh Tuhan. Ketika kita memutuskan untuk tidak mau mengampuni atau menunda-nunda untuk mengampuni dengan benar yaitu dari hati yang terdalam. Maka seperti yang dikatakan dalam perumpamaan di atas, karena orang itu menolak untuk mengampuni, maka ia akan “tersiksa” dan kehilangan hal-hal penting dan besar di hari-hari hidupnya. Ampuni mereka dan kita akan terbebas.

Mari jemaat Tuhan, hal mengampuni memang lebih mudah untuk diperkatakan, namun tetap bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Tetapi melalui pesan Tuhan ini, ketika kita memahami adanya prinsip-prinsip penting di dalamnya, yaitu prinsip-prinsip kemenangan dan kemerdekaan yang akan kita alami ketika kita tahu melepaskan pengampunan kepada siapapun, maka tentunya hal membuka pintu maaf ini bukan lagi sesuatu yang sukar lagi. Selamat menikmati hal-hal indah di depan yang Tuhan sedang siapkan.

Tuhan Yesus memberkati!

Berikan Maaf (Lepaskan Pengampunan) (Pesan Gembala, 10 Agustus 2025)

| Warta Jemaat |
About The Author
-