Amsal 23:23 Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian.
Sebagai penulis amsal, Salomo memiliki berbagai pengalaman yang mewarnai nasihat-nasihat yang ditulisnya. Entah pengalaman yang buruk ataupun yang baik, semua itu ia tuangkan dalam buku kumpulan amsalnya untuk menjadi peringatan sekaligus pelajaran bagi setiap orang yang membacanya. Bahkan banyak nasihat dalam amsal diambil dari perkataan Daud, ayahnya, yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Ayat di atas merupakan salah satu nasihat Daud yang secara pribadi pernah ia langgar dan akhirnya menjadi suatu pelajaran penting dalam kehidupan Salomo.
Salomo adalah seorang raja yang di awal pemerintahannya sangat mengandalkan Tuhan, seorang yang selalu bertanya kepada Tuhan dalam setiap langkah yang hendak ia lakukan, namun ketika pemerintahannya menjadi semakin kuat ia mulai membiarkan pelanggaran demi pelanggaran terjadi dalam kehidupannya. Hal ini dimulai ketika Salomo memiliki banyak isteri yang berasal dari berbagai bangsa dan kepercayaan, yang kemudian akhirnya menyeret dirinya sendiri jatuh ke dalam dosa penyembahan kepada allah-allah kepercayaan isterinya. Dari seorang pembeli kebenaran berubah menjadi seorang yang rela menjualnya demi sesuatu yang tidak kekal sifatnya.
Inilah pesan Tuhan bagi kita di minggu ini, Tuhan mau kita menjadi orang-orang pertama yang masih mau “membeli” kebenaran di tengah kehidupan dunia yang sangat konsumtif ini (“be the first to buy the Truth”). Bayangkan saat kita berada di sebuah tempat perbelanjaan yang dipenuhi oleh orang-orang yang berjualan berbagai barang, baik untuk keperluan sehari-hari maupun barang-barang mewah, yang berusaha menawarkannya dengan berbagai strategi dan cara untuk menarik hati para pembeli. Mulai dari menaruh plakat-plakat diskon besar di depan tokonya sampai menaruh orang-orang di depan pintu untuk mengajak para pembeli untuk masuk dan membelinya.
Suasana tadi sesungguhnya adalah gambaran dari apa yang sedang terjadi di dalam kehidupan alam rohani saat ini dimana banyak sekali hal-hal “menarik” yang ditawarkan oleh pihak musuh dengan berbagai strategi supaya umat Tuhan membeli sesuatu yang bukan kebenaran, bahkan ada satu titik di mana mereka bahkan rela dipaksa untuk menjualnya. Hari-hari ini, jika kita tidak benar-benar terhubung dengan Yesus dan Firman-Nya sebagai sumber kebenaran, maka akan sulit sekali untuk membedakan manakah kebenaran yang sejati dan mana yang bukan. Umumnya penyesatan dilakukan secara diam-diam dan seringkali perbedaan antara kebenaran dan penyesatan itu tipis saja, secara umum seolah-olah memuliakan nama Yesus padahal sebenarnya tidak.
Beberapa penjelasan berkaitan dengan ayat di atas:
(1). Belilah kebenaran
Amsal 23:23 Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian.
Sesuai dengan arti kata yang sesungguhnya, bahwa setiap transaksi pembelian memerlukan alat pembayaran. Untuk membeli sesuatu barang yang bernilai tinggi, maka ada harga yang harus berani dikeluarkan.
Bukan hal asing lagi bila atlet-atlet olah raga yang berprestasi dibayar dengan harga yang sangat tinggi. Bagi kebanyakan orang, nilai bayaran sebesar itu, yang bahkan bisa jauh melebihi gaji seorang eksekutif sebuah perusahaan multinasional, sangatlah mengherankan. Tetapi bila dipikir ulang, secara sederhana, bayaran yang diterima atlet tersebut sebenarnya cukup sepadan dengan prestasi yang ia berikan bagi klub dan para penggemarnya.
Kebenaran adalah sesuatu yang sangat mahal, tetapi amsal berkata belilah itu, dan jangan kuatir dengan harga yang harus dikeluarkan. Keberanian Yesus untuk tidak berkompromi dengan para imam dan ahli Taurat yang mendakwa-Nya membuat Ia harus mengalami rasa sakit, deraan, siksaan, dan kematian di kayu salib sebagai harga yang harus dibayar-Nya. Keberanian Yohanes untuk tidak mau menolak Injil mengakibatkan harga mahal yang harus ia tanggung dengan menghabiskan sisa hidupnya di sebuah pulau gersang bernama Patmos. Kerelaan murid-murid untuk meninggalkan segala sesuatu demi untuk mengiring Yesus adalah harga yang harus mereka bayar. Namun perhatikanlah dengan seksama, bahwa setiap harga yang dikeluarkan orang-orang ini tidak pernah sia-sia. Bayangkan seandainya Yesus memilih untuk tidak mau mengalami sakit di kayu salib, kita sudah pasti masih ada di dalam belenggu perbudakan dosa. Seandainya murid-murid Yesus tidak mau membayar harga pengiringannya kepada Yesus, maka Injil tidak akan pernah diberitakan sampai hari ini.
Mungkin kita tidak mesti mengalami tantangan-tantangan yang sama seperti yang dialami oleh para pendahulu kita, tetapi bukan berarti tidak ada harga yang harus dibayar untuk bertumbuh di dalam kebenaran. Ada waktu-waktu yang kita korbankan untuk dapat bertekun di dalam sebuah komunitas, ada biaya-biaya yang kita keluarkan untuk mencapai ke tempat tujuan, ada tekanan-tekanan atau bahkan aniaya yang dihadapi ketika berhadapan dengan orang-orang yang mempertanyakan iman percaya kita, dan lain-lain. Namun satu hal yang kita percaya adalah bahwa semua harga yang dibayar demi untuk kebenaran Kristus tidak akan menjadi sia-sia. Bahkan, sesungguhnya, tanpa disadari, kita sedang mempersiapkan jalan bagi generasi yang selanjutnya.
(2). Jangan menjual kebenaran
Amsal 23:23 Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; . . . .
Lagi-lagi kita belajar tentang nilai sebuah obyek berdasarkan maksud mengapa orang mau menjualnya kembali. Ketika seseorang berniat untuk menjual kembali suatu barang yang pernah ia beli, maka itu berarti ia mulai menganggap barang itu sudah tidak dibutuhkan lagi atau mungkin ia menganggap barang itu sudah tidak memiliki nilai yang sama seperti ketika ia membelinya. Seandainya Yesus pada waktu itu menjual kebenaran-Nya dengan meloloskan diri dari kayu salib ketika ditantang oleh orang-orang yang menyuruhnya turun ketika itu, maka tidak ada nilai penebusan apa-apa yang berdampak pada seluruh kehidupan umat manusia seperti yang terjadi hingga saat ini.
Sebenarnya setiap orang percaya memiliki banyak kesempatan untuk menjual kebenaran. Namun hanya mereka yang menganggap murah nilai pengorbanan Yesuslah yang akan melakukannya. Sebagai contoh, seorang ayah yang kedapatan telah melakukan pelanggaran lalu lintas bersama anaknya yang duduk di kursi belakang, lalu berdusta di hadapan petugas kepolisian bahwa yang dilakukannya itu semata-mata untuk membawa anaknya ke rumah sakit, padahal anaknya tidak sakit, maka itu berarti bahwa si ayah telah menjual kebenaran dengan nilai sebesar denda tilang dan nilai hormat anak kepada orangtuanya. Demikian pula halnya dengan Yudas yang telah menjual Yesus dengan harga hanya tiga puluh keping uang perak, karena memang hanya sebesar nilai itulah Yudas menghargai keberadaan Yesus.
Umat Tuhan, seberapa besarkah kita telah menghargai kebenaran Kristus selama ini? Apabila kita memahami bahwa kebenaran adalah sesuatu yang sangat mahal bahkan seharga nyawa pengorbanan Yesus di atas kayu salib, maka kita tidak akan pernah menjual atau menyangkalnya dalam keadaan apapun juga, bahkan sebaliknya, kita berani membayar harga mahal demi supaya kebenaran itu terus bertumbuh di dalam kita. Oleh sebab itu, terimalah kebenaran-Nya senantiasa, bukalah hati kita untuk setiap firman yang Tuhan nyatakan kepada kita dalam berbagai cara. Yesus berkata dalam Yohanes 14:6 “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.
Tuhan Yesus memberkati!