Filipi 3:7-16 (15) Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu. (16)Tetapi baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai kita lanjutkan menurut jalan yang telah kita tempuh.
Tulisan rasul Paulus ini berisi dorongan kepada jemaat Tuhan di Filipi untuk tetap bersukacita di dalam Tuhan ketika menghadapi tekanan dari para pekerja palsu yang kelihatannya seperti sedang melakukan hukum Tuhan, namun sebenarnya sedang membelenggu kembali orang-orang percaya dengan hal-hal yang lahiriah. Dalam suratnya tersebut rasul Paulus menyaksikan pengalaman hidupnya, dimana ia pun dulunya adalah seorang Farisi asli yang sangat menaruh kepercayaan kepada hukum Taurat dan pada hal-hal yang lahiriah, yang sangat ia banggakan. Rasul Paulus menekankan bahwa apa yang dahulu ia banggakan dan yang merupakan keuntungan bagi dirinya, telah dianggapnya sampah sejak ia mengenal Kristus, karena baginya, pengenalan akan Kristus lebih mulia dibanding apapun.
Karena alasan itulah rasul Paulus tidak pernah menjadi orang yang statis, melainkan menjadi pribadi yang terus mengejar pengenalan dan keserupaan akan Kristus. Ia menyadari bahwa Yesus yang diiringnya adalah Allah yang progressif, yaitu Allah yang menghendaki agar umat-Nya terus mengalami perkembangan dan pertumbuhan seperti layaknya pertumbuhan seorang manusia, dari bayi hingga menjadi pribadi yang dewasa, bahkan menjadi serupa dengan Penciptanya. Atas dasar itulah rasul Paulus selalu memfokuskan dirinya pada tujuan Kerajaan Sorga. Apapun kondisi yang ia hadapi, entah baik atau buruk, bahkan sangat buruk sekalipun, ia tetap memandang hal itu sebagai cara Tuhan untuk membentuk dirinya supaya menjadi pribadi yang semakin matang dan dewasa di dalam Kristus. Itulah sebabnya, kalau kita perhatikan, rasul Paulus tidak pernah berlama-lama dalam sebuah fase tanpa pertumbuhan, melainkan selalu naik dari satu fase ke fase berikutnya.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita memasuki minggu yang keempat di bulan September ini. Tuhan menghendaki kita umat-Nya terus mengalami pertumbuhan dari tingkat yang satu ke tingkat berikutnya. Layaknya seorang murid yang bersekolah, maka murid tersebut sepatutnya terus naik dari kelas yang satu ke kelas berikutnya yang lebih tinggi. Tidak ada murid yang ingin tinggal terus menerus di suatu kelas dan tidak mau naik ke kelas berikutnya, kecuali kalau memang ia tidak memiliki tujuan yang jelas dalam hidupnya. Murid yang memiliki cita-cita pasti ingin berlari untuk menggapainya. Seseorang yang memiliki visi yang jelas di dalam Tuhan akan berlari sedemikian rupa hingga ia memperoleh keserupaan Kristus dan mahkota di garis akhirnya.
Sebagai guru terbaik, Tuhan Yesus memiliki banyak cara yang membuat kita mengalami pertumbuhan dari “kelas” yang satu ke “kelas” berikutnya, antara lain ketika:
(1). Membangun hubungan pribadi dengan Tuhan
Flp. 3:10 Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya,
Kalau saja kita menangkap pesan demi pesan yang Tuhan berikan kepada kita dari minggu ke minggu, maka pastilah kita sudah mengalami sebuah pengalaman penting bersama Tuhan khususnya ketika Ia menyampaikan pesan agar kita naik ke gunung Tuhan. Tidak ada orang yang tetap sama apabila ia pernah mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Yakub adalah contoh seorang yang mengalami perubahan dalam hidupnya, ketika ia masuk ke dalam dimensi supranatural bersama Tuhan, yaitu saat ia berhenti untuk bermalam di sebuah tempat yang bernama Lus. Dari seorang yang mengiring Tuhan karena faktor kelahiran menjadi seorang pengikut Tuhan yang militan karena faktor perjumpaan. Melalui hal ini kita belajar, bahwa pengenalan dan pertumbuhan yang sungguh-sungguh akan Tuhan dapat terjadi lewat perjumpaan yang dibangun dari sebuah hubungan.
Ketika tujuan hidup rasul Paulus diubahkan Tuhan, dari seorang yang melakukan sesuatu untuk kepentingan egonya dan kepentingan kelompoknya menjadi seorang yang melakukan segala sesuatu untuk kepentingan Kerajaan Sorga, maka membangun hubungan dengan Tuhan menjadi kebiasaan barunya. Banyak hal yang Tuhan singkapkan ketika ia menjalin keintiman dengan Tuhan, dan inilah yang membuat ia bertumbuh dari satu fase ke fase berikutnya menuju kesempurnaan Kristus.
(2). Menjalani pemuridan
Mat. 4:19 Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.”
Untuk menjadi seorang pemercaya di dalam Kristus, cukup dengan dilahirkan kembali, namun untuk menjadi seorang murid yang menangkap visi Kerajaan Sorga perlu ada yang menjadikannya. Dan pribadi yang menjadikannya adalah guru. Sistem pemuridan yang dilakukan Yesus kepada murid-murid-Nya di masa itu berbeda dengan sistem pemuridan modern yang banyak diterapkan sekolah-sekolah di masa kini, dimana guru mengajar di depan kelas, dan murid-murid duduk mendengarkan apa yang dikatakan oleh sang guru. Sistem pemuridan ala Yahudi yang dilakukan Yesus mengharuskan para murid mengikuti ke manapun gurunya pergi, dan murid belajar melalui keteladanan hidup Yesus, Sang Guru. Ketika Yesus berjalan, ketika Yesus menghadapi suatu masalah, ketika sedang melakukan mujizat, maka murid-murid ada di sana dan belajar banyak dari apa yang dilakukan oleh Sang Guru. Inilah yang menjadikan murid-murid Yesus mengalami pertumbuhan yang pesat.
(3). Melalui tribulasi
Flp. 3:10 Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya,
Rasul Paulus bukanlah seorang egois yang hanya mau iring Yesus untuk hal-hal yang enaknya saja dan menolak hal-hal yang dianggap tidak enak. Paulus menyadari seluruh konsekuensi pengiringannya kepada Yesus, termasuk harga kemuridan atau cost of discipleship yang harus ia alami. Ada harga mahal yang harus berani dibayarkan ketika seseorang menjadi murid Yesus yang sungguh-sungguh. Itulah sebabnya rasul Paulus menyadari bahwa pengenalan akan Kristus tidak hanya diperoleh melalui hubungan doa dan pemuridan semata, namun juga melalui persekutuan dalam penderitaan-Nya. Ia percaya bahwa selalu ada maksud dan tujuan Tuhan lewat masa-masa tribulasi yang kerap kali harus ia hadapi. Bagi sebagian orang tribulasi dipandang sebagai murka Tuhan, tetapi rasul Paulus memandangnya sebagai cara Tuhan mengajar dirinya dan membuat ia dapat melihat betapa dahsyatnya pertolongan dari Tuhan yang ia sembah.
Sadrakh, Mesakh, dan Abednego tidak pernah mengetahui sebelumnya betapa dahsyat Allah yang mereka sembah sebelum mereka masuk ke dalam perapian. Masuk ke dalam perapian memang bukan hal yang mudah, namun ketika hal itu disikapi secara benar, maka betapa luar biasanya lompatan iman dan pertumbuhan yang mereka alami setelah peristiwa itu, sampai-sampai raja Nebukadnezar sendiri berbalik menghormati Allah yang mereka sembah.
Jemaat terkasih, Tuhan kita bukanlah Tuhan yang statis yang menghendaki kita tetap kerdil dan tidak pernah mengalami pertumbuhan, namun sebaliknya, kita mempunyai Tuhan yang sedang mempersiapkan umat-Nya sebagai mempelai yang siap mendampingi diri-Nya pada saat Ia datang untuk kedua kalinya kelak. Oleh sebab itu tangkaplah rencana Kerajaan Sorga dan bertumbuhlah.
Tuhan Yesus memberkati!