Yes. 43:1 Tetapi sekarang, beginilah firman TUHAN yang menciptakan engkau, hai Yakub, yang membentuk engkau, hai Israel: “Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku.
Latar belakang ayat di atas adalah menceritakan tentang kelepasan Israel dari pembuangan di Babel pada masa lalu, yang dilakukan Tuhan semata-mata karena kasih-Nya kepada umat-Nya. Israel yang telah memberontak kepada Tuhan dengan membuat serta menyembah berhala-berhala, kemudian dibuang ke Babel selama tujuh puluh tahun karena tidak juga mengindahkan peringatan-peringatan Tuhan, namun akhirnya dibebaskan Tuhan dan menjadi milik kepunyaan Tuhan yang sangat dikasihi-Nya.
Pada ayat-ayat selanjutnya, kita dapat mengetahui bagaimana Tuhan mengungkapkan cinta kasih-Nya kepada umat kesayangan-Nya ini dengan melimpahkan berbagai berkat dan keuntungan untuk dinikmati umat-Nya tersebut. Segala kemurahan yang ditunjukkan Allah kepada bangsa Israel ini digambarkan seperti sayangnya seorang Bapa kepada anak yang sangat dikasihi-Nya. Inilah gambaran kasih Bapa yang sesungguhnya, juga kepada kita, umat perjanjian-Nya saat ini. Umat Israel yang telah ditebus dari Babel berbicara tentang kita yang adalah umat yang telah ditebus dari dosa lewat kematian-Nya di atas kayu salib.
Melalui pesan ini, Tuhan ingin setiap kita menyadari dan melihat diri kita dengan cara pandang yang benar, yaitu bahwa kita, sebagai orang-orang yang sudah dilahirkan baru di dalam Kristus, adalah sungguh-sungguh umat kepunyaan-Nya sendiri. Dan nama yang Ia panggilkan kepada kita dalam ayat di atas adalah nama baru yang ditambahkan kepada kita setelah kita menjadi milik-Nya yang sudah ditebus. Kata “nama” pada ayat di atas dalam bahasa Ibraninya adalah “shem”, yang berarti sebuah sebutan atau gelar kehormatan bagi seseorang yang diberikan otoritas oleh Si Pemberi nama kepada anak-Nya. Seperti nama keluarga yang ditambahkan orang tua di belakang nama seseorang untuk menyatakan dari keturunan mana ia berasal, demikian makna nama yang Tuhan gunakan untuk memanggil kita, nama atau sebutan yang menyatakan bahwa kita adalah milik Kristus.
Tuhan menginginkan suatu jalinan hubungan yang intim yang dilandasi rasa aman dan percaya bahwa kita adalah anak-anak yang dikasihi-Nya. Dalam perumpamaan anak yang hilang, si anak sulung menjadi marah ketika melihat ayahnya merayakan kepulangan adiknya yang hilang dengan menyembelih seekor lembu tambun. Ia merasa diperlakukan tidak adil oleh ayahnya padahal ia telah setia melayani ayahnya, ia pikir ia tidak pernah diperlakukan sedemikian baik. Anak sulung merasa bahwa ia tidak dikasihi ayahnya. Ia tidak menyadari bahwa sebagai seorang anak yang selalu ada bersama-sama dengan ayahnya, ia boleh setiap saat menikmati segala yang dimiliki ayahnya dan ayahnya berharap ia turut bergembira ketika adiknya kembali. Ternyata selama ini si anak sulung tidak memosisikan dirinya sebagai anak yang dikasihi ayahnya, melainkan hanya sebagai hamba upahan semata. Hal ini pula yang seringkali dialami umat Tuhan. Banyak di antara umat Tuhan yang belum menempatkan dirinya di dalam posisi yang benar sebagai anak yang dikasihi oleh Bapa di Sorga.
Ada beberapa hal yang perlu dipahami berkaitan dengan hubungan kita dengan Bapa di Sorga, di antaranya:
(1). Menyadari bahwa kita dijadikan anak karena kasih karunia-Nya
1 Yoh. 3:1 Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.
Salah satu pernyataan terbesar dalam Perjanjian Baru adalah ketika Tuhan mau menyatakan diri-Nya sebagai Bapa dan kita adalah anak-anak yang dikasihi-Nya. Hubungan istimewa seperti inilah yang tidak pernah ditemukan di dalam kepercayaan manapun dimana ada Allah yang mau menjadi Bapa bagi umat-Nya. Menjadikan kita sebagai anak Allah bukan semata-maa agar kita berbeda dengan yang lain, namun agar kita dapat memperoleh apa yang Bapa janjikan, karena sebagai anak, kita juga disebut ahli waris, yaitu orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah. Selain itu, Tuhan juga menginginkan agar melalui Roh Kudus, yaitu “Roh yang menjadikan kita anak Allah”, kita makin menyadari bahwa kita adalah anak-anak-Nya yang membuat kita dapat memanggil Dia “Ya Abba, ya Bapa” melalui hubungan yang dibangun dan memberi kita kerinduan untuk senantiasa mau dipimpin oleh Roh Kudus. Dan semua itu dilimpahkan secara luar biasa kepada kita yang akhirnya adalah untuk menolong kita menjadi semakin serupa dengan Dia.
Sungguh, suatu jalinan hubungan yang begitu indah akan tercipta antara kita dengan Bapa di Sorga apabila kita tahu menempatkan diri kita pada posisi yang benar, yaitu sebagai anak-anak-Nya. Dan ditambah dengan kesadaran bahwa semua itu kita peroleh bukan karena keinginan atau hasil usaha kita, tetapi semata-mata karena kasih karunia-Nya kepada kita.
(2). Bapa punya rencana besar untuk kita
Ef. 2:10 Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Suatu kali ibu dari anak-anak Zebedeus datang kepada Yesus dengan suatu permintaan agar anak-anaknya, yaitu Yakobus dan Yohanes, bisa didudukkan kelak di Kerajaan Sorga, yang satu didudukkan di sebelah kanan Yesus, dan satunya lagi di sebelah kiri-Nya. Mungkin bagi sebagian orang permintaan tersebut terlalu berlebihan, namun bagi orang tua yang memiliki visi jauh ke depan bagi anak-anaknya hal tersebut adalah wajar, lagi pula mereka adalah orang-orang yang tahu siapa sesungguhnya Yesus, dan akan menjadi apa diri-Nya kelak setelah kenaikan-Nya ke Sorga. Orang tua mana yang tidak memiliki rencana besar bagi masa depan anak-anaknya?
Demikian pula Bapa kita di Sorga, Ia punya rencana yang luar biasa bagi kita anak-anak-Nya. Dan rencana itu sudah Ia persiapkan jauh sebelumnya, bukan hanya sejak ketika kita masih berada dalam kandungan ibu kita, tetapi bahkan sejak sebelum dunia dijadikan Bapa sudah memiliki rencana besar bagi kita. Pertanyaannya adalah bagaimana kita tahu bahwa kita ada di dalam rencana Bapa? Perhatikan ayat di atas: “Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Artinya, ketika kita menyadari bahwa kita adalah anak-anak Tuhan yang sudah dipersiapkan jauh sebelumnya untuk suatu rencana besar Kerajaan Sorga, maka jalani dan hidupilah langkah demi langkah setiap tuntunan yang Tuhan berikan kepada kita hari lepas hari. Tantangan atau masalah yang mungkin kita hadapi hanyalah suatu sarana atau batu loncatan agar kita naik ke level yang lebih tinggi, yaitu apabila kita memiliki cara pandang yang benar tentang diri kita dan siapakah kita di hadapan-Nya. Sebaliknya, tantangan atau masalah bisa menjadi batu sandungan apabila kita memiliki cara pandang yang salah.
(3). Anak tahu di mana seharusnya ia berada
Luk. 2:49 Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (NKJV: And He said to them, “Why did you seek Me? Did you not know that I must be about My Father’s business?”)
Diperlukan waktu tiga hari bagi Yusuf dan Maria untuk menemukan Yesus yang sempat hilang dari rombongan perjalanan sepeninggal mereka dari Yerusalem. Setelah mencari ke sana ke mari, Yesus yang pada waktu itu sudah berusia dua belas tahun, akhirnya didapati sedang duduk di tengah-tengah alim ulama di Bait Allah sambil mendengarkan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Dengan cemas akhirnya mereka mendapatkan Yesus kembali, namun Yesus berkata kepada kedua orang tuanya agar tidak perlu bersusah payah mencari-Nya, karena bukankah Anak harus berada di rumah Bapa-Nya?
Peristiwa di atas sedang mengajarkan kepada kita di mana seharusnya kita berada sebagai anak-anak Tuhan. Tuhan mau kita berada di tempat yang tepat di mana kita bisa membangun hubungan dan bersekutu dengan Dia. Tuhan mau kita ada di dalam komunitas persekutuan dengan sesama anak-anak Tuhan, dan Tuhan juga mau kita, anak-anak-Nya, melakukan pekerjaan Bapa kita (NKJV: our Father’s business), yaitu pergi dan memuliakan nama Bapa di Sorga.
Umat Tuhan, kalau kita cermati, pesan demi pesan Tuhan hari-hari ini terus menerus berbicara tentang cara pandang. Tuhan mau setiap kita memiliki cara pandang yang benar, dan kali ini Ia mau kita memiliki cara yang benar dalam memandang diri kita sebagai anak-anak Allah. Sebagai anak, sudah selayaknya kita mengetahui rencana dan kehendak Bapa kita serta melaksanakannya di bumi ini, sehingga nama Bapa dipermuliakan melalui kita.
Tuhan Yesus memberkati!