1 Korintus 2:1-5 (3) Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar. (4) Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh,
Ketika rasul Paulus mengunjungi Korintus pada sekitar tahun 50-an, ia sama sekali tidak tahu bahwa Allah akan memakainya untuk membangun suatu jemaat yang besar dan berpengaruh di kota modern ini. Korintus adalah kota perdagangan yang besar hingga membuatnya menjadi kota yang sangat kaya. Faktanya tidak dapat dipungkiri bahwa status sosial seseorang berkaitan dengan kondisi ekonominya. Paulus juga tidak tahu bahwa suatu hari kelak kota ini akan menyaksikan lahirnya kesusasteraan Kristen. Dari pandangan manusia hal ini sepertinya memang tidak mungkin karena siapapun yang baru datang ke kota tersebut pasti akan berkecil hati melihat tingginya peradaban Yunani yang memengaruhi kota itu.
Para orator ulung di Korintus tidak segan-segan menarik simpati banyak orang dengan memamerkan segenap kemampuan mereka dalam berorasi. Sejumlah besar orang akan berkumpul di sudut-sudut kota saat seorang orator berpidato dengan gaya retorika tradisi Yunaninya yang khas dan digemari oleh banyak orang pada masa itu. Mereka akan mengeluarkan segenap kemampuan mereka dengan menggunakan berbagai cara dan gaya untuk menunjukkan kepiawaian, pesona, kepandaian, serta kemampuan untuk menarik perhatian banyak orang. Sebaliknya, seorang yang tampil dengan kemampuan minim sudah barang tentu akan ditinggalkan bahkan menjadi cemoohan banyak orang.
Rasul Paulus mungkin bukan seorang orator ulung dibandingkan para orator Yunani tersebut, meskipun sebenarnya ia seorang rabbi berpendidikan tinggi. Ia menguasai beragam bahasa mulai dari Yunani, Ibrani, Aramik, dan bahkan Latin. Ia dididik oleh seorang guru terkemuka bernama Gamaliel. Jika Paulus ingin memamerkan seluruh kepandaiannya, mungkin bisa saja ia melakukan semuanya itu demi menarik perhatian banyak orang. Namun sebaliknya, ia memilih untuk tidak terbawa permainan “adu pesona” dengan para orator ulung kala itu. Ia memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa selain berbicara tentang Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan. Namun, saat ia melakukan itu, dampaknya justru ternyata luar biasa. Dengan kekuatan Roh Allah ia memengaruhi orang-orang yang ada di kota tersebut.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ini. Seringkali masih banyak orang percaya yang lebih menekankan penggunaan pesona luar mereka untuk memengaruhi hidup banyak orang ketimbang menggunakan “pesona ilahi.” Tidaklah salah apabila seseorang memiliki pengetahuan dan kemampuan intelektual yang mumpuni, memiliki penampilan yang menarik dan sopan, ataupun memiliki banyak keunggulan lain dalam hidupnya. Namun pesan Tuhan ini mengingatkan kita bahwa ada hal yang lebih penting dari semuanya itu, yaitu berjalan di dalam kekuatan Roh Allah.
Apa yang dimaksud dengan berjalan di dalam kekuatan Roh Allah?
(1). Tuhan Yesuslah yang kita beritakan
1 Kor. 2:2 Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.
Rasul Paulus merasa sedih saat ia melihat bagaimana orang-orang berusaha menarik perhatian sesamanya dengan menampilkan orasi-orasi yang secara tampak luar begitu memukau dan sedap untuk didengar, namun sesungguhnya tidak membawa dampak kehidupan apapun bagi yang mendengarkannya. Secara tampak luar kumpulan pendengar orasi itu sepertinya terhibur dan mengalami kegembiraan sesaat yang nampak dari wajah mereka, namun sesungguhnya tidak ada belenggu apapun yang dilepaskan yang akan berdampak hingga hidup kekal.
Tuhan telah menempatkan kita di bidang masing-masing yang Ia percayakan bukan tanpa tujuan, baik di bidang usaha, pendidikan, kesehatan, pemerintahan, rohani, ataupun karyawan di sebuah perusahaan. Pada dasarnya masing-masing kita telah dipercayakan sebuah “mimbar” oleh Tuhan, dimana lewat “mimbar” itu Tuhan mau kita mulai memberitakan hal-hal tentang Yesus yang telah disalibkan bagi kita. Ingatlah akan pesan Tuhan beberapa minggu lalu, bahwa mungkin kita bukanlah seorang yang cakap untuk berkotbah di hadapan banyak orang, namun kita bisa membuat orang-orang “mencicipi” Yesus lewat keberadaan kita.
(2). Tuhan Yesuslah yang kita takuti, bukan manusia
1 Kor. 2:3 Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.
Rasul Paulus datang menemui orang-orang di Korintus dengan segala kelemahannya bukan semata-mata karena memang ia memiliki beberapa kelemahan fisik. Akibat aniaya dan beratnya pelayanan yang dilakukannya memang tidaklah mustahil apabila ada kelemahan-kelemahan tubuh berkepanjangan yang dideritanya. Ia juga dikatakan datang dengan sangat takut dan gentar bukan hanya karena ia merasa khawatir akan adanya tantangan besar atau musuh yang akan menghadangnya. Berbicara tentang musuh dan tantangan besar bagi rasul Paulus memang bukan sesuatu yang baru. Sangatlah lumrah bahwa seseorang akan menghadapi hadangan musuh saat ia terjun ke dalam dunia pelayanan.
Ketakutan dan kegentaran yang dialami Paulus sebenarnya lebih kepada kenyataan bahwa Tuhan telah memercayakan dirinya sebuah pelayanan besar, dan ia sangat menyadari bahwa apabila tidak sungguh-sungguh melekat dan menangkap apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam setiap langkahnya, maka sia-sia belaka segala yang dilakukannya. Keberhasilan di dalam pelayanan kita bukanlah semata-mata diukur dengan banyaknya “angka” atau “nilai” yang dicapai, melainkan seberapa kita berhasil menangkap serta melakukan apa yang dikehendaki Tuhan.
Jemaat Tuhan, kita tentu rindu agar kehidupan yang kita jalani ini memiliki dampak luar biasa bagi kehidupan banyak orang. Melalui pesan Tuhan ini kita diingatkan agar tidak semata-mata menjadikan pesona luar sebagai hal yang utama, melainkan hubungan dengan Tuhanlah yang seharusnya lebih kita bangun. Hubungan yang dibangun inilah yang justru akan memunculkan “pesona Ilahi” dalam diri setiap kita dan yang akan berdampak bagi kehidupan orang banyak bahkan hingga kekekalan. Amin.
Tuhan Yesus memberkati!