Matius 6:1 “Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.”
Perkataan ini adalah kecaman yang ditujukan Yesus kepada orang-orang Farisi yang acapkali berpura-pura di dalam menjalankan kewajiban agama mereka. Mereka tidak pernah memfokuskan diri mereka kepada Tuhan, menyukakan hati Tuhan, ataupun mencari tahu kehendak Tuhan, sebaliknya, mereka lebih berfokus kepada manusia di sekeliling mereka. Mereka lebih sibuk memikirkan apa yang manusia pikirkan tentang mereka, dengan tujuan agar mereka dipandang sebagai orang-orang yang memiliki rohani yang tinggi, sehingga mereka mendapatkan penghormatan dari orang banyak.
Inti pesan Tuhan di atas bukanlah teguran bahwa telah terjadi kepura-puraan dalam kehidupan rohani kita, tetapi penekanannya adalah bahwa sebagai pribadi, Tuhan mau agar kita senantiasa bersikap apa adanya. Tuhan tidak mau kita menjadi seperti orang lain dengan tujuan agar lebih diterima dan dihormati oleh orang-orang di sekeliling kita. Apabila kita menyadari jati diri kita yang sebenarnya di dalam Kristus, maka ada begitu banyak hal luar biasa yang dapat kita tawarkan kepada dunia. Ingatlah bahwa kita adalah representasi dari Kerajaan Allah, dimana pesan-pesan kebenaran yang kita sampaikan sudah cukup untuk membawa orang kepada kehidupan kekal. Luar biasa! Namun sayangnya, banyak orang percaya, bahkan gereja-gereja secara umum, lebih memilih untuk mengadopsi hal-hal dunia yang tidak kekal untuk dimasukkan ke dalam gereja, dengan tujuan supaya mereka lebih dikagumi dan dapat diterima oleh dunia. Atau seringkali lebih memilih untuk meniru sesuatu yang terlihat hebat dan dinilai berhasil, daripada bertanya dan meminta Tuhan untuk menyatakan kehendak-Nya.
Beberapa hal tentang jati diri kita yang sebenarnya di dalam Tuhan, yaitu:
(1). Kita adalah garam dan terang dunia
Mat. 5:13-14 “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.”
Mari kita memerhatikan apa yang Tuhan Yesus katakan. Sebenarnya, Ia tidak memerintahkan kita untuk menjadi garam dan terang dunia. Ini bukanlah kalimat perintah dari Tuhan bahwa kita harus menjadi sesuatu yang Ia inginkan. Ini adalah suatu pernyataan tentang jati diri kita. Tuhan Yesus sedang menegaskan bahwa sebagai pribadi-pribadi yang sudah ditebus oleh kematian-Nya di atas kayu salib, saat ini, kita adalah dan sudah menjadi garam dan terang bagi dunia. Namun, satu hal yang perlu kita ingat, janganlah kita berpuas diri dengan status sebagai garam dan terang. Tuhan lebih menekankan kepada fungsi sebagai garam dan terang itu sendiri. Karena itulah Tuhan kemudian melanjutkan dengan kalimat: “Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.” Apabila garam tidak menjalankan fungsinya sebagai pemberi rasa asin, maka garam hanya akan menjadi sesuatu yang tidak berguna. Ini berarti, harus ada tindakan nyata yang perlu kita lakukan sesuai dengan status yang kita sandang tersebut.
Di jaman Yesus dahulu, kegunaan utama garam ternyata bukan sebagai pemberi rasa asin pada makanan, melainkan sebagai bahan pengawet makanan agar tidak cepat membusuk. Bila demikian, apakah yang dimaksud Yesus ketika Ia berkata bahwa kita adalah garam dunia? Ingatkah kita dengan apa yang terjadi atas kota Sodom dan Gomora? Kedua kota tersebut dibumihanguskan dengan api yang turun dari langit. Namun pembumihangusan itu sebetulnya tidak perlu terjadi seandainya didapati minimal ada sepuluh orang benar di kota tersebut, yaitu orang-orang yang mau berdiri bagi kota itu di hadapan Tuhan sehingga kota itu aman terlindung. Kisah nyata tentang kota tersebut merupakan bukti bahwa betapa pentingnya keberadaan umat Tuhan di dalam sebuah kota, yaitu umat yang berfungsi sebagai “pengawet” dari kota tersebut, supaya tidak mengalami kemusnahan.
Tuhan tidak menginginkan seorangpun binasa dan Iapun tidak menginginkan orang benar binasa bersama-sama dengan orang jahat. Oleh karena itu, untuk menjaga agar keberadaan sebuah kota tetap “awet” terpelihara, maka yang diperlukan adalah berfungsinya orang-orang percaya yang berada di kota tersebut, sebagai garam dan terang dengan cara memberitakan kabar baik dan menjadikan orang-orang sebagai murid-murid Kristus. Sebaliknya, apabila umat Tuhan memilih untuk memberitakan kabar busuk dan cemooh, maka garam dan terang itu hanya akan tercantum sebagai “status” saja dan bukan sebagai “fungsi”.
(2). Kita adalah murid-murid Kristus
1 Kor. 11:1 Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus (=ikutilah teladanku, sebagaimana aku telah mengikuti teladan Kristus).
Rasul Paulus adalah seorang yang sangat sederhana, bukan hanya dalam hal penampilan fisiknya saja yang bersahaja, tetapi juga dalam hal tindakan dan pemikiran-pemikirannya. Sebagai salah seorang murid Yesus, ia sadar bahwa keberadaannya adalah sungguh-sungguh karena kasih karunia Allah semata-mata. Ia yang tadinya penganiaya jemaat, namun dipilih Tuhan sebagai alat-Nya, dimuridkan pertama-tama oleh Ananias, kemudian dibimbing oleh Barnabas sehingga kemudian ia ada sebagaimana ia ada saat itu. Ia tidak pernah menyombongkan diri dengan berkata bahwa itu semua karena hasil jerih payah dan usahanya sendiri, dengan tujuan agar ia dipandang hebat oleh banyak orang, sehingga ia memiliki banyak pengikut.
Rasul Paulus lebih suka berkata apa adanya, bahwa iapun termasuk orang-orang yang pernah dimuridkan, dan itu sebabnya ia mengajak orang-orang lain untuk mengikuti jejaknya sebagai murid-murid Kristus pula, dengan tujuan agar semua orang dibawa kepada keserupaan dengan Kristus, melalui keteladanan hidupnya. Saat kita berkata bahwa kita adalah murid Kristus, maka pastikan bahwa kita adalah orang-orang yang dimuridkan dan memuridkan pula.
Umat Tuhan, yang dimaksud menjadikan diri apa adanya adalah dalam arti tidak hanya merasa puas dengan status sebagai garam dan terang dunia saja, tetapi juga bisa berfungsi sesuai dengan status tersebut. Garam dan terang tidak akan memberi dampak apa-apa bila tidak melakukan fungsinya dengan benar. Demikan pula dengan status kita sebagai murid Kristus. Mari kita melakukan fungsi kita dengan baik seperti status yang sudah Tuhan berikan kepada kita sehingga keberadaan kita sungguh-sungguh membawa pengaruh bagi dunia ini.
Tuhan Yesus memberkati!