Markus 14:3-9 (3) Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta, dan sedang duduk makan, datanglah seorang perempuan membawa suatu buli-buli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya. Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke atas kepala Yesus.
Saat menjelang peristiwa penyaliban-Nya, Yesus mengalami suatu momen yang indah. Ketika banyak orang mencari cara untuk menangkap dan membunuh-Nya (Mrk. 14:1-2), ternyata ada sesuatu yang indah yang ditunjukkan oleh seorang perempuan. Tindakan perempuan itu merupakan ekspresi kasih dan penghargaannya kepada Yesus.
Peristiwa itu terjadi di Betania, di rumah Simon, yang dijuluki “si kusta.” Kemungkinan besar ia pernah menderita kusta dan disembuhkan oleh Yesus. Sementara Yesus makan bersama para tamu lainnya, tiba-tiba seorang perempuan masuk dengan membawa buli-buli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya. Dia tidak menuangkan hanya beberapa tetes saja, melainkan memecahkan leher buli-buli pualam yang dibawanya tersebut dan mencurahkan isinya ke atas kepala Yesus.
Tindakannya itu mendapat respons negatif karena dianggap telah melakukan pemborosan, mengingat nilai minyak narwastu murni yang dibawanya itu dipandang mahal dan apabila dijual hasilnya bisa diberikan kepada orang miskin. Dan orang-orang yang ada di situ pun sepertinya menyetujui pendapat itu.
Bagi Yesus, tindakan perempuan itu merupakan suatu perbuatan yang tidak biasa bagi orang yang mengatakan bahwa ia mengasihi Dia. Menurut Yesus, menolong orang miskin bisa dilakukan kapan saja, sedangkan menunjukkan cinta kasih kepada diri-Nya, yang tidak lama kemudian akan menghadapi kematian, terbatas waktunya. Cinta kasih yang tulus sesungguhnya akan mendorong seseorang mempersembahkan yang terbaik, yang spesial atau suatu “rasa” yang lain daripada yang lain.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ini. Tuhan mau kita menambahkan rasa lebih lagi ke dalam kehidupan yang kita bangun, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk sesama. Bagaikan masakan tanpa bumbu, tentu akan terasa hambar bukan? Demikian pula dengan hidup kita ini, sebagai orang-orang percaya, Tuhan mau kita menjadi pribadi yang “kaya rasa” seperti masakan yang dibumbui dengan baik.
Bagi kita yang sudah terbiasa mengonsumsi masakan khas negeri kita tentunya setuju bahwa makanannya kaya dengan rasa. Ada begitu banyak bumbu tradisional yang apabila diracik dengan baik dan dimasukkan ke dalam masakan akan menghasilkan berbagai makanan yang kaya dengan berbagai cita rasa. Namun apa yang terjadi apabila semua bumbu-bumbu itu dihilangkan. Bukankah akan menjadi makanan yang hambar dan tidak enak untuk dinikmati, bukan?
Kepada kehidupan siapa sajakah “rasa” itu bisa dinikmati?
(1). Kehidupan yang kita bangun bersama Tuhan
Mrk.14:6 Tetapi Yesus berkata: “Biarkanlah dia. Mengapa kamu menyusahkan dia? Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku.
Ketika Ia melihat reaksi orang-orang yang pada waktu itu menjadi gusar dan memarahi perempuan yang telah memecahkan leher buli-buli pualam dan menuangkan isinya ke atas kepala-Nya, maka Yesus segera membela perempuan itu dan mencegah orang-orang di sekeliling perempuan tersebut melakukan tindakan yang lebih jauh lagi. Yesus menyuruh orang-orang menjauh dari perempuan itu seraya berkata bahwa apa yang dilakukan perempuan ini sungguh suatu tindakan yang mulia dan terpuji, lebih dari sekedar tindakan yang baik. Apa yang dilakukannya berbeda dengan rata-rata orang yang sekedar mengatakan bahwa ia mengasihi Yesus dengan segenap hatinya.
Dari tindakan perempuan itu kita bisa belajar bahwa kasih yang tulus bisa menjadi daya dorong bagi kita untuk memperlakukan Tuhan dengan lebih baik, melayani sebaik dan semaksimal mungkin karena kesempatan untuk itu terbatas. Ketika kita memiliki kesempatan untuk melayani Tuhan, lakukan yang terbaik dalam setiap pelayanan kita. Bukan melayani dengan sisa-sisa waktu, sisa-sisa tenaga, sisa-sisa materi yang kita miliki, melainkan dengan sepenuh hati, jiwa, daya dan upaya. Bagaimanapun, Dia juga sudah mengasihi kita dengan kasih-Nya yang sempurna. Sudahkah “rasa” yang lebih baik kita berikan?
(2). Kehidupan kita dengan sesama
Markus 14:3 … Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke atas kepala Yesus. (Yoh. 12:3 … dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu).
Dampak dipecahkannya leher buli-buli pualam dan minyak yang dituangkan, Inijil Yohanes mencatat bahwa ada bau minyak semerbak memenuhi seluruh rumah itu. Ada aroma yang sangat harum memenuhi seluruh bagian rumah tersebut tanpa terkecuali. Sekiranya pada waktu itu ada orang-orang yang masih berada di dalam kamar rumah itu dan belum mengetahui apa yang sedang terjadi, maka orang itu pun akan turut merasakan aroma dari minyak yang keluar dari buli-buli pualam tersebut. Artinya, segenap orang-orang yang berada di sana pada waktu itu turut merasakan aroma yang sama dan aroma ini akan menimbulkan sebuah kenangan yang indah dan tak terlupakan seperti yang dikatakan Yesus.
Dari manakah asal rasa harum yang demikian? Rasa harum ini tidak keluar dari pribadi yang gusar ketika melihat ada orang-orang yang datang hendak memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Rasa harum ini juga tidak keluar dari mereka yang ingin terlihat baik di hadapan sesama manusia, namun mengenyampingkan Tuhan. Orang lain baru akan mencium rasa harum Kristus pada diri seorang percaya ketika ada orang yang mau menyerahkan apa yang sebelumnya dianggap penting bagi dirinya kepada Tuhan.
Mari umat Tuhan, menambahkan rasa ke dalam kehidupan sebetulnya bukanlah suatu tindakan yang terlalu sulit untuk dilakukan. Menambahkan rasa adalah sebuah keputusan yang kita ambil untuk mau berusaha melakukan sedikit lebih baik dari yang sebelumnya kita telah lakukan dengan menggunakan kekuatan Tuhan disertai motivasi yang tulus. Selamat menambahkan rasa ke dalam kehidupan kita dan sesama.
Tuhan Yesus memberkati!