Rut 1:1-7 (1) Pada zaman para hakim memerintah ada kelaparan di tanah Israel. Lalu pergilah seorang dari Betlehem-Yehuda beserta isterinya dan kedua anaknya laki-laki ke daerah Moab untuk menetap di sana sebagai orang asing.
Ayat di atas menceritakan suatu masa ketika para hakim memerintah, dimana terjadil bencana kelaparan di tanah Israel, ada seorang laki-laki bernama Elimelekh, bersama Naomi istrinya, serta kedua anaknya, memutuskan pergi meninggalkan kampung halamannya, lalu pergi ke daerah asing untuk mencari kehidupan yang lebih layak. Namun, pada kenyataannya, bukannya kehidupan layak yang dia temukan, melainkan kesusahan demi kesusahan. Pertama, Elimelekh meninggal, kemudian kedua anaknya. Selain itu mereka harus kehilangan harta, padahal sebelumnya mereka pergi dengan membawa banyak harta.
Betlehem yang artinya rumah roti, sudah tidak lagi menjadi “rumah roti” baginya. Elimelekh yang artinya Tuhan adalah Rajaku, sudah tidak lagi menjadikan Tuhan sebagai Rajanya. Kepergian Elimelekh bukan sekedar meninggalkan Moab untuk mencari peruntungan di sana. Maka kepergian Elimelekh yang sebenarnya adalah meninggalkan kebenaran bahwa “Tuhan adalah Rajanya”, yang seharusnya menjadi Penuntun dan Pemelihara hidupnya di dalam kondisi apapun. Ia memutuskan pergi ke tanah para pemberontak (sesuai arti nama Moab) dan itu artinya secara tidak langsung ia telah meninggalkan Tuhan dan janji-Nya yang telah memimpin bangsa Israel untuk masuk ke Tanah Perjanjian yang berlimpah susu dan madunya. Pindah ke Moab berarti keluar dari perjanjian dengan Tuhan.
Keputusan Elimelekh yang salah telah membuat ia dan keluarganya mengalami banyak kesulitan. Ia meninggal, kedua anaknya juga meninggal, menantunya hidup susah karena ditinggal mati oleh suaminya, dan Naomi istrinya harus menanggung malu saat kembali ke Betlehem dengan tangan hampa. Itulah sebabnya dia berkata “Jangan sebut lagi aku Naomi (manis dan menyenangkan), sebutkanlah aku Mara (pahit) …”
Ketika Naomi mendengar bahwa Tuhan memperhatikan umat-Nya dan memberi mereka makan di Betlehem, Naomi memutuskan untuk pulang kembali ke kampung halamannya dan menjalani hidup seperti dulu lagi, meskipun harus menghadapi kenyataan bahwa kerinduan untuk hidup seperti dulu itu tidak dapat sepenuhnya terjadi, mengingat suami dan anak-anaknya tercinta sudah tidak ada bersama-sama dengannya lagi.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di minggu ini. Milikilah dan tinggallah dalam “Rumah Roti” yang sesungguhnya, sekaligus menjadi pribadi yang memiliki “roti” itu sendiri. Elimelekh memiliki nama besar dan tinggal di kota Betlehem yang memiliki makna “rumah/gudang roti”, namun sayangnya ia hanya memaknainya sebagai tempat roti gandum yang cukup untuk mengenyangkan perut jasmaninya saja. “Rumah Roti” yang Tuhan maksud adalah rumah di mana terdapat kebenaran firman Tuhan dan orang-orang di dalamnya turut menghidupi firman itu dalam keseharian mereka.
Beberapa hal yang perlu kita ketahui berkaitan dengan makna “Rumah Roti” ini adalah:
(1). Tempat Tuhan menyampaikan pesan-Nya
1 Sam. 3:3-4 Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci TUHAN, tempat tabut Allah. Lalu TUHAN memanggil: “Samuel! Samuel!”, dan ia menjawab: “Ya, bapa.”
Inilah masa di mana Tuhan hendak memfungsikan kembali makna Bait Suci atau Rumah Roti yang sesungguhnya. Di masa Samuel kecil tersebut, lama sekali Tuhan sudah tidak menyatakan pesan-Nya kepada umat Israel. Penyebabnya bukan karena Tuhan sudah tidak mau berbicara kepada umat-Nya lagi, melainkan karena hakim atau pemimpin bangsa Israel pada waktu itu, yaitu imam Eli, sudah “enggan” menjalin hubungan karib dengan Tuhan (1 Sam. 3:1b). Imam Eli mungkin sudah cukup lama menjalani hidup yang nyaman di masa itu. Ia merasa anak-anaknya sudah cukup dewasa untuk menggantikannya mengerjakan tugas-tugas keimamannya. Tugas-tugas rutin Bait Suci sudah berjalan dengan baik, maka pikirnya apalagi yang harus ia lakukan.
Imam Eli tidak menyadari bahwa pada masa itu sesungguhnya merupakan masa kekelaman bagi bangsa Israel, yang berdampak pada dunia, karena Bait Suci di Yerusalem seharusnya menjadi pelita atau penerang bagi bangsa. Ketika gereja Tuhan ‘redup’ atau ‘padam pelitanya’, yang berarti tidak mempersilakan Tuhan berbicara, maka kekalahan demi kekalahan akan dialami bangsa. Dan itu dialami pada bangsa Israel di masa imam Eli.
(2). Tempat di mana umat Tuhan belajar menghidupi kebenaran firman Tuhan
Yoh. 6:35 Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.
Pada waktu itu banyak sekali orang berbondong-bondong mengikuti Yesus ke mana pun Yesus pergi, namun Yesus mengetahui motivasi kebanyakan orang-orang tersebut. Mereka mengikuti karena mujizat-mujizat yang dilakukan oleh Yesus. Bahkan di dalam peristiwa di atas, mereka mengikuti Yesus karena mereka baru saja menikmati lima roti dan dua ikan yang dibagikan kepada lebih dari lima ribu orang. Itulah sebabnya, Yesus menegur mereka yang mengikuti Dia bukan karena haus dan lapar akan firman Tuhan, melainkan untuk memperoleh perkara-perkara jasmani yang hanya sebatas mengenyangkan perut mereka.
Bukankah ini yang dialami oleh Elimelekh? Ternyata julukan nama bahwa “Tuhan adalah Rajaku” yang disandangnya, dan makna Betlehem sebagai “Rumah Roti” hanyalah sekedar slogan yang tidak dimaknai dengan sungguh-sungguh di dalam hatinya, sehingga ketika masa kesukaran datang menimpa hidupnya, ia dan seisi rumahnya panik dan spontan meninggalkan Betlehem lalu pergi ke Moab. Tidak ada kebenaran firman yang ia hidupi selama itu, ibarat tikus mati di lumbung padi.
(3). Tempat di mana kita menjadi penyalur dan model dari kebenaran firman
Luk. 2:4 Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, — karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud —
Betlehem dikenal sebagai kota Daud, bukan secara makna lahiriah saja, namun istimewa dalam nubuatan sebab Daud itu sendiri bertindak seperti “rumah roti.” Dia begitu cinta bukan hanya pada Rumah Tuhan saja, namun juga akan Firman Tuhan (selain ia juga seorang yang suka berdoa menyembah Allah serta memuji Tuhan dengan kecapinya). Seluruh hidupnya ditujukan kepada Firman Tuhan, belajar untuk selalu berkenan dan menjadi contoh bagi banyak pengikutnya, meskipun ia bukan seorang yang tanpa salah. Ia mau senantiasa berjalan di dalam kehendak Tuhan.
Ketika masalah datang menghadang, dalam peperangannya pun ia tidak pernah kalah, karena Tuhan besertanya. Hidup Daud sangat berkenan di mata Tuhan sebab ia menjadi model tulen sebuah “Rumah Roti,” hingga akhirnya predikat Betlehem sebagai Rumah Roti itu dikenal dengan nama kota Daud.
Mari umat Tuhan, lagi-lagi Tuhan berbicara tentang bagaimana menjadi sebuah model atau teladan dari apa yang dinamakan “Rumah Roti.” Masih banyak orang percaya yang hanya memaknai firman Tuhan sebatas pengertian jasmaniah saja. Namun untuk menghidupinya, biarlah dimulai dari kita yang siap menjadi model yang dapat dilihat nyata oleh orang-orang di sekeliling kita.
Tuhan Yesus memberkati!