1 Samuel 3:2-4 (2) Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur dan tidak dapat melihat dengan baik, sedang berbaring di tempat tidurnya. (3) Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci TUHAN, tempat tabut Allah. (4) Lalu TUHAN memanggil: “Samuel! Samuel!”, dan ia menjawab: “Ya, bapa.”
Ayat di atas menceritakan kondisi kekelaman yang terjadi atas Israel ketika Eli menjabat sebagai seorang imam di Bait Allah. Iklim rohani yang terjadi pada waktu itu kurang lebih menggambarkan iklim rohani yang sama dengan yang terjadi di masa sekarang, dimana bukan saja kepemimpinan sekuler yang mengalami goncangan moral, namun masih ada gereja, yang seharusnya tampil sebagai tolok ukur namun ternyata mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dengan dunia sekuler. Pelanggaran moral dan etika, perselingkuhan, korupsi, penghalalan segala cara, penyimpangan pengajaran dan lain-lain sudah menjadi hal yang sangat umum hari-hari ini.
Dan semua itu dimulai ketika lampu rumah Allah sudah tidak sebenderang sebelumnya, bahkan hampir padam. Pada waktu itu firman Tuhan sudah jarang didapat dan penglihatan-penglihatanpun tidak sering, Roh Kudus menjadi pribadi yang jarang dilibatkan, itulah yang menjadi salah satu cirinya. Pelanggaran demi pelanggaran dibiarkan terjadi begitu saja tanpa ada upaya untuk menghentikannya, seperti yang dilakukan imam Eli terhadap Hofni dan Pinehas, anak-anaknya. Kondisi ini ternyata sangat memengaruhi kondisi bangsa Israel secara keseluruhan, kekalahan demi kekalahan dalam peperangan dialami bangsa Israel, bahkan merupakan kekalahan terbesar di masa itu. Parahnya lagi, Tabut Allah yang seharusnya merepresentasikan kehadiran Allahpun bisa jatuh ke tangan musuh.
Kondisi ini dibiarkan berlarut-larut sampai kemudian Allah membangkitkan seorang generasi lain, yang menjadi kepanjangan mulut Allah, yaitu Samuel. Samuel dipakai Tuhan sebagai salah seorang hakim bagi bangsa Israel. Setelah era Musa dan Yosua, Allah memang banyak membangkitkan hakim-hakim yang bertugas memimpin dan membela bangsa Israel di hadapan Tuhan sehingga Israel mengalami kemenangan atas musuh. Samuel adalah hakim terakhir yang dipakai Tuhan untuk memimpin bangsa Israel sebelum akhirnya bangsa Israel diperintah oleh seorang raja, dan memasuki Zaman Kerajaan.
Samuel adalah sosok yang dipakai Tuhan secara luar biasa, menjadi seorang yang menyalurkan suara Tuhan kepada bangsanya, seorang yang dipilih untuk mengurapi raja, menyampaikan hukum Tuhan kepada banyak orang, seorang yang berpengaruh bagi bangsanya, dan menjadi sarana Tuhan dalam menyatakan Diri kepada umat-Nya. Hari-hari ini Tuhan mau membangkitkan pribadi-pribadi yang demikian di antara kita umat-Nya, dan inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita di awal tahun ini. Dimulai dari generasi anak-anak dan teruna-teruna yang tentunya, dipersiapkan sedemikian rupa oleh orangtuanya. Supaya genaplah apa yang menjadi nubuatan nabi Yoel akan datangnya hari-hari terakhir dalam Yoel 2:28 “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan”. Berbicara tentang anak-anak muda usia yang Tuhan pakai, namun tidak melepaskan peran orang tua yang mempersiapkannya.
Apa yang membuat seorang anak muda seperti Samuel dipakai menjadi alat Tuhan sedemikian rupa?
(1). Dipersembahkan kepada Tuhan sejak usia dini
1 Samuel 1:22 . . . “Nanti apabila anak itu cerai susu, aku akan mengantarkan dia, maka ia akan menghadap ke hadirat TUHAN dan tinggal di sana seumur hidupnya.”
Perkataan ini diucapkan Hana kepada suaminya, Elkana, bahwa setelah disapih dari ibunya, Samuel akan dibawa dan diserahkan ke rumah Tuhan untuk selanjutnya dapat dipakai Tuhan menjadi alat di tangan-Nya seumur hidupnya. Itu merupakan bagian dari nazar Hana kepada Tuhan ketika ia belum mengandung bayi Samuel, yaitu bahwa bayi yang akan dikandung dan dilahirkannya, kelak akan ia serahkan kepada Tuhan.
Peran orangtua kandung atau orangtua rohani sangat menentukan dalam mempersiapkan seorang anak agar bisa dipakai Tuhan sebagai alat-Nya, meskipun si anak itu sendiripun turut menentukan juga pada akhirnya. Di Alkitab, tercatat pribadi-pribadi yang dipakai Tuhan secara luar biasa, yang tidak lepas dari peran para orangtuanya, misalnya: Abraham mempersiapkan Ishak, Ishak mempersiapkan Yakub, Yakub mempersiapkan seluruh anak-anaknya, Hana mempersiapkan Samuel, Lois dan Eunike mempersiapkan Timotius, dan lain-lain. Bagaimana dengan kita? Apakah cukup hanya dengan menyerahkan anak kepada Tuhan dalam prosesi “Penyerahan Anak” di gereja pada waktu bayi, maka selesailah sudah tanggung jawab kita sebagai orangtua? Tentu tidaklah demikian. Sebagai orangtua, kita tidak boleh lepas tangan begitu saja, bahkan harus mengajar berulang-ulang sambil tidak hentinya memberikan contoh teladan nyata kepada sang anak dalam hidup keseharian. Tuhan mengingatkan kita, bahwa masih ada yang belum melakukan peran sebagai orangtua seperti yang Tuhan mau.
(2). Diperkenalkan dengan hadirat Tuhan
1 Samuel 3:3-4 Samuel telah tidur di dalam bait suci TUHAN, tempat tabut Allah. Lalu TUHAN memanggil: “Samuel! Samuel!”, dan ia menjawab: “Ya, bapa.”
Tiga kali Tuhan berbicara dan memanggil Samuel kecil yang pada waktu itu sedang tidur di dalam bait suci, tempat Tabut Allah, namun Samuel belum menyadari bahwa itulah suara Tuhan yang sedang berbicara kepadanya. Samuel memang mendengar suara tersebut, hanya belum menyadari kalau itu suara Tuhan, sampai kemudian imam Eli mengarahkan Samuel bagaimana meresponi suara Tuhan apabila ia mendengar suara yang sama lagi. Pada kali yang keempat Tuhan berbicara, maka Samuel melakukan seperti yang diarahkan imam Eli kepadanya, maka ber”komunikasi”lah Tuhan dengan Samuel pada waktu itu, bahkan ada pesan mendalam yang disampaikan Tuhan kepadanya. Bukankah ini merupakan suatu pemandangan dan sekaligus pengalaman yang indah dimana Tuhan berbicara pada Samuel kecil pada waktu itu? Bukankah kita semua merindukan hal ini terjadi pada anak-anak kita dan juga kepada kita sebagai orangtua?
Kuncinya adalah, biasakan diri dan anak-anak kita untuk senantiasa berada di tempat dimana “tabut Allah” berada. Dalam arti kata lain, perkenalkanlah mereka dengan kebiasaan meluangkan waktu di hadirat Tuhan, baik secara pribadi, maupun dalam mezbah bersama anggota keluarga dan teman. Hari-hari ini, ada begitu banyak pertanyaan diajukan mengenai boleh tidaknya kita maupun anak-anak kita pergi ke tempat ini dan itu. Masalahnya tidak terletak pada sekedar boleh atau tidaknya, karena seungguhnya kita memiliki kebebasan di dalam Kristus, tetapi apakah itu berguna atau tidak, apakah Tuhan Yesus dimuliakan atau tidak di tempat itu, apakah rohani kita terbangun atau tidak melalui keberadaan kita di sana. Samuel sudah diperkenalkan sejak dini dengan tempat terbaik di mana ia kerap kali mengalami perjumpaan pribadi dengan Sang Raja di atas segala raja.
Umat Tuhan, kalau kita cermat menangkap pesan demi pesan yang Tuhan sampaikan hari-hari ini, kita akan melihat betapa Tuhan memiliki rencana besar bagi kita dan keturunan-keturunan kita. Tuhan sedang melakukan restorasi besar di bangsa kita, di komunitas kita, bahkan di lingkungan terkecil kita, yaitu dengan memakai kita dan bahkan anak-anak kita sebagai alat-alat-Nya seperti ketika Ia memakai Samuel sejak kecil. Persiapkanlah anak-anak kita sedemikian rupa sejak sekarang, bahkan juga bagi kita yang belum memiliki pasangan dan keturunan sekalipun, persiapkanlah itu! Penuhilah diri kita dengan Roh Kudus yang akan memampukan kita. Inilah Generasi Terang yang sedang dibangkitkan Tuhan itu.
Tuhan Yesus memberkati!