Mazmur 57:8-10 (8) Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. (9) Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!
Ada banyak orang, tak terkecuali orang percaya, tidak mengerti bahwa sesungguhnya semua manusia yang ada di dunia ini diciptakan untuk memuji Tuhan, sebab ada tertulis: “Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!” (Mazmur 150:6). Oleh karenanya memuji dan meninggikan nama Tuhan seharusnya menjadi bagian hidup sehari-hari.
Dalam kekristenan memuji Tuhan adalah unsur penting dalam setiap peribadatan dan mendapatkan porsi lebih, namun seringkali terlihat ada pemercaya yang menganggap remeh arti puji-pujian bagi Tuhan. Terbukti dari sikap dan reaksi mereka dalam memuji Tuhan saat ibadah berlangsung: ada yang memuji Tuhan dengan asal-asalan, setengah hati, tanpa semangat, ala kadarnya, bahkan ada yang memuji Tuhan sambil cekikikan, atau sambil memainkan handphone. Jika ditegur mereka akan berdalih, “Aku tidak nyaman dengan lagu yang dibawakan worship leader, sangat membosankan. Aku tidak suka memuji Tuhan dengan suara yang keras, cukup di dalam hati saja.”
Selama nafas masih berhembus tidak ada alasan untuk tidak memuji Tuhan, sebab memuji Tuhan bukan berbicara tentang bakat, suara bagus atau jelek, suka atau tidak suka lagunya, namun berbicara tentang pengakuan seseorang kepada Tuhan dan persetujuan mengenai keberadaan-Nya sebagai Pribadi yang layak menerima pujian dari umat ciptaan-Nya. Perlu digarisbawahi pula bahwa memuji Tuhan tidak cukup hanya di dalam hati, tapi kita perlu memiliki pujian di mulut, harus diucapkan dan disuarakan, yang keluar dari lubuk hati terdalam, bukan sebatas ucapan atau lips service.
Ayat di atas berbicara tentang Daud yang mau menyanyi dan bermazmur bagi Tuhan. Sebetulnya semua orang bisa saja bernyanyi bagi Tuhan, akan tetapi sebelum pemazmur ini memuji, ia terlebih dulu berkata bahwa hatinya telah siap untuk memuji Tuhan (ay. 8). Pemazmur tidak berkata, “Mulutku siap, ya Allah, mulutku siap”, tetapi “Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap”. Ini menunjukkan bahwa hati seharusnya menjadi fokus kita sebelum memuji Tuhan, bahkan dalam hari-hari hidup kita. Untuk apa kita bernyanyi bahwa Tuhan itu baik akan tetapi dalam hati kita justru kita ragu akan Tuhan? Apa yang keluar dari mulut kita berasal dari hati, sehingga hati kitalah yang harus kita lihat sebelum kita bernyanyi bagi Tuhan.
Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Kalau kita perhatikan, selama dua minggu berturut-turut Tuhan menyampaikan pesan yang sama, yaitu tentang puji-pujian kepada Tuhan. Entahkah puji-pujian dinaikkan dalam bentuk nyanyian atau pun menggunakan alat musik, Tuhan mau semua itu keluar dari pribadi-pribadi yang memiliki hati yang benar. Maka percayalah, ketika kita umat Tuhan menanggapi semua pesan-pesan Tuhan ini dengan benar, akan ada kemuliaan yang luar biasa yang akan Tuhan nyatakan kepada umat-Nya.
Hati yang seperti apa yang Tuhan kehendaki keluar dari hati kita sebagai pemuji Tuhan?
(1). Hati yang menangkap rencana Tuhan
Maz. 57:2 Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu.
Inilah seruan yang keluar dari mulut Daud ketika ia sedang lari dari kejaran Saul yang hendak membunuhnya. Daud berlari mencari perlindungan dan ia menyadari bahwa tempat perlindungan teraman adalah ketika ia berlindung kepada Tuhan. Sebagian orang mungkin bertanya-tanya kepada Daud, bahwa mengapa ia masih mengandalkan Tuhan, bukankah Tuhan telah menjanjikan Daud bahwa ia akan menjadi raja bagi bangsa Israel menggantikan Saul. Namun mengapa kenyataannya justru terbalik, Saul mengejar-ngejar hendak membunuh Daud. Bukankah Tuhan telah ingkar janji?
Di tengah situasi yang demikian hati Daud tetap tidak berubah terhadap Tuhan. Ia tetap menaruh kepercayaan kepada Tuhan, sekali pun fakta yang dihadapinya sungguh berbeda dari apa yang Tuhan janjikan. Apa yang membuat Daud bersikap demikian? Karena Daud percaya kepada siapa ia menggantungkan kepercayaannya, yaitu kepada Tuhan yang telah merencanakan perkara-perkara yang besar terhadap dirinya. Kalau pun ia menghadapi kenyataan yang berbeda, ia tetap percaya bahwa rencana Tuhan tidak akan pernah gagal terhadap dirinya.
(2). Hati yang mengagumi kebesaran dan kasih setia Tuhan
Maz. 57:6 Tinggikanlah diri-Mu mengatasi langit, ya Allah! Biarlah kemuliaan-Mu mengatasi seluruh bumi!
Kita patut bangga dan bersukacita sebab Tuhan kita adalah pribadi yang penuh dengan kasih setia. Kasih setia-Nya bahkan bersifat kekal atau untuk selama-lamanya. Itu artinya, Tuhan mengasihi kita selama-lamanya. Kasih-Nya tidak akan pudar ketika kita misalnya sedang jatuh ke dalam pelanggaran. Justru pada saat demikian, Dia akan mendekati dengan cinta-Nya yang besar, memanggil untuk kembali bertobat dan hidup dalam anugerah-Nya.
Tuhan bukanlah manusia yang kasihnya terbatas. Kasih manusia terbatas dan seringkali berakhir ketika orang yang dicintai menghianati. Namun tidak demikian dengan Tuhan. Itu sebabnya, kita dapat dengan tenang merebahkan diri dalam naungan kasih-Nya, sebab kita tahu Dia mengayomi umatnya sampai selama-lamanya.
Tidak ada pribadi yang lebih layak dipuji dan disembah selain daripada Tuhan kita Yesus Kristus. Hanya Dia saja yang layak menerima pujian dan pengagungan dari kita. Sebab Dialah pencipta yang sempurna, Tuhan yang mengampuni segala dosa dan kesalahan kita serta berjanji untuk selalu menyertai kita, sebagaimana arti dari gelar “Immanuel” yang disandang-Nya.
Mari umat Tuhan, akan ada kemuliaan besar yang Tuhan akan nyatakan ketika umat-Nya memuji-muji Tuhan. Namun apakah hal itu akan Tuhan nyatakan kepada semua orang yang memuji-muji Tuhan? Tidak. Hal itu akan dinyatakan hanya kepada mereka yang memuji-muji Tuhan dari hati yang benar. Selamat mengalami kemuliaan Tuhan!
Tuhan Yesus memberkati!