Jangan Meragukan Kuasa-Nya (Pesan Gembala, 27 Juni 2021)

JANGAN MERAGUKAN KUASA-NYA

Markus 8:1-10 (6) Lalu Ia menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagi-bagikan, dan mereka memberikannya kepada orang banyak.

Peristiwa di atas merupakan peristiwa kedua di mana Yesus memberi makan ribuan orang hanya dari roti yang sangat sedikit. Dan hal yang menggerakkan Yesus untuk melakukan itu adalah belas kasihan kepada banyak orang yang sudah tiga hari mengikuti-Nya. Peristiwa pemberian makanan kepada empat ribu orang ini hampir sama dengan peristiwa Yesus memberikan makanan kepada lima ribu orang di beberapa pasal sebelumnya. Sebagian orang menganggap bahwa kedua peristiwa tersebut adalah peristiwa yang sama, padahal keduanya adalah dua peristiwa yang sangat berbeda.

Beberapa di antara perbedaan-perbedaannya ada pada lokasi dimana tempat terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut, jenis kelompok orang-orang yang terlibat di dalamnya, jumlah orang-orang yang ada pada waktu itu, jumlah bahan bakunya dan jumlah makanan yang tersisa. Namun ada hal sama yang cukup menggelitik hati penulis Injil Markus untuk menyatakannya, yaitu reaksi awal para murid ketika Yesus mengatakan bahwa orang banyak yang mengikuti-Nya ini tidak mempunyai makanan. Murid-murid langsung mengatakan bahwa bagaimana mereka dapat memberikan roti kepada orang-orang tersebut untuk makan sampai kenyang sedangkan mereka saat itu sedang berada di tempat yang sunyi.

Bukankah ini merupakan respon yang sama dengan peristiwa sebelumnya ketika murid-murid berhadapan dengan lima ribu orang yang mengikuti guru-Nya? Rasanya masih segar sekali di dalam ingatan ketika murid-murid pada waktu itu justru meminta Yesus untuk menyuruh orang banyak untuk pulang dan mencari makanan sendiri. Penyebabnya adalah sama, mereka sangsi bagaimana mungkin dapat menyediakan makanan untuk sejumlah besar orang di tempat yang jauh dari keramaian. Logika mereka mengatakan bahwa itu adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Kesulitan akhirnya teratasi ketika Yesus mengucap berkat kepada Bapa di sorga sambil mengangkat lima roti dan dua ikan yang didapat dari seorang anak kecil yang ada di tengah-tengah mereka.

Sayangnya, para murid, yang telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana Yesus telah memberi makan lima ribu orang dari lima ketul roti dan dua ekor ikan, masih juga belum menyadari bahwa Yesus juga sanggup memberi makan kepada orang banyak di peristiwa kedua itu. Mereka seolah-olah lupa sekaligus masih bingung bagaimana mendapatkan roti di tempat sunyi untuk empat ribu orang. Kebingungan para murid ini tidak jarang juga dialami oleh orang-orang percaya di masa sekarang ketika menghadapai keadaan yang tidak mudah.

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Seolah-olah sedang berada “di tempat sunyi” yang rasanya sukar membayangkan bisa keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi, demikian tidak sedikit orang percaya yang berada di berbagai situasi yang pelik. Seperti murid-murid Yesus yang lupa bahwa mereka sedang berjalan bersama sang Pembuat mujizat yang belum lama menghadapi berbagai peristiwa ajaib bersama Gurunya. Seringkali kita, orang percaya, begitu mudah menertawakan para murid yang memberikan respon ragu dan bingung ketika menghadapi peristiwa pengulangan dari masalah yang sama. Namun sadari, kita tidak lebih baik dari mereka. Betapa kita juga suka melangkah dalam hidup dengan penuh kegentaran dan keraguan karena takut tidak ada “roti.” Takut akan kelangsungan masa depan apabila keadaan belum berubah, atau membayangkan hal-hal yang buruk ketika sedang menghadapi suatu kondisi fisik yang belum pulih, dan lain-lain.

Beberapa prinsip yang perlu kita pahami berkaitan dengan pesan Tuhan bagi kita ini, di antaranya adalah:

(1). Pahami prinsip belas kasihan Tuhan (The compassion of Jesus)

Markus 8:2-3 (2) “Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan.

Sangat menarik sekali bahwa Yesus sebetulnya sangat jarang sekali mengungkapkan apa yang Ia rasakan di hati-Nya secara langsung. Biasanya penulis Injil yang memberikan narasi penjelasan mengenai keadaan hati Yesus dan apa yang dipikirkan-Nya. Perkataan di atas merupakan satu-satunya perkataan Yesus yang menyatakan belas kasihan hati-Nya terhadap suatu kelompok orang tertentu. Yesus tentunya memiliki alasan untuk hal itu. Pertama-tama, Ia mengenali siapa kerumunan orang banyak yang mengikuti Yesus tersebut. Dikatakan bahwa Yesus pada waktu itu sedang berada di wilayah Dekapolis, yaitu wilayah non Yahudi. Wilayah para penyembah berhala. Namun ketika mereka mendengar kedatangan Yesus, mereka pergi berbondong-bondong menemui Yesus di tempat yang sunyi untuk mendengarkan pengajaran-Nya.

Kepada orang-orang inilah Yesus menyatakan belas kasihan-Nya. Kata ‘belas kasihan’ (Yun. Splagchnizomai) yang digunakan mengandung arti seseorang yang digerakkan jauh ke dalam sampai ke pusat emosinya. Kata ini tidak diperuntukkan bagi semua orang untuk dapat menerima belas kasihan, melainkan hanya untuk orang-orang tertentu yang seringkali merasa dijauhkan, tidak dicintai, orang-orang yang termarjinalkan seperti misalnya penderita penyakit, berbeda suku, terbelenggu, berdosa, dan lain-lain. Artinya, apapun kondisi dan latar belakang kita saat ini, entahkah sedang merasa sendirian oleh sebuah sebab, merasa tidak berdaya asalkan memiliki kerinduan untuk mencari Tuhan, kita terbuka untuk mendapat belas kasihan dari Tuhan. Keempat ribu orang yang mengalami hal dahsyat diawali dengan hati Yesus yang berbelas kasihan.

(2). Pahami kuasa kehadiran dan penyediaan Tuhan (The provision of Jesus)

Markus 8:4 Murid-murid-Nya menjawab: “Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?”

Ayat ini memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi murid-murid dalam melihat suatu masalah. Mereka hanya terfokus pada apa yang tidak ada. Pertama, fokus kepada kondisi tempat yang sunyi yang tidak ada apa-apanya. Kedua, fokus kepada ketiadaan manusia atau pribadi yang dinilai mampu untuk menyediakan apa yang mereka butuhkan. Dan seringkali ini mewakili sikap orang percaya di dalam melihat suatu persoalan. Lebih melihat kepada apa yang tidak ada, lalu menguatirkan dirinya. Hal ini tentu sangat mengherankan, mengingat belum berapa lama sebelumnya mereka menyaksikan bagaimana lima ribu orang dapat dicukupkan makanannya oleh Yesus dalam kasus yang hampir sama.

Yang seringkali dilihat adalah kemustahilan, bukannya melihat sebuah kesempatan. Mereka sama sekali tidak berpikir “apa yang dapat Yesus lakukan di tengah kondisi yang terjadi?”, seolah-olah Yesus bukanlah siapa-siapa dan seolah-olah Yesus belum pernah melakukan suatu apapun bagi mereka. Mereka lupa bahwa Yesus telah melakukan banyak hal atas mereka dan menyaksikan sendiri apa yang Yesus telah lakukan terhadap banyak orang. Ketika Tuhan memberikan pesan ini kepada kita, Ia ingin kita merenungkan apa yang telah Ia lakukan selama ini terhadap kita dan seperti apa sikap kita hari ini ketika menghadapi suatu masalah. Apakah kita lebih berfokus pada apa yang tidak ada atau berfokus pada apa yang dapat Tuhan sediakan bagi kita? Bukankah Yesus sudah mengatakan di ayat sebelumnya: “Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh.”

Mari jemaat Tuhan, seringkali tanpa disadari kita suka memerlakukan Tuhan tidak jauh berbeda dengan cara kita memerlakukan diri kita. Kita hanya melihat keterbatasan dan ketiadaan, sehingga tidak heran kita menjadi kuatir dan gentar. Mari pahami lebih lagi siapa Tuhan kita yang sesungguhnya.

Tuhan Yesus memberkati!

Jangan Meragukan Kuasa-Nya (Pesan Gembala, 27 Juni 2021)

| Warta Jemaat |
About The Author
-