Jangan Menjadi Prajurit yang Luka (Pesan Gembala, 29 Agustus 2021)

JANGAN MENJADI PRAJURIT YANG LUKA

Mazmur 109:21-22 (21)Tetapi Engkau, ya ALLAH, Tuhanku, bertindaklah kepadaku oleh karena nama-Mu, lepaskanlah aku oleh sebab kasih setia-Mu yang baik! (22) Sebab sengsara dan miskin aku, dan hatiku terluka dalam diriku;

Menjadi pengikut Kristus merupakan suatu panggilan yang indah, karena kita tidak sekedar menjadi jemaat yang hanya hadir dalam setiap ibadah saja, tetapi juga menjadi prajurit Kristus yang tangguh untuk menghadapi berbagai macam “peperangan” dalam kehidupan. Oleh karena itu kita harus menjadi prajurit yang cakap agar dapat memenangkan setiap peperangan rohani yang dihadapi. Tentunya, bukan artinya tidak ada usaha yang harus dilakukan untuk menjadi prajurit yang dimaksudkan Tuhan, ada harga yang harus dibayar untuk menjadi prajurit yang tangguh.

Kita pernah mendengar tentang kisah-kisah tragis yang dialami oleh prajurit-prajurit yang baru pulang dari medan pertempuran di wilayah-wilayah dimana terjadi konflik. Tidak sedikit prajurit yang mengalami luka akibat terjadinya tembak menembak ataupun ledakan suatu bom. Para tenaga medis dikerahkan untuk menangani mereka yang mengalami luka akibat pertempuran dengan berbagai tingkat “kerusakan.” Ada kategori prajurit-prajurit yang harus berbaring cukup lama di rumah sakit, ada pula kategori yang sudah bisa berjalan namun perlu pemulihan lebih lanjut. Kategori ini disebut “Walking wounded,” yaitu prajurit terluka yang sudah bisa berjalan.

Awalnya, istilah ini merujuk pada sekedar luka fisik, namun memasuki budaya populer masa kini istilah ini mencakup juga penjelasan bagi prajurit yang menderita trauma emosional dan psikologis. Banyak dari mereka yang akhirnya pulang ke rumah untuk pekerjaan dan keluarga. Dari sisi luar mereka tampak sehat dan utuh; namun sesungguhnya mereka masih harus berjuang dengan dampak psikologis perang selama bertahun-tahun, lama setelah tugas mereka berakhir.

Apa yang dialami oleh para prajurit ini, merupakan sebuah gambaran atau contoh bagi tidak sedikit orang percaya. Ada begitu banyak pengalaman masa lalu yang disadari atau tidak disadari telah menciptakan banyak luka tersembunyi. Ada orang-orang yang terluka dan hancur secara emosional, karena beberapa tragedi pribadi maupun trauma pribadi. Sesuatu yang mungkin tidak banyak orang yang mengetahuinya. Mulai dari peristiwa-peristiwa traumatis yang mengerikan, hingga kata-kata tidak pantas yang telah diucapkan antara pasangan suami dan isteri atau orang tua dan anak.

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Tuhan menghendaki kita menjadi prajurit-prajurit tangguh yang siap bertempur di setiap keadaan, bukan menjadi prajurit “pulang perang” yang penuh dengan berbagai luka. Apapun luka yang diderita, jangan didiamkan. Ambil tindakan untuk bergerak dan mengejar pemulihkan. Kadang kita terlalu enggan bertindak untuk memulihkan diri sendiri. Kita lebih tertarik untuk memulihkan orang lain. Kita biasanya lebih bisa melihat luka yang ada pada orang lain, namun tidak mau merasakan luka yang ada di dalam diri sendiri. Atau mungkin juga terlalu malas, atau tidak mau merasakannya dengan alasan nanti juga akan pulih sendiri.

Beberapa hal yang perlu kita pahami berkaitan dengan pesan Tuhan ini agar kita menjadi prajurit-prajurit tangguh Kristus yang tanpa luka, di antaranya adalah:

(1). Akui bahwa kita terluka dan membutuhkan Tuhan untuk memulihkannya

Mazmur 109:21-22 (21)Tetapi Engkau, ya ALLAH, Tuhanku, bertindaklah kepadaku oleh karena nama-Mu, lepaskanlah aku oleh sebab kasih setia-Mu yang baik! (22) Sebab sengsara dan miskin aku, dan hatiku terluka dalam diriku;

Mazmur 109 ini menceritakan bagaimana sikap Daud ketika mengalami fitnahan yang hebat dari orang yang membencinya. Adalah wajar bahwa siapapun tidak menyukai dirinya difitnah. Tuhan sendiri pun membenci fitnah. Dalam hukum-Nya jelas Tuhan memerintahkan agar umat Tuhan tidak mengucapkan saksi dusta terhadap sesama (Kel. 20:16). Seandainya seseorang dilukai melalui perkataan yang demikian, apa yang biasanya akan dilakukan? Secara spontan orang biasanya akan menyangkal atau sibuk mengonfirmasi kabar yang tersiar. Bahkan rasa sakit hati mendorongnya untuk balas menyumpahi para pengutuk agar mereka celaka, pendek umur, jatuh melarat, tak diampuni dosanya, dan dikutuk hidupnya, seperti yang diucapkan Daud di Mazmur 109:6-20. Hal itu tanpa disadari hanya akan membuat dirinya semakin terluka.

Tuhan menghendaki kita untuk datang kepada-Nya meneladani Daud yang menyerahkan perkaranya kepada Tuhan. Meskipun Daud merasa berhak melakukan pembalasan, namun ia menyerahkan haknya tersebut ke dalam tangan Tuhan. Tuhan mau kita datang kepada-Nya dan mulailah akui bahwa kita telah terluka dan kita membutuhkan pertolongan Tuhan untuk membalut luka yang diderita. Namun biasanya, ketika seseorang terluka, ia memilih untuk melakukan berbagai tindakan untuk melampiaskan kemarahannya dan melakukan pembalasan. Ia tidak menyadari, bahwa tindakan tersebut dilakukan oleh sebab luka yang dideritanya.

(2). Akui dan deklarasikan siapa diri kita seharusnya di dalam Tuhan. Jangan membiarkan orang lain merusak identitas kita.

Mazmur 109:28 Biar mereka mengutuk, Engkau akan memberkati; biarlah lawan-lawanku mendapat malu, tetapi hamba-Mu ini kiranya bersukacita.

Mengapa begitu terasa menyakitkan ketika orang lain menganiaya kita? Mengapa sangat menyakitkan ketika seseorang yang kita cintai berbicara hal-hal yang buruk terhadap diri kita atau berbicara yang tidak sepatutnya tentang identitas diri kita? Seolah-olah dalam kata-kata atau perilaku mereka adalah benar bahwa kita tidak layak untuk dicintai dan dihormati. Tidak layak untuk diperlakukan dengan baik. Seolah-olah kita ini layak untuk dihina. Keadaan menjadi bertambah buruk ketika kita turut menyetujui apa yang mereka ucapkan. Dari mana kita tahu bahwa kita telah menyetujuinya? Ketika kita terluka oleh perkataan-perkataan tersebut.

Kita telah begitu saja membiarkan segala tuduhan palsu dituduhkan kepada kita dan kita telah membiarkan orang lain mengenakan “pakaian” yang salah ke tubuh kita tanpa penolakan sama sekali. Mari kita mengingat apa yang terjadi di dalam ruang sidang pengadilan dimana ada jaksa penuntut yang mengajukan berbagai tuduhan terhadap terdakwa agar terdakwa dijebloskan ke dalam sel selama mungkin? Bukankah pengadilan memberikan kesempatan kepada sang terdakwa untuk membela perkaranya menurut hukum? Bahkan terdakwa diberikan keleluasaan untuk menggunakan pengacara untuk membelanya? Sayangnya, seolah-olah kita menyetujui segala yang dituduhkan tanpa mengajukan keberatan secara hukum.

Mari jemaat Tuhan, sadari siapa diri kita yang sesungguhnya di hadapan Tuhan. Jangan menyetujui apa yang orang lain tuduhkan kepada kita apabila itu jelas-jelas tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Tuhan tentang diri kita. Ada banyak tugas mulia yang Tuhan mau percayakan lebih lagi kepada kita, namun sulit kita menjalaninya apabila kita penuh dengan luka-luka. Jadilah prajurit Kristus yang pulih!

Tuhan Yesus memberkati!

Jangan Menjadi Prajurit yang Luka (Pesan Gembala, 29 Agustus 2021)

| Warta Jemaat |
About The Author
-