Angin yang Dibiarkan Menerpa (Pesan Gembala, 29 Mei 2022)

ANGIN YANG DIBIARKAN MENERPA

Markus 4:35-41 (39) Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.

Waktu hari sudah petang, setelah Yesus sepanjang hari mengajar orang banyak yang besar jumlahnya di tepi danau, Ia memerintahkan murid-murid-Nya untuk bertolak ke seberang danau. Mereka lalu meninggalkan orang banyak itu dan bertolaklah ke seberang. Di dalam perahu hanyalah terdapat Yesus beserta para murid.

Belum lama perjalanan mereka di atas perahu, tiba-tiba datanglah angin ribut yang besar di danau itu, sehingga perahu mereka ditimpa oleh gelombang besar, ombak menyembur masuk ke dalam perahu. Dan perahu pun mulai penuh dengan air. Murid-murid ketika itu menjadi begitu panik melihat semua yang terjad. Mereka mengira bahwa mereka akan segera tenggelam. Di manakah Yesus ketika hal itu terjadi? Yesus ternyata sedang tidur di buritan di atas sebuah tilam. Maka dibangunkannyalah Yesus dari tidurnya.

Siapapun yang berada di atas perahu pada waktu itu tentunya akan panik. Bahkan mungkin kita sekalipun, seandainya kita berada dalam perahu yang sama seperti yang dinaiki murid-murid Yesus. Bayangkan, sementara angin ribut mengombang ambingkan perahu, air danaupun menerobos masuk memenuhi perahu. Tidak ada penggunaan kata yang lebih tepat untuk menggambarkan kondisi hati yang dirasakan oleh murid-murid waktu itu selain kuatir, panik dan takut. Bahkan mereka mencoba menimpakan perasaan yang berkecamuk tersebut kepada Yesus, yang dianggap tidak melakukan apa-apa.

Mungkin kita bertanya dalam hati, mengapa peristiwa diterpanya perahu yang dinaiki murid-murid Yesus oleh angin badai perlu terjadi. Bahkan terjadi ketika Yesus sendiri sedang berada bersama-sama dengan para murid. Ditambah pula dengan melihat kepada kondisi Yesus yang sedang tertidur pulas seolah-olah tidak tahu menahu dengan apa yang sedang terjadi. Bukankah ini sering terjadi di dalam kehidupan nyata orang-orang percaya, yaitu ketika hidup mengalami terpaan angin yang cukup mengagetkan. Bahkan tidak sedikit menimpa mereka yang sedang melakukan ketaatan, namun Tuhan seolah-olah diam “tertidur.”

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. “Angin besar” seringkali diijinkan Tuhan menerpa kehidupan orang percaya bukan tanpa suatu tujuan. Semua ada maksud Tuhan di balik semuanya itu. Bahkan perjalanan murid-murid Yesus dari Kapernaum menuju ke seberang danau Galilea saja perlu diwarnai dengan terpaan angin taufan yang besar. Setiap manusia tentu memilih untuk tidak mengalami “terpaan angin”, terlebih angin ribut atau angin taufan. Semua ingin menjalani hidup dalam keadaan aman dan tenang. Namun Tuhan memiliki pandangan yang berbeda. Ketika Tuhan menempatkan orang-orang percaya di dunia, Tuhan tahu bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang mudah. Dunia sudah diliputi oleh berbagai “angin” yang siap menghempaskan siapapun.

Oleh sebab itu, beberapa hal yang perlu kita pahami berkaitan dengan pesan Tuhan ini, di antaranya adalah:

(1). Tuhan menghendaki umat-Nya menjadi umat yang kokoh dan teruji

Markus 4:38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”

Setiap perjalanan yang dilakukan Yesus bersama para murid bukanlah sekedar ajang berpindah tempat dari satu tempat ke tempat yang lain, namun selalu dijadikan kesempatan untuk mengajarkan para murid pelbagai pelajaran penting. Menyuruh para murid untuk pergi naik perahu ke seberang danau bukan pula sekedar mengajak para murid untuk pergi ke suatu tempat di seberang sana, namun ada hal penting lainnya yang akan Yesus gunakan untuk mengajarkan mereka. Dan Yesus tidak melepas murid-murid begitu saja, Ia ikut bersama-sama dengan mereka di atas perahu.

Dan benarlah, tidak berapa lama angin ributpun turun menerpa perahu yang digunakan Yesus dan para murid. Dan lihat, reaksi apa yang dimunculkan para murid ketika mereka dihempas ke sana kemari oleh angin badai? Mereka mendatangi Yesus yang sedang tidur di buritan dengan sebuah perkataan yang penuh dengan prasangka negatif: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Mereka langsung memberikan perkataan yang menyudutkan bahwa Yesus tidak peduli kepada mereka dan akibat ketidakpedulian Yesus bisa mengakibatkan para murid termasuk Yesus sendiri bisa mengalami kebinasaan. Bayangkan, betapa lemahnya kondisi rohani para murid. Mereka berprasangka begitu negatif terhadap Yesus dan terhadap apa yang akan menimpa mereka.

Jadi jelas sekali bahwa mengapa Yesus perlu membawa para murid ke sebuah situasi yang demikian, karena Yesus melihat bahwa mereka masih perlu dikuatkan lebih lagi untuk menjadi pribadi-pribadi yang tidak mudah menyerah atau menjadi pribadi yang tangguh. Yesus tahu bahwa suatu hari Ia akan meninggalkan para murid. Dan dunia yang penuh dengan “badai” akan menempatkan para murid pada situasi yang tidak mudah.

(2). Tuhan menghendaki umat-Nya bergantung penuh pada pribadi dan perkataan-Nya, bukan pada mujizat-Nya

Markus 4:41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?”

Percakapan kesimpulan inilah yang Yesus kehendaki dipahami oleh para murid tentang siapa diri-Nya sesungguhnya di mata para murid, sekaligus juga di mata orang percaya di masa sekarang. Inilah tujuan yang Yesus ingin murid-murid-Nya capai, yaitu mengakui dan menyandarkan diri kepada-Nya. Untuk mencapai keadaan ini, Yesus tidak mungkin memaksa murid-murid-Nya mengucapkan sesuatu yang hebat tentang diri-Nya, di saat mereka belum pernah mengalami apa-apa tentang Yesus. Yesus pun tidak mau sesumbar berkata besar tentang diri-Nya.

Namun ada satu cara yang efektif, yaitu dengan membawa murid-murid-Nya masuk ke dalam sebuah situasi, yaitu dengan melibatkan angin ribut yang dibiarkan menghempas para murid. Dari situasi yang demikianlah, maka murid-murid akhirnya melihat dan mengakui kehebatan Yesus dengan berkata, “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?”

Hal pertama yang Yesus ingin ajarkan kepada para murid agar mereka mengenal diri-Nya adalah dengan belajar memegang perkataan-Nya. Bukankah murid-murid sudah sering mendengar perkataan Yesus di banyak kesempatan ketika Ia mengajar? Betul sekali, namun murid-murid sesungguhnya belum menangkap dan menghidupinya secara pribadi.

Pada peristiwa ini, sesungguhnya Yesus sudah memberikan kata kunci kepada para murid untuk mereka tangkap sejak dari awal. Dan perkataan itu adalah: “Marilah kita bertolak ke seberang.” Seandainya murid-murid sudah menyadari kata kunci di bagian awal ini, maka seharusnya mereka tidak perlu menjadi panik lalu mendatangi Yesus serta mengatakan perkataan yang penuh dengan prasangka negatif ketika badai menghempas perahu mereka. Seandainya mereka memegang perkataan Yesus sebagai visi bagi perjalanan mereka, maka apapun keadaan yang terjadi, mereka akan tetap tenang, karena yakin bahwa mereka pasti akan tiba di seberang.

Mari jemaat Tuhan, melalui pesan-Nya ini kita akan mengerti mengapa ada angin badai yang dibiarkan menerpa para murid. Tuhan menginginkan adanya umat-umat yang tangguh dan teruji. Keadaan dunia tidak menjadi semakin baik. Dibutuhkan orang-orang percaya yang memiliki kebergantungan yang benar terhadap pribadi Tuhan, bukan bergantung semata-mata hanya kepada mujizat-Nya.

Tuhan Yesus memberkati!

Angin yang Dibiarkan Menerpa (Pesan Gembala, 29 Mei 2022)

| Warta Jemaat |
About The Author
-