Ibr. 5:12-14 “Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.”
Surat Ibrani ini ditulis untuk orang-orang Kristen Yahudi yang pada waktu itu sedang mengalami aniaya dan keputusasaan. Mereka ditantang agar tetap memiliki iman yang kuat kepada Kristus, maju terus menuju kedewasaan rohani, dan tidak kembali kepada kehidupan lama mereka. Penulis Ibrani menekankan bahwa ketidakdewasaan rohani dapat mengakibatkan ketidaktajaman dalam membedakan yang baik dari yang jahat.
Ayat tersebut di atas merupakan pesan Tuhan bagi kita minggu ini. Lagi-lagi Tuhan sedang berperkara dengan diri pribadi kita masing-masing. Tuhan masih terus mencari orang-orang percaya yang dapat diandalkan. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya godaan atas iman orang percaya, baik dalam hal-hal yang berkaitan dengan penyesatan rohani, maupun segala sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan dunia. Tuhan mau ketika Ia datang untuk kedua kalinya, umat-Nya didapati masih memelihara iman dan dalam kondisi rohani yang tak bercacat cela.
Penulis Ibrani juga mengingatkan jemaat Tuhan soal waktu. Pertumbuhan rohani seseorang seharusnya berjalan seiring dengan bergulirnya waktu. (Ibr. 5:12a Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar,…), namun pada kenyataannya, terkadang tidaklah demikian.
Apakah yang menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan kedewasaan rohani seseorang?
(1). Tidak menjadikan firman Tuhan sebagai makanan yang dapat membangun pertumbuhan iman.
Ibr. 5:13 Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.
Banyak orang yang menangis berseru-seru kepada Bapa, meminta firman bagi diri mereka, seperti seorang bayi yang minta disusui, namun kemudian mereka menjadikan firman Tuhan hanya sebagai sarana “hiburan” (entertainment) bagi diri mereka dan bukan sebagai makanan rohani yang dapat menyehatkan dan mengenyangkan rohani mereka. Sesungguhnya, firman yang diterima dari hati dan pikiran yang penuh ketulusan dan kehausan akan firmanlah yang menjadikan seseorang menerima kebenaran rohani yang akan mendewasakan dirinya.
Kekristenan yang bertumbuh dan dewasa akan mendorong seseorang untuk menyelidiki dan menggali kebenaran firman lebih dalam lagi. Dan kemudian ia akan melakukan apa yang Tuhan singkapkan kepadanya, bahkan membagikannya (mengajarkannya) kembali kepada banyak orang (Pergilah dan jadikan semua bangsa murid-Ku). Dan saat ia membagikan apa yang telah diterimanya dari Tuhan, rohaninya juga semakin bertumbuh. Demikian siklus ini terus-menerus berulang. Melalui hal ini kita tahu bahwa untuk menjadi seorang pengajar, tidak selalu harus menjadi seorang guru secara formal terlebih dahulu.
Sebaliknya, kekristenan yang tidak dewasa tidak akan pernah mendapatkan lebih dari apa yang ia terima selain dari ‘sebotol minuman hiburan berisi susu bayi’.
(2). Tidak melatih pancainderanya dengan baik.
Ibr. 5:14 Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.
Setiap kita telah diberikan pancaindera yang sama oleh Tuhan, dan masing-masing pancaindera memiliki fungsi yang berbeda satu dengan yang lain, namun kesemuanya mendatangkan kegunaan bagi kita. Fungsi indera yang kita miliki ternyata dapat menjadi alat pendeteksi yang sangat tajam apabila dihubungkan dengan kedewasaan makanan rohani seseorang. Dalam Gal. 4:1-6 dijelaskan bahwa seorang yang belum dewasa (belum akil balig) adalah seorang yang masih takluk kepada roh-roh dunia. Artinya, asupan makanan yang ia terima banyak dipengaruhi oleh hal-hal dunia. Terbawanya seseorang pada ‘arus dunia’ (keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup) mengakibatkan pancainderanya menjadi tumpul, sehingga sulit baginya untuk menangkap sesuatu yang ilahi dari Tuhan.
Sebaliknya, kedewasaan pribadi seseorang terjadi ketika ia menundukkan dirinya kepada Dia yang telah menebus dosa di atas kayu salib dan hukum-hukum-Nya yang memerdekakan, serta berjalan dalam tuntunan Roh Kudus-Nya. Semakin kita melatih “pancaindera” kita untuk belajar mengenal Tuhan, belajar untuk menangkap sesuatu dalam hadirat-Nya, maka sesungguhnya kita sedang dipertajam oleh-Nya, sehingga pada akhirnya kita memiliki indera yang terlatih. Dengan demikian, kita dengan mudah dapat membuat indera-indera kita berfungsi untuk menangkap segala sesuatu yang dari Tuhan dan menolak apa yang bukan dari Tuhan.
Ketajaman indera seseorang akan memampukannya untuk membedakan, bukan saja dosa dari bukan dosa, tetapi juga membedakan kebaikan dari kebenaran, bahkan kebenaran harafiah dari kebenaran tuntunan Roh Kudus.
(3). Tidak menjadikan Yesus sebagai kepala
Kol. 1:18 Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.
Hampir seluruh indera yang dimiliki manusia terletak di area kepala. Dengan demikian, sehebat apapun tubuh seseorang beserta organ-organ yang ada di dalamnya, menjadi tidak berarti apa-apa jika tidak memiliki satu bagian tubuh yang disebut kepala. Demikian halnya dengan kita, sehebat apapun kita sebagai tubuh Kristus, akan menjadi sesuatu yang tidak ada artinya apabila kita tidak menempatkan Tuhan Yesus sebagai kepala dari segala sesuatu.
Menempatkan Yesus sebagai kepala berarti menjadikan Yesus sebagai prioritas utama dalam hidup kita, menjadikan tujuan Kerajaan Sorga sebagai tujuan hidup kita, menjadikan Yesus sebagai yang termulia di atas segala sesuatu, menjadikan firman-Nya sebagai fondasi bagi kita. Kita tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi apabila jemaat Tuhan tidak menempatkan Yesus sebagai Kepala.
Umat yang dikasihi Tuhan, mari kita membangun diri kita di hadapan Tuhan, terus bertumbuh menuju kedewasaan rohani, semakin mempertajam indera rohani supaya kita dapat menangkap maksud Tuhan, tepat seperti yang Ia kehendaki. Tuhan membutuhkan orang-orang dewasa untuk melakukan tugas-tugas kerajaan. Seorang duta kerajaan Allah yang siap untuk melakukan perintah Sang Raja, hingga seluruh bumi penuh dengan kemuliaan-Nya.
Tuhan Yesus memberkati