Seberapa Gigih dan Percayakah Kita? (Pesan Gembala, 17 Januari 2021)

SEBERAPA GIGIH DAN PERCAYAKAH KITA?

Matius 15:21-28 (23) Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: “Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak.”

Menjalani hidup sebagai seorang pemercaya bukanlah suatu pekerjaan yang dapat dikatakan mudah, dibutuhkan ketekunan dan iman yang harus senantiasa berakar kuat di dalam Tuhan. Jika tidak, maka orang akan mudah mengalami kekecewaan saat menghadapi tantangan dan rintangan. Dan seperti kita tahu bahwa selama menjalani hidup di dunia ini orang percaya tidaklah bebas dari apa yang dinamakan tantangan dan permasalahan.

Tokoh-tokoh dalam Alkitab juga tercatat mengalami banyak tantangan dalam kehidupannya sebelum tujuan demi tujuan Tuhan benar-benar terealisasi dalam hidupnya. Lewat pesan-Nya ini, kita akan belajar dari seorang wanita Kanaan yang anaknya mengalami penderitaan karena kerasukan setan. Ibu ini berhasil “mengetuk pintu” hati Yesus dan beroleh belas kasihan dari-Nya sehingga anaknya diselamatkan. Untuk menjangkau hati Yesus, ibu ini harus menghadapi tantangan yang tidak ringan, namun tidak membuatnya putus asa dan menyerah begitu saja.

Peristiwa ini terjadi di daerah Tirus dan Sidon. Daerah ini adalah daerah pelabuhan luar Israel. Ketika Yesus beserta murid-murid sedang berada di daerah ini datanglah seorang perempuan yang disebut sebagai perempuan Kanaan dan berseru kepada-Nya. Dalam bahasa aslinya kata yang diterjemahkan sebagai ‘berseru’ ini memiliki arti berteriak.

Dia berseru-seru kepada Yesus memohon belas kasihan, sambil memanggil Yesus dengan sebutan ‘Anak Daud.’ Murid-murid Yesus yang merasa terganggu dengan teriakan wanita itu berniat mengusirnya. Sebenarnya wanita Kanaan ini punya alasan untuk kecewa dengan sikap Yesus, apalagi mendengar perkataan keras Yesus kepadanya, tetapi ia tidak peduli, imannya tidak menjadi lemah dan tidak terpengaruh keadaan dan situasi yang ada.

Inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita. Tuhan mau kita belajar sesuatu dari kisah perempuan Kanaan yang pantang menyerah di dalam memohon pertolongan Yesus demi kesembuhan anaknya. Seringkali penantian yang lama, merasa diri tidak dihargai, merasa diabaikan, dan sebagainya telah membuat tidak sedikit orang percaya kehilangan daya juang dan kegigihan di dalam mengiring Tuhan. Padahal Tuhan memiliki alasan, cara dan waktu-Nya sendiri di dalam menjawab seruan doa umat-Nya.

Beberapa prinsip yang perlu kita miliki berkaitan dengan pesan Tuhan ini, di antaranya adalah:

(1). Iman adalah tentang tindakan, bukan sekedar status

Matius 15:22 Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: “Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.”

Wilayah Tirus dan Sidon adalah wilayah yang biasa dicap sebagai daerah non-Yahudi (kafir) oleh orang-orang Yahudi, karena daerah ini didiami oleh orang-orang Kanaan yang menyembah berhala sejak zaman PL. Datangnya perempuan Kanaan kepada Yesus ini tentunya sangat mengagetkan orang-orang, khususnya para murid Yesus. Bayangkan, seorang non Yahudi datang menghampiri dan meminta Yesus melakukan sesuatu. Bagi murid-murid Yesus hal ini merupakan hal yang tidak biasa.

Itulah sebabnya, mereka meminta Yesus untuk menyuruh perempuan ini pergi. Bagi para murid permintaan perempuan itu sudah pasti sia-sia, karena perempuan itu bukan orang Yahudi. Bagi para murid janji Allah hanya turun kepada Abraham dan keturunannya saja. Bukankah Ishak dan Yakub adalah keturunan Abraham? Bukankah Israel adalah keturunan Yakub? Jika demikian pastilah hanya orang Israel atau Yahudi yang beroleh bagian di dalam janji Allah.

Murid-murid hanya memandang berdasarkan status semata-mata. Status perempuan Kanaan adalah non Yahudi, berbeda dengan mereka yang adalah Yahudi. Namun ternyata cara pandang Yesus tentang hal ini tidaklah demikian, Yesus tidak melihatnya berdasarkan status, melainkan sejauh mana hati perempuan tersebut memercayainya. Bagi Tuhan, pemercaya sejati bukan karena status, namun karena iman percayanya.

(2). Iman adalah tentang kerendahan hati dan persistensi

Matius 15:26-27 (26) Tetapi Yesus menjawab: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” (27) Kata perempuan itu: “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”

Dalam ayat 26, terdapat dialog yang menguji iman dari perempuan ini. Yesus mengatakan bahwa tidak patut perempuan ini mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing. Istilah anjing yang dimaksud bagi masyarakat sana pada waktu itu adalah orang-orang non Yahudi. Dialog ini menunjukkan bahwa betapa rendahnya orang-orang non Yahudi sehingga disamakan dengan seekor anjing.

Namun luar biasanya perempuan Kanaan tersebut, ia sangat mengerti tentang ungkapan ini. Namun hal yang luar biasa, perempuan ini tetap melanjutkan permohonannya. Dia tidak protes dan sakit hati atau marah kepada Yesus. Hal ini menunjukkan sebuah kerendahan hati sebagai seorang yang memohon kepada Yesus. Mungkin tidak banyak di antara kita yang akan kuat dan tetap rendah hati saat berada dalam posisi seperti perempuan Kanaan ini. Tetapi iman memerlukan kerendahaan hati dan persistensi.

Mari jemaat Tuhan, kegagalan seorang pemercaya untuk memeroleh penggenapan janji Tuhan seringkali bukan karena Tuhan lalai menepati janji-Nya, melainkan karena enggan merendahkan hati untuk tetap datang dan berharap kepada Tuhan sekalipun Tuhan seakan-akan tidak melakukan apa-apa.

Tuhan Yesus memberkati!

Seberapa Gigih dan Percayakah Kita? (Pesan Gembala, 17 Januari 2021)

| Warta Jemaat |
About The Author
-